Rabu 17 Jun 2020 21:29 WIB

Sekolah Kembali Buka, Kemendikbud harus Jaminan Siswa

DPR sarankan penundaan belajar di sekolah jika hanya 6 persen sekolah di zona hijau

Rep: Ali Mansur/ Red: Gita Amanda
Seorang guru mengukur suhu tubuh calon siswa saat melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara daring di SMPN 2 Tegal, Jawa Tengah, Rabu (17/6/2020). Mesipun pihak sekolah membuka pendaftaran PPDB secara daring di tengah pandemi COVID-19 yang dilaksanakan mulai 17 hingga 24 Juni 2020, tetapi sebagian pendaftar tetap datang ke sekolah karena masih bingung cara pendaftaran daring
Foto: ANTARA/Oky Lukmansyah
Seorang guru mengukur suhu tubuh calon siswa saat melakukan pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) secara daring di SMPN 2 Tegal, Jawa Tengah, Rabu (17/6/2020). Mesipun pihak sekolah membuka pendaftaran PPDB secara daring di tengah pandemi COVID-19 yang dilaksanakan mulai 17 hingga 24 Juni 2020, tetapi sebagian pendaftar tetap datang ke sekolah karena masih bingung cara pendaftaran daring

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Ali Zamroni menilai panduan pembelajaran selama Covid-19 perlu ditinjau kembali. Menurut panduan Kemendikbud hanya daerah dengan zona hijau yang di perbolehkan melaksanakan belajar tatap muka yaitu enam persen atau sekitar 85 kabupaten atau kota zona hijau se-Indonesia.

"Sebaiknya dilakukan penundaan kegiatan belajar mengajar di sekolah apabila saat ini hanya ada enam persen saja sekolah yang berada di zona hijau," ujar Politikus Partai Gerindra saat dikonfirmasi Republika, Rabu (17/6).

Baca Juga

Ali menilai kebijakan tersebut akan membuat masyarakat gusar dan bertanya-tanya mengenai jaminan keamanan jangka panjang bagi siswa dan guru. Menurutnya, masih banyak yang harus diatur secara rinci jika kegiatan belajar mengajar (KBM) tatap muka akan dilakukan. Diantaranya terkait koordinasi dan sosialisai kemendikbud kepada Pemda yang berada di zona hijau.

"Apakah sudah maksimal? Jangan sampai kebijakan itu membuat situasi panik atas ketidaksiapan orang tua murid," tegas Ali

Lanjut Ali, dari data panduan Kemendikbud, terhitung hanya 6 persen wilayah di Indonesia atau sekitar 85 kab yang sudahdalam zona hijau. Maka bagaimana dengan 94 persen atau 492 kab lainnya yang masih kuning, oranye, merah? Jika pemerintah hanya memperhatikan kondisi belajar bagi zona yang aman.

"Padahal hanya sedikit dari sekian banyak sekolah yang tak membuka aktivitas belajar tatap muka, lantas bagaimana nasib belajar siswa yang daerahnya masih dalam kawasan zona awas?" kata Ali

Selain itu, Ali mengatakan, sekolah-sekolah yang beradada di zona hijau juga belum tentu siap untuk melaksanakan KBM tatap muka. Terlebih sekolah-sekolah di zona hijau rata-rata bukan di daerah perkotaan. Artinya sekolah itu bahkan tidak memiliki sarana dan akses kesehatan yang memadai.

"Penundaan bisa dilakukan dengan catatan kemendikbud harus mereview sistem pembelajaran daring yang sudah berjalan selama ini. Lebih memperhatikan kebutuhan siswa dalam fasilitas Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ)," ungkapnya.

Selain itu, kata Ali, pemerataan akses teknologi PJJ yang tidak sama antara satu daerah dengan daerah lainnya, juga harus dicarikan jalan keluar. Di Lebak Selatan, misalnya, untuk akses internet bagi pelajar masih sangat sulit aksesnya. Siswa kurang mampu harus diberikan kuota/paket data agar tetap ikut KBM secara daring, dan materi pembelajaran lebih dirancang dengan efektif dan tidak membebani siswa.

"Jika memang belum siap sebaiknya di tunda sampai akhir 2020 ini dan di rasa itu akan lebih baik. Dengan cacatan bahwa Kemendikbud harus mereview sistem pembelajaran daring dan PJJ," tutur Ali Zamroni.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement