Rabu 17 Jun 2020 18:13 WIB

Bawaslu: 369 ASN Melanggar Netralitas pada Pilkada

Bawaslu mengatakan ada 369 kasus dugaan pelanggaran netralitas ASN pada pilkada.

Rep: Mimi Kartika / Red: Bayu Hermawan
 Ketua Bawaslu Abhan
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Ketua Bawaslu Abhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI telah mengajukan 369 kasus dugaan pelanggaran netralitas aparatur sipil negara (ASN) dalam Pilkada 2020 kepada Komisi ASN (KASN). Bawaslu meminta KASN menindaklanjuti kasus tersebut dengan rekomendasi penjatuhan sanksi kepada masing-masing instansi tempat ASN yang bersangkutan bekerja.

"Pelanggaran netralitas ASN ini data yang sudah kami lakukan tindak lanjut ada 369 laporan yang sudah kami ajukan kepada KASN," ujar Ketua Bawaslu RI, Abhan dalam konferensi pers virtual, Rabu (17/6).

Baca Juga

Abhan menjelaskan dari 369 dugaan per 15 Juni 2020, sebesar 33 persen pelanggaran netralitas ASN dilakukan jabatan pimpinan tinggi di daerah. Kategori pelanggaran yang banyak terjadi antara lain kampanye di media sosial, kegiatan yang berpihak ke calon kepala daerah, dan pemasangan baliho/spanduk.

Kemudian, 10 instansi daerah yang terbanyak melakukan pelanggaran diantaranya Kabupaten Wakatobi dengan 18 pelanggaran; Kabupaten Sukoharjo 11 pelanggaran; masing-masing tujuh pelanggaran di Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Dompu, Kabupaten Bulukamba, dan Kabupaten Banggai; Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan enam pelanggaran; serta Kota Makassar, Kabupaten Supiori, dan Kabupaten Muna masing-masing lima pelanggaran.

Jumlah pelanggaran netralitas ASN lainnya tersebar hampir di seluruh Indonesia. Abhan mengatakan, pelanggaran netralitas ASN akan menjadi konsentrasi pengawasan Bawaslu termasuk upaya pencegahannya dalam melaksanakan tahapan pilkada lanjutan.

"Maka perlu dukungan dari semua pihak. Salah satunya adalah dengan KASN, lembaga yang punya kewenangan untuk menindaklanjuti laporan atau temuan dari Bawaslu terkait dengan netralitas aparatur sipil negara," kata Abhan.

Dalam kesempatan yang sama, Ketua KASN Agus Pramusinto menyebutkan, pihaknya telah mengajukan rekomendasi sebanyak 195 kasus kepada masing-masing instansi dari ASN yang melanggar netralitas. Sedangkan, rekomendasi yang sudah ditindaklanjuti instansi itu 47 kasus.

"Sementara yang lainnya masih dalam proses karena kita harus klarifikasi macam-macam," tutur Agus.

Abhan mengatakan, sanksi terbanyak yang diberikan kepada ASN ialah sanksi disiplin sedang. Selain itu, ada juga yang dijatuhi sanksi moral dengan mengharuskan pegawai membuat pernyataan terbuka.

Bawaslu dan KASN kemudian menjalin kerja sama untuk memperketat pengawasan dan langkah antisipasi tren pelanggaran netralitas ASN dalam Pilkada 2020. Adapun lingkup perjanjian kerja sama yang akan digunakan sebagai pedoman pengawasan di lapangan adalah pertukaran data dan informasi, pencegahan, pengawasan, penindakan, dan monitoring tindak lanjut rekomendasi.

Khusus untuk pertukaran data dan informasi, KASN bersama Bawaslu bersepakat umengembangkan sistem aplikasi pengolahan data pengawasan yang terintegrasi dalam waktu dekat. Hal tersebut bertujuan meningkatkan akurasi dan validitas data terkait jumlah pelanggaran netralitas, jenis pelanggaran, kategori jabatan ASN terlapor, jumlah rekomendasi, dan tindak lanjutnya.

Dengan demikian, KASN dan Bawaslu berharap Pilkada 2020 akan berlangsung netral, bebas intervensi politik, bebas konflik kepentingan, profesional, adil, dan tetap memberikan pelayanan prima kepada masyarakat. Agus mengimbau kepala daerah objektif dan tidak berpihak dalam menghadapi kontestasi pilkada di daerahnya masing-masing.

"Kami menghimbau para kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian untuk tidak ragu memberikan sanksi kepada pegawai ASN yang terbukti melanggar netralitas," lanjut Agus.

Kemudian Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tumpak Haposan Simanjuntak mengatakan, pihaknya juga akan mengawasi kepala daerah sesuai dengan ranah Kemendagri. Dalam hal ini pembinaan dan pengawasan umum maupun pemberian sanksi dilakukan berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan serta Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Apabila memang semua bukti sudah diverifikasi maka salah satu aspek pembinaan dan pengawasan umum Kemendagri itu adalah kepegawaian daerah," ujar Tumpak.

Selain itu, ada juga landasan hukum yang digunakan Kemendagri yakni Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010. Di dua peraturan ini diatur sanksi administratif sampai pelangharan disiplin serta pemberhentian dengan tidak hormat apabila kepala daerah terbukti melakukan pelanggaran berat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement