Selasa 16 Jun 2020 17:03 WIB

Ngabalin: Timing RUU HIP tidak Tepat

Pemerintah meminta DPR menyerap aspirasi masyarakat soal RUU HIP.

Rep: Sapto Andika Candra / Red: Ratna Puspita
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin
Foto: Republika/Haura Hafizhah
Tenaga Ahli Kedeputian IV Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memutuskan untuk melakukan pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). Langkah selanjutnya, DPR diminta untuk menyerap aspirasi masyarakat terlebih dulu. RUU ini memang memantik pro dan kontra di tengah masyarakat. 

Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Ali Mochtar Ngabalin menyampaikan, penundaan ini lebih disebabkan pemilihan waktu pembahasan yang memang tidak tepat. Ia menyebut pemerintah sedang mengerahkan konsentrasi untuk penanganan Covid-19. 

Baca Juga

"Power pemerintah benar-benar fokus dalam rangka penyelesiaan, percepatan penanganan Covid-19. Ini soal timing sebetulnya ya, tidak terlalu tepat. Tidak gampang ini bahas haluan ideologi Pancasila loh," jelas Ngabalin, Selasa (16/6).

Ngabalin menyampaikan, RUU HIP digodok atas inisiatif DPR dengan pembahasan bersama-sama pemerintah. Sekitar satu pekan lalu, dia mengatakan, draf RUU ini telah dikirim kepada pemerintah untuk didapatkan Surat Presiden (Surpres). 

"Tapi kan RUU itu sendiri jadi perdebatan luar biasa akhir akhir ini. Karena itu dari pemerinah sementara menolak pembahasan RUU itu," katanya. 

Pemerintah meminta DPR untuk membuka ruang dialog yang lebih lebar bagi masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Menurutnya, pemerintah menghindari benturan pendapat dengan masyarakat terkait produk hukum yang akhirnya berujung pada uji materi di Mahkamah Konstitusi. 

"Jadi RUU itu bisa ditetapkan dan dibuat jadi satu keputusan. UU itu meskipun ada MK, tidak elok kalo setiap keputusan itu di judicial review. Itu harapan pemerintah supaya enak kita dalam bahas sebuah RUU," jelas Ngabalin. 

Pro-kontra terhadap RUU HIP timbul setelah pembahasan akan dilakukan di DPR. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menyatakan pemerintah akan meminta penundaan ke DPR atas pembahasan Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP). 

Untuk itu, penerintah tidak mengirimkan Surat Presiden (Surpres) untuk pembahasan RUU itu di DPR. "Sesudah Presiden (Joko Widodo) berbicara dengan banyak kalangan dan mempelajari isinya maka pemerintah memutuskan untuk menunda atau meminta penundaan kepada DPR atas pembahasan RUU tersebut," kata pada konferensi pers di kantornya, Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (16/6).

Hal yang menjadi sorotan pemerintah terkait rumusan Pancasila. Pemerintah berpendapat rumusan Pancasila yang sah ialah rumusan yang disahkan pada 18 Agustus 1945. 

Rumusan Pancasila itu disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia dan terkandung dalam pembukaan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Dari aspek substansi, Mahfud menjelaskan, presiden juga menyatakan TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 masih berlaku mengikat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement