REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menerbitkan surat edaran baru bernomor 8 yang mengatur jam masuk kerja instansi pemerintah, BUMN, dan swasta di wilayah Jabodetabek. Jam masuk kerja bagi ASN, pegawai BUMN, dan pegawai swasta dibagi ke dalam dua gelombang.
Gelombang pertama, adalah instansi yang masuk pukul 07.00-07.30 WIB. Dengan asumsi bekerja selama 8 jam, para pekerja yang sudah masuk pada jam tersebut diharapkan sudah bisa pulang pada pukul 15.00-15.30 WIB.
Gelombang kedua, jam masuk kerja ditetapkan pukul 10.00-10.30 WIB. Dengan waktu kerja selama 8 jam, para pekerja yang masuk lebih siang tersebut diharapkan sudah bisa pulang pukul 18.00-18.30 WIB.
Kendati demikian, pemerintah belum menjelaskan instansi mana saja yang masuk pagi dan instansi mana saja yang masuk lebih siang. Upaya pembagian jam masuk kerja ini dilakukan untuk mengurai kepadatan penumpang transportasi umum, terutama KRL di pagi hari.
Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menjelaskan, padatnya pengguna transportasi umum pada jam-jam masuk kerja memang tak terhindarkan. Padahal, pemerintah sedang gencar mengampanyekan jaga jarak bagi masyarakat, termasuk pengguna moda transportasi.
"Data yang kita dapatkan untuk satu moda transportasi saja, KRL, kita melihat bahwa lebih dari 75 persen penumpang KRL adalah para pekerja, baik ASN, atau pegawai BUMN, atau swasta. Kalau diperhatikan, hampir 45 persen mereka bergerak bersama-sama di sekitar jam 5.30-6.30 pagi," jelas Yurianto dalam keterangan pers, Ahad (14/6).
Menurutnya, keramaian yang terjadi di moda transportasi umum pada jam berangkat kerja di pagi hari sangat berisiko menjadi media penularan Covid-19. Dengan membagi jam masuk kerja menjadi dua gelombang, diharapkan kepadatan masyarakat di moda transportasi umum bisa terurai.
"Agar protokol kesehatan benar-benar bisa dijamin," jelas Yuri.
Kendati ada pembagian jam masuk kerja, Yuri menegaskan, perusahaan harus tetap memberikan kelonggaran bagi karyawannya yang berisiko tinggi untuk tetap melakukan work from home (WFH) atau bekerja dari rumah. Karyawan berisiko tinggi ini adalah mereka yang memiliki penyakit penyerta seperti tekanan darah tinggi, diabetes, penyakit paru, hingga pegawai yang usianya sudah lanjut.
"Diharapkan bisa tetap bekerja dari rumah. Ini penting. Ini upaya yang harus kita lakukan agar penularan di sarana fasilitas umum bisa diatasi," jelasnya.