REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberadaan laboratorium pengujian spesimen memegang peranan penting dalam percepatan deteksi COVID-19. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) membuat laboratorium bergerak dengan nama Mobile Laboratorium Bio Safety Level 2 (BSL-2).
Laboratorium ini merupakan inovasi anak bangsa untuk mendukung penanganan COVID-19 terutama untuk uji PCR deteksi COVID-19. Uji PCR merupakan standar gold dalam mendeteksi keberadaan virus SARS-CoV-2 yang menyebabkan COVID-19.
Mobile laboratorium itu diharapkan dapat diproduksi dan ditempatkan di berbagai daerah di Indonesia untuk memudahkan proses pengujian spesimen dengan metode PCR.
"Kita buat fasilitas lab BSL-2 yang memang bisa digerakkan, mungkin kalau memang perlu bisa ditempatkan sampai ke pelosok," ujar Kepala BPPT Hammam Riza.
Mobile Laboratorium Biosafety Level 2 dibuat dalam bentuk kontainer dengan ukuran 20 kaki. Laboratorium bergerak pertama siap difungsikan dan telah diserahterimakan di Rumah Sakit (RS) Ridwan Meuraksa di Jakarta Timur pada 19 Mei 2020 lalu.
Laboratorium tersebut dibangun mengikuti standar Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan dilengkapi sejumlah peralatan untuk mendukung tes usap COVID-19 antara lain peralatan PCR untuk tes usap (swab test) COVID-19, bio-safety cabinet, dan sistem pemprosesan limbah medis
Bio-safety cabinet berfungsi untuk mencegah virus menginfeksi penguji. Oleh karena itu, laboratorium yang bisa melakukan uji PCR minimal adalah laboratorium dengan bio safety level 2.
Laboratorium ini memiliki ruang utama bertekanan negatif yang mencegah virus keluar ke lingkungan, autoclave atau alat pemusnah limbah, pemantauan suhu, tekanan, kelembaban, limbah, CCTV secara otomatis 24 jam.
Karena bentuknya berupa kontainer standar 20 kaki, maka laboratorium mudah untuk dipindahtempatkan. Laboratorium itu juga dilengkapi sistem kendali terotomasi serta sistem pengawasan terintegrasi, dilengkapi reagen atau perangkat tes PCR yang dibuat dalam negeri.
Mobile Lab BSL-2 itu ditargetkan untuk dapat dikirimkan ke berbagai daerah untuk memudahkan pelaksanaan uji PCR dalam rangka mendeteksi COVID-19.
Hammam menuturkan jika daerah memiliki laboratorium BSL-2 dan sumber daya manusia terampil, maka tidak perlu mengirimkan spesimen ke laboratorium pengujian di daerah lain. Hasil tes usap itu diperlukan segera untuk diagnosa COVID-19 dalam menentukan seseorang positif atau negatif COVID-19.
Hammam menuturkan laboratorium yang mudah dipindahtempatkan itu bisa dikirim ke berbagai daerah terutama pelosok. Di laboratorium itu, bisa dilakukan pengujian dengan metode PCR terhadap sekitar 260 sampel per hari.
Ketua Task Force Riset dan Inovasi untuk Penanganan COVID-19 (TFRIC-19) Soni Solistia Wirawan menuturkan bagi pihak yang ingin melakukan pengadaan mobile lab BSL-2 itu, dapat menghubungi Pusat Pelayanan Teknologi (Pusyantek) BPPT.
Soni yang juga menjabat Deputi Bidang Teknologi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT menuturkan dalam waktu 4-5 pekan dapat diproduksi 4-5 mobile lab BSL-2. Pihaknya juga memberikan pelatihan terhadap operator dalam mengoperasikan laboratorium tersebut.
Tes masif
Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang PS Brodjonegoro menuturkan harus dilakukan tes masif untuk deteksi COVID-19 guna melihat peta penyebaran COVID-19. Kementerian Riset dan Teknologi mendukung upaya itu melalui tes cepat (rapid test) dan uji PCR, serta kapasitas laboratorium untuk melakukan pemeriksaan PCR.
"Satu hal yang harus kita kejar adalah tes massal tadi, karena dengan tes massal kita bisa mendapatkan gambaran bagaimana kita melakukan pembatasan sosial yang lebih tepat dan kebijakan apa yang harus dilakukan," ujar Bambang.
Pada normal baru atau adaptasi kebiasaan baru, Menristek Bambang mengatakan skrining dan diagnosis berperan strategis di kondisi normal baru (new normal) bersama virus Corona jenis baru penyebab COVID-19.
Skrining dilakukan dengan tes cepat sementara penegakan diagnosa dilakukan berdasarkan hasil uji usap menggunakan metode PCR. Tes cepat dilakukan terhadap mereka yang akan mendatangi tempat kerumunan yang bersifat temporer seperti di stasiun dan bandara. Sementara, uji PCR harus diwajibkan untuk kerumunan yang sifatnya permanen seperti di kantor dan pabrik.