Jumat 12 Jun 2020 23:32 WIB

Covid-19 Terdeteksi di 93 Pasar Tradisional di Indonesia

Sebanyak 477 pedagang di 93 pasar tradisional telah terinfeksi Covid-19

Rep: Anadolu Agency/ Red: Christiyaningsih
Petugas menyemprotkan cairan pembersih tangan kepada  pengunjung di Pasar Tasik, Jakarta, Kamis (11/6). Sebanyak 477 pedagang di 93 pasar tradisional telah terinfeksi Covid-19. Ilustrasi.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Petugas menyemprotkan cairan pembersih tangan kepada pengunjung di Pasar Tasik, Jakarta, Kamis (11/6). Sebanyak 477 pedagang di 93 pasar tradisional telah terinfeksi Covid-19. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) mengatakan sebanyak 477 pedagang di 93 pasar tradisional telah terinfeksi Covid-19 di berbagai kota di Indonesia. Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (Ikappi) Reynaldi Sarijowan mengatakan 29 pedagang di antaranya meninggal.

Kasus terbanyak terjadi di Pasar Raya Padang, Sumatra Barat. Selain itu, ditemukan di pasar di DKI Jakarta, Surabaya, Bandung, Bojonegoro, dan Palangkaraya.

Baca Juga

Meski pasar tradisional berpotensi menjadi klaster penyebaran Covid-19, Ikappi meminta pemerintah tidak menutup pasar dan lebih ketat mengawasi protokol kesehatan untuk mengurangi risiko penularan. Reynaldi menuturkan penutupan pasar akan merugikan pedagang dari sisi pendapatan.

Sebanyak 19 pasar di DKI Jakarta telah ditutup selama tiga hari karena temuan kasus Covid-19. Jumlah ini belum termasuk pasar-pasar yang ditutup di kota-kota lain.

“Dua bulan belakangan ini omset pedagang sudah menurun 65 persen. Kami kira (penutupan) bukan langkah strategis,” kata Reynaldi kepada Anadolu Agency, Jumat.

“Pasar tradisional kan benteng terakhir perekonomian rakyat, ujung tombak penyaluran pangan. Kami harap pasar tetap bisa beroperasi dengan protokol kesehatan yang baik,” lanjut dia.

Ikappi juga meminta agar pemerintah melakukan tes massal di pasar —khususnya yang berada di zona merah Covid-19— untuk mendeteksi dini orang-orang yang terinfeksi. Sejauh ini baru sekitar 1.400 pedagang di DKI Jakarta menjalani tes dari total 100 ribu pedagang.

Tidak semua pedagang mau dites

Menurut Reynaldi, tes massal sangat diperlukan untuk memastikan pedagang yang berjualan tidak terinfeksi Covid-19 sehingga pengunjung pasar bebas dari rasa khawatir. “Ini juga bisa meningkatkan kedisiplinan dan kewaspadaan pedagang untuk menerapkan protokol kesehatan,” tutur dia.

“Seperti di Pasar Raya Padang, ketika mereka tahu bahwa ada ratusan yang positif maka pedagang yang lain jadi lebih disiplin,” lanjut Reynaldi.

Sayangnya, tidak seluruh pedagang membuka diri dengan penanganan Covid-19. Pedagang di Pasar Cileungsi, Bogor menolak kedatangan petugas medis untuk melaksanakan rapid test pada Rabu.

Para pedagang beralasan pelaksanaan rapid test bisa menimbulkan keresahan sehingga pasar menjadi sepi pembeli. “Kami menyesalkan kejadian di Cileungsi dan akan terus sosialisasikan ke para pedagang agar protokol kesehatan bisa dilaksanakan,” tutur dia.

“Justru ketika tes massal dilaksanakan, pasar bisa terus beroperasi, pedagang dan pembeli jadi lebih tenang karena ada jaminan bahwa risiko penularannya rendah,” kata Reynaldi.

Ikappi juga akan mengupayakan agar pemerintah menjamin bantuan sosial bagi para pedagang yang harus menjalani karantina mandiri akibat Covid-19. Menurut Reynaldi, model jaga jarak yang diterapkan di Pasar Salatiga, Jawa Tengah bisa menjadi acuan untuk diterapkan di seluruh Indonesia.

Lapak pedagang di Pasar Salatiga ditata berjarak satu sama lain di area jalan raya. Selain itu, setiap orang wajib menggunakan masker. Namun sejauh ini protokol serupa belum diterapkan di banyak pasar sehingga butuh upaya lebih lanjut dari pemerintah dan pengelola pasar.

Warga Jakarta Barat, Hanif Gusman, 26, mengatakan sebuah pasar kecil di kawasan Rawa Belong belum cukup menerapkan protokol kesehatan. Pekan lalu, Hanif berkunjung ke pasar tersebut untuk membeli sayuran dan buah-buahan. Menurut dia, protokol jaga jarak cukup sulit dilaksanakan karena pasar ramai pembeli dan berada di area yang kecil.

“Masih ada beberapa orang yang enggak pakai masker, jarak antar-penjual juga masih seperti biasa dan waktu berkeliling sering sekali berpapasan dengan pengunjung lain di jarak yang dekat,” kata dia.

Sistem ganjil genap di pasar Jakarta

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan akan menerapkan sistem ganjil-genap di pasar agar aturan jaga jarak lebih mudah diterapkan.

“Jadi kios bernomor ganjil beroperasi di tanggal ganjil. Kios bernomor genap beroperasi di tanggal genap. Dengan cara seperti itu kapasitasnya bisa terkendali,” kata Anies kepada wartawan.

Selain itu, jika kasus positif ditemukan maka pasar akan ditutup sementara untuk penyemprotan disinfektan. Setiap orang yang berada di pasar, baik pedagang maupun pengunjung, wajib menggunakan masker dan penutup wajah (face shield).

Direktur PD Pasar Jaya Arief Nasruddin mengatakan opsi ganjil genap lebih mungkin dilakukan di ibu kota ketimbang menata lapak menggunakan jalan raya. “Kalau satu pasar kita buat tempatnya di luar (gedung) maka akan memakan tempat dan menimbulkan kerumunan,” kata Arief.

Selain itu, rapid test massal juga digelar di sejumlah pasar di DKI Jakarta untuk mendeteksi kasus positif di pasar.

https://www.aa.com.tr/id/nasional/covid-19-terdeteksi-di-93-pasar-tradisional-di-indonesia/1874386

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement