Jumat 12 Jun 2020 10:58 WIB

New Normal Bisa Bawa Wabah Gelombang Kedua

Membuka kembali ekonomi dan interaksi sosial adalah sebuah eksperimen berbahaya.

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Fuji Pratiwi
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono
Foto: .
Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- New Normal bisa membawa pada ledakan korban kedua yang berpotensi lebih berisiko pada ekonomi. Sebab, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) belum menampakkan hasil pandemi reda.

Direktur Institute For Demographic and Poverty Studies (Ideas), Yusuf Wibisono menyampaikan, pandemi yang masih jauh dari reda dan memaksakan adopsi new normal adalah sebuah pertaruhan besar yang berpotensi menjadi ledakan wabah kedua. "Kekhawatiran akan ledakan wabah kedua dari new normal sangat beralasan," kata Yusuf dalam keterangan pers, Kamis (11/6).

Baca Juga

PSBB belum menampakkan hasil pandemi akan reda, terlebih lagi tanpa PSBB. Belum lagi ditambah pada Juni banyak yang melanggar mudik. Masyarakat masih menanti kepastian apakah terdapat lonjakan kasus dari lebaran dan mudik, terkait lamanya waktu pelaporan dari pengujian spesimen.

Tanpa ledakan wabah saja, case fatality rate (CFR) Indonesia saat ini sudah di kisaran enam persen. Jika kematian PDP dan ODP turut diperhitungkan, CFR Indonesia bahkan berpotensi menembus 15 persen, setara dengan negara-negara yang kini paling keras dihantam Covid-19 seperti Prancis, Belgia, Italia, dan Inggris.

Jika dengan new normal kemudian eskalasi ledakan wabah kedua menjadi tak terkendali, sistem kesehatan dipastikan akan tumbang dan korban jiwa akan menjadi sangat besar. Maka menjadi sangat mahal biaya yang harus dibayar dari new normal di tengah pandemi meski diiringi protokol kewaspadaan dan kebijakan rem darurat (emergency brake policy) sekalipun. "Karena nyawa yang hilang tidak akan bisa dipulihkan kembali," kata Yusuf.

Dengan baru menguji 0,09 persen penduduk, kasus positif Covid-19 Indonesia telah menembus 34 ribu kasus. Maka membuka kembali aktivitas ekonomi dan interaksi sosial adalah sebuah eksperimen yang sangat berbahaya.

Yusuf menambahkan jika kapasitas pengujian Indonesia setara Brazil yang telah menguji 0,31 persen penduduknya, dengan rasio kasus per pengujian yang sama, kasus riil Covid-19 berpotensi hingga 98 ribu kasus. Jika kapasitas pengujian setara Malaysia (1,15 persen) atau Turki (1,78 persen), kasus riil berpotensi menembus 367-569 ribu kasus.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement