REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Wilda Fizriyani
Bengkel Teguh Wuryanto di Kecamatan Lawang, Kabupaten Malang telah berlangganan listrik PLN selama 23 tahun. Ia menuturkan, tagihan listrik biasanya hanya berkisar Rp 850 ribu sampai Rp 2,2 juta setiap bulannya.
Kemudian meteran listrik manual Teguh diganti atas permintaan PLN dengan sistem digital pada Januari 2020. Petugas PLN tetap mengontrol meteran digital seperti biasa di Februari 2020. Namun petugas tidak terlihat mendatangi bengkel Teguh sekitar Maret dan April. Meski demikian, tagihan yang diterima Teguh masih wajar seperti biasanya.
Berdasarkan fatur yang dimiliki Teguh, jumlah tagihan listrik pada Februari sekitar Rp 2.152.494. Kemudian di bulan berikutnya menurun menjadi Rp 921.067. Lalu tagihan menaik menjadi Rp 1.218.912 pada April 2020.
"Lalu di bulan Mei sudah membengkak dan ditagih Rp 20 juta yang awalnya sekitar Rp 800 ribu sampai Rp 2,2 juta," kata dia kepada wartawan di Lawang, Kabupaten Malang.
Teguhpun akhirnya mendatangi kantor PLN untuk meminta penjelasan mengenai kenaikan tagihan listrik di Mei 2020. PLN menyatakan lonjakan tagihan listrik akibat kapasitor yang sudah berusia tua. Kapasitor dengan sistem manual dianggap tidak sesuai dengan meteran model digital.
"Yang saya sesalkan kenapa pas perubahan dari manual digital pihak PLN tidak beri tahu ke pelanggan. Seharusnya kan pihak PLN satu atau dua bulan sebelumnya menyurvei dulu, apakah diganti digital layak atau harus diganti apa? Mungkin instalasinya atau kapasitornya sehingga kita harus persiapkan. Dan kapasitor itu biayanya mahal dan lain-lainnya juga," ucapnya.
PLN Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Malang kemudian memberikan klarifikasi tagihan listrik warga Malang yang melonjak Rp 20 juta di Mei 2020. Pelonjakan tagihan tersebut akibat kapasitor milik warga sudah tidak berfungsi dengan baik.
Manager PLN UP3 Malang, Mohammad Eryan Saputra mengatakan, pihaknya sudah melakukan survei dan konfirmasi kepada yang bersangkutan di lapangan. Hasilnya, peralatan kapasitor warga yang memiliki bengkel itu sudah tidak berfungsi dengan baik. "Dan mengakibatkan pemakaian listrik melonjak tanpa sepengetahuan yang bersangkutan," kata Eryan.
Menurut Eryan, warga bernama Teguh Wuryanto merupakan pelanggan Tarif Industri (I2) daya 23000 VA. Berdasarkan data PLN, lonjakan tagihan yang dialami Teguh tidak ada hubungan dengan perhitungan rata-rata tiga bulan untuk rekening dari April sampai Mei. Tidak ada kaitannya dengan naiknya tagihan listrik di mayoritas pelanggan rumah tangga.
Mengenai situasi ini, PLN dan pelanggan telah melakukan kesepakatan bersama. Pelanggan sudah bersedia menyelesaikan tagihan listrik yang naik 20 kali lipat menjadi Rp 20.158.686. Sementara PLN bersedia membantu memberikan keringanan pembayaran dengan cicilan.
Teguh Wuryanto mengatakan telah menerima keputusan dari pertemuannya dengan PLN, Rabu (10/6). Dia lapang dada dan menghentikan perjuangannya selama beberapa hari terakhir. "Dan itu murni datang dari hati nurani saya. Tidak ada tekanan dan paksaan dari pihak manapun," kata pria berusia 56 tahun ini kepada Republika, Kamis (11/6).
Keputusan mundur dalam memperjuangkan nasib tidak lepas dari berbagai pertimbangan. Teguh ingin lebih mengutamakan kebaikan untuk semua pihak. Dia juga ingin lebih fokus bekerja sehingga dapat berpenghasilan normal kembali.