Kamis 11 Jun 2020 00:12 WIB

Penjelasan Penambahan Pasien Covid-19 di Surabaya Tinggi

Angka tinggi akibat pergerakan pascalebaran dan massifnya tes yang dilakukan.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Ratna Puspita
Petugas memeriksa suhu tubuh pengunjung pada simulasi pembukaan pusat kuliner di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (10/6/2020). Simulasi pembukaan pusat kuliner dengan menerapkan protokol kesehatan tatanan normal baru itu, sebagai upaya membangkitkan kembali perekonomian pedagang yang sudah tiga bulan tutup akibat wabah COVID-19
Foto: ANTARA/BUDI CANDRA SETYA
Petugas memeriksa suhu tubuh pengunjung pada simulasi pembukaan pusat kuliner di Banyuwangi, Jawa Timur, Rabu (10/6/2020). Simulasi pembukaan pusat kuliner dengan menerapkan protokol kesehatan tatanan normal baru itu, sebagai upaya membangkitkan kembali perekonomian pedagang yang sudah tiga bulan tutup akibat wabah COVID-19

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Jatim, dr. Joni Wahyuhadi, mengatakan, pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di Malang Raya dan Surabaya Raya pada dasarnya menurunkan tingkat penularan (rate of transmission/RT) Covid-19 Jatim. Namun, ia mengatakan, sempat terjadinya peningkatan ketika PSBB Surabaya Raya tahap ketiga diduga akibat pergerakan pascalebaran dan massifnya tes yang dilakukan.

Joni menegaskan, massifnya tes yang dilakukan, baik itu rapid test maupun tes swab, akan sangat berpengaruh pada pergerakan penambahan pasien positif Covid-19. "Kalau ndak ingin kelihatan banyak, ya, ndak usah dites. Kalau ndak dites ndak kelihatan banyak. Tapi kita dosa besar," kata Joni di Gedung Negara Grahadi, Surabaya, Rabu (10/6).

Baca Juga

Joni mengungkapkan penting tes, baik itu rapid test maupun tes swab yang dilakukan secara massif. Menurutnya tes sangat penting untuk menentukan langkah lanjutan jika diketemukan pasien yang hasil rapid testnya reaktif, atau positif berdasarkan tes swab.

"Penting untuk menentukan apakah diisolasi, di-treatment dengan baik, supaya masalahnya teridentifikasi dengan baik. Jadi treatment-nya pas," ujar Joni.

photo
Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi (kanan). - (Antara)

Joni mengungkapkan alasan lain penambahan pasien positif Covid-19 di Jatim, utamanya di Surabaya terus tinggi. Yakni, karena tingkat serangan (attack rate) dan tingkat penularan (rate of transmission) yang terbilang masih tinggi. 

Attack rate adalah jumlah pasien yang terkonfirmasi positif Covid-19 per 100 ribu penduduk. Di Jawa Timur, kata Joni, tingkat atack rate-nya berada di angka 14,57 persen. 

Artinya dari 100 ribu penduduk Jatim, ada 15 orang yang terkonfirmasi positif Covid-19. Khusus Surabaya, atack rate-nya berada di angka 107,6 persen. Kemudian untuk Surabaya Raya angkanya 68,8 persen.

photo
Polisi mengikuti tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 di terminal penumpang kapal Ro-Ro, Jamrud Selatan, Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya, Jawa Timur, Rabu (10/6/2020). PT Pelabuhan Indonesia III (Persero) menggelar tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 massal gratis terhadap Anak Buah Kapal (ABK), pekerja pelabuhan, personel Polri dan TNI untuk mengetahui kondisi kesehatan mereka dalam upaya memutus rantai penularan COVID-19 - (DIDIK SUHARTONO/ANTARA FOTO)

Kemudian untuk rate of transmission, keseluruhan Jawa Timur berada di angka 0,86 persen. Khusus untuk Kota Surabaya berada di angka 1,1 persen, dan untuk Surabaya Raya angkanya 1,2 persen. Karena itu, menurutnya, wajar jika angka penambahan pasien positif Covid-19 harian di Jawa Timur berada di kisaran 300an orang.

"Kalau Jatim RT-nya 0,86 artinya seminggu atau 2 minggu ke depan itu sudah turun kasusnya karena di bawah satu. Itu berarti tidak akan mereplikasi sama banyaknya dengan minggu lalu. Surabaya angkanya 1,1 dan Surabaya Raya 1,2. Jadi pasti tambah minggu depan karena lebih dari satu," ujar Joni.

Joni mengingatkan, penyelesaian permasalahan Covid-19 ini berada di hulu. Artinya, harus betul-betul ditingkatkan kesadaran masyarakat untuk menjalankan protokol kesehatan seperti memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan. 

Jika kesadaran masyarakat tidak meningkat, maka seberapa banyaknya pun rumah sakit, tidak akan bisa menampung. Karena pasien pasti terus bertambah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement