Selasa 09 Jun 2020 12:07 WIB

Kasus Jenazah PDP Diambil Paksa, Ini Instruksi Kapolri

Kasus jenazah PDP Covid-19 direbut paksa warga terjadi di Makassar.

Rep: Haura Hafizhah/ Red: Andri Saubani
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.
Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Kapolri Jenderal Pol Idham Azis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kapolri Jenderal Polisi Idham Azis mengeluarkan Surat Telegram Nomor ST/1618/VI/Ops.2/2020 tanggal 5 Juni 2020 yang ditandatangani atas nama Kapolri oleh Kabaharkam Polri Komisaris Jenderal Polisi Agus Andrianto selaku Kepala Operasi Terpusat Kontijensi Aman Nusa II-Penanganan Covid-19 Tahun 2020. Hal tersebut dilakukan untuk menyikapi kasus pengambilan secara paksa jenazah pasien dalam pengawasan (PDP) Covid-19 oleh pihak keluarganya di Rumah Sakit Stella Maris, Makassar. Ahad (7/6).

"Surat telegram tersebut ditujukan kepada para kasatgas, kasubsatgas, kaopsda, dan kaopsres Opspus Aman Nusa II 2020 untuk berkoordinasi, bekerja sama, dan mendorong pihak rumah sakit rujukan Covid-19 untuk segera melaksanakan tes swab terhadap pasien yang dirujuk, terutama pasien yang sudah menunjukkan gejala Covid-19 memiliki riwayat penyakit kronis atau dalam keadaan kritis," kata Agus Andrianto dalam keterangan persnya yang diterima Republika, Selasa (9/6).

Baca Juga

Kemudian, ia melanjutkan, pasien yang bersangkutan berstatus positif atau negatif mengetahui hal tersebut. Dengan demikian, tidak timbul keraguan dari pihak keluarga kepada pihak rumah sakit terkait tindak lanjut penanganan pasien.

Lalu, Agus menambahkan, surat telegram tersebut juga memerintahkan para kasatgas, kasubsatgas, kaopsda (kapolda), dan kaopsres (kapolres) Opspus Aman Nusa II 2020 untuk berkoordinasi dan bekerja sama dengan pihak rumah sakit rujukan Covid-19. Tujuannya untuk memastikan penyebab kematian pasien apakah benar-benar korban Covid-19 atau tidak.

"Jika jenazah yang dimaksud telah dipastikan positif Covid-19 maka proses pemakamannya harus dilakukan sesuai prosedur Covid-19," kata dia.

Namun, menurut dia, jika jenazah terbukti negatif Covid-19, proses pemakamannya dapat dilakukan sesuai dengan syariat atau ketentuan agama masing-masing. Ia menegaskan kepada pihak keluarga atau kerabat bahwa proses persemayaman dan pemakamannya harus tetap menerapkan protokol kesehatan, yaitu memakai masker dan menerapkan jaga jarak.

"Terus berikan edukasi dan sosialisasi secara masif kepada masyarakat terkait proses pemakaman jenazah Covid-19 sehingga tidak terulang kembali kejadian seperti dalam video yang viral kemarin, termasuk jangan sampai ada lagi penolakan pemakaman pasien Covid-19 oleh masyarakat," kata dia.

Sebelumnya, sebuah video warga beredar di jejaring Whatsapp tentang satu jenazah diambil paksa oleh keluarganya dari RS ST, Makassar, Ahad (7/6). Belum dipastikan apakah jenazah tersebut positif Covid-19 atau tidak.

Dalam informasi yang beredar dari Whatsapp tersebut, peristiwa ini terjadi sekitar pukul 21.00 WITA. Awalnya aparat tak mengizinkan jenazah tersebut dibawa pulang pihak keluarganya. Dalam video terlihat sejumlah aparat berpakaian loreng dan keluarga dari jenazah tersebut saling bersitegang dan saling dorong.

Namun, akhirnya rombongan keluarga berhasil mendorong keranda itu meninggalkan halaman RS Stella Maris. Dalam video terpisah, di tengah jalan serombongan pembawa jenazah terlihat tak lagi mendorong keranda, tetapi sudah menggotongnya. Mereka juga mencegat sebuah mobil dan menaikkan jenazah tersebut ke dalam mobil.

Kepolisian Daerah Sulawesi Selatan (Polda Sulsel) akan menindak tegas para pelaku yang mengambil paksa jenazah berstatus PDP di Rumah Sakit Stella Maris, Makassar, pada Ahad (7/6) kemarin. Polda Sulsel mengatakan, para pelaku telah melakukan tindak pidana dan akan diproses secara hukum.

"Tindakan tersebut merupakan tindakan pidana dan akan kami proses secara hukum," kata Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Ibrahim Tompo saat dihubungi di Jakarta, Senin (8/6).

In Picture: Warga Makassar Tolak Ikuti Rapid Test Massal

photo
Warga berjalan di dekat spanduk penolakan mengikuti tes diagnostik cepat (Rapid Test) COVID-19 di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (8/6/2020). Penolakan warga untuk mengikuti Rapid Test secara massal yang terjadi di sejumlah wilayah di Kota Makassar tersebut diakibatkan karena kekhawatiran warga pada tingkat akurasi rapid test yang apabila hasilnya reaktif dinilai langsung positif COVID-19 - ( Antara/Abriawan Abhe )

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement