Sabtu 06 Jun 2020 15:00 WIB
IMF

Akankah Erdogan Akhirnya Menyerah pada IMF?

Akankan Erdogan takluk sama IMF terkait kondisi ekonomi Turki saat ini?

Presiden Recep Tayyip Erdogan. (Foto file-Anadolu Agency)
Foto:

IMF memperkirakan ekonomi Turki akan menyusut 5% pada 2020, inflasi menjadi 12%, dan pengangguran mencapai 17,2%. Beberapa prediksi melukiskan gambaran yang lebih suram yang bisa menyentuh 30%.

Lira Turki turun ke rekor terendah pada awal Mei lalu menyentuh 7,49 terhadap dolar AS, lebih buruk dari resesi Agustus 2018 sebesar 7,236. Anjloknya lira Turki ini disebabkan penurunan suku bunga bank dan kekhawatiran investor terhadap cadangan devisa Turki yang semakin menipis.

“Secara informal, inflasi di Turki sudah jauh di atas angka resmi. Pemotongan suku bunga berarti bank sentral membuka jalan bagi guncangan baru terhadap mata uang dan menyeret inflasi tinggi,” kata ekonom Turki, Selçuk Geçer.

Cadangan devisa bruto Turki turun dari 81,2 miliar dolar AS pada akhir 2019 menjadi 51,5 miliar pada 30 April 2020. Cadangan devisa mata uang asing bersih Turki sekitar 16,2 miliar dolar AS.

Data ini disampaikan mantan menteri keuangan Mahfi Egilmez. Namun, angka ini termasuk pertukaran mata uang dengan bank domestik. Setelah dikurangi, cadangan mata uang bersih bisa lebih rendah lagi.

Pada resesi 2018 atau Lira Crash, menyebankan inflasi melonjak hingga 25% dan dan pertumbuhan ekonomi Turki turun menjadi 5% dari 7% sebelumnya.

Dampak politiknya, untuk pertama kalinya, pada pemilu lokal, partai berkuasa --Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP)-- menderita kekalahan di beberapa kota besar termasuk Istanbul dan Ankara.

Sihir Erdogan selama 17 tahun membesarkan dan menguatkan ekonomi Turki seolah mulai redup. Pemerintah pun memutuskan tidak menggelar pemilihan umum sampai 2023.

Terbaru, Turki menghadapi krisis pandemi corona dengan kasus positif covid-19 di atas 150 ribu orang dan menyebabkan 4.000-an orang meninggal. Aktivitas ekonomi pun sebagian besar tutup.

Banyak kalangan telah meminta agar Turki memulai kerja sama dengan IMF. Setidaknya, IMF bisa menyuntikkan dana talangan untuk memperkuat cadangan devisa Turki yang memang tidak memadai untuk menopang utang, bayar impor, operasi moneter bank sentral, dan menjaga stabilitas lira atas dolar AS.

Namun Erdogan tetap kukuh untuk menolak IMF. Tanpa IMF, Turki optimistis ekonomi akan rebound dan lira semakin menguat. Turki dengan Erdoganomicsnya mengedepankan langkah-langkah taktis untuk menguatkan ekonomi daripada mengundang IMF.

Turki optimistis mampu membukukan pertumbuhan ekonomi 5 persen hingga dua tahun ke depan. Stabilitas lira juga diyakini bisa dijaga dengan berbagai cara termasuk swap mata uang dengan beberapa bank sentral negara lain.

Erdogan pun meluncurkan Paket Perisai Stabilitas Ekonomi dengan memberikan stimulus 15,4 miliar dolar AS (100 miliar lira Turki)  pada Maret lalu. Erdogan juga menunda pembayaran semua kewajiban utang, meringankan pajak, memberikan dorongan daya beli, hingga mengeluarkan kebijakan keringanan pembayaran bunga utang ke perbankan.

Dari paket stimulus ini Turki yakin bisa meredam inflasi dan membuka lapangan kerja untuk menekan tingkat pengangguran. Selepas lockdown (penguncian) pandemi corona, Erdogan optimistis ekonomi bergerak bagus dan tenaga kerja kembali terserap.

Pada Mei, indeks kepercayaan ekonomi Turki meningkat menjadi 61,7. Angka indeks kepercayaan konsumen ini melonjak 20,4% dari 51,3 pada bulan lalu. Turki harus menembus angka 100 indeks konsumen.

Kenaikan dari bulan ke bulan didorong oleh peningkatan indeks konsumen, sektor riil, jasa, perdagangan ritel, dan indeks kepercayaan konstruksi.Indeks kepercayaan konsumen merupakan indeks berupa angka dari gabungan sektor yang merangkum evaluasi, harapan, dan kecenderungan konsumen dan produsen tentang situasi ekonomi secara umum.

Data ini menunjukkan pandangan optimistis tentang situasi ekonomi Turki ketika indeks di atas 100. Sementara itu, indeks menunjukkan pandangan pesimistis ketika di bawah 100.

Sementara lira Turki, belakangan ini, menunjukkan keperkasaan atas dolar AS. Lira telah membuat "rebound yang mengesankan" --kenaikan terbesar dalam setahun-- setelah mencapai level terendah sepanjang masa di 7,269 per dolar AS.

Lira diprediksi berada pada 6,9 per dolar AS di akhir kuartal kedua 2020 ini. Saat ini, lira Turki sudah menjauhi angka 7 dolar, yakni di posisi 6,76. Atas indikator-indikator ini, Erdogan tampaknya masih jauh untuk menerima kehadadiran IMF kembali ke Turki. Erdogan, AKP, dan Turki masih lebih yakin dengan resep Erdoganomics dibanding resep IMF.

*Elba Damhuri, Managing Editor Republika Online (Republika.co.id) / Alumni Global Political Economy Universitas Newcastle Inggris

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement