Sabtu 06 Jun 2020 12:32 WIB

Pemimpin Amanah, Membawa Barokah (Bagian Pertama)

Pemimpin amanah adalah berkah yang hanya diberikan bagi umat yang taat kepada Allah

Pemimpin amanah (ilustrasi). Pemimpin amanah adalah berkah yang hanya diberikan bagi umat yang taat kepada Allah
Foto: republika
Pemimpin amanah (ilustrasi). Pemimpin amanah adalah berkah yang hanya diberikan bagi umat yang taat kepada Allah

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: KH Muhyiddin Junaidi, MA/Wakil Ketua Umum MUI Pusat

Dr Amirsyah Tambunan/Wakil Sekjen MUI Pusat

Amanah artinya jujur atau dapat dipercaya. Secara bahasa, amanah dapat diartikan sesuatu yang dipercayakan atau kepercayaan. Amanah juga berarti titipan (al-wadi'ah). Amanah adalah lawan kata dari khianat. Dan amanah terjadi diatas ketaatan, ibadah, al-wadi'ah (titipan), dan ats-tsiqah (kepercayaan). 

Dengan demikian sikap amanah merupakan sesuatu yang dipercayakan untuk dijaga, dilindungi, dan dilaksanakan dengan baik. Pemimpin yang amanah dan benar-benar membela kepentingan rakyatnya adalah sebuah keberkahan yang hanya diberikan bagi umat yang taat kepada Allah SWT. 

Sebagai contoh, amatlah tidak mungkin sebuah kelompok rampok dipimpin oleh seorang ustadz, kiyai,  cendikiawan,  dll. Sebaliknya apakah mungkin seorang penjahat memimpin kelompok para alim ‘ulama. Jawabnya tegas tidak.  

Untuk itu Rasulullah bersanda:

وقال صلى الله عليه وسلم ادالإمانة إلى من انتمنك ولا تخن من خانك

Artinya: Rasulullah bersabda: Sampaikan amanat kepada orang yang mempercayakan kepada kamu, dan jangan kamu berkhianat kepada orang yang mengkhianatimu. Dengan kata lain orang menolak kejahatan dengan cara yang baik dari para pengkhianat. 

Kerena itu wajib menyampaikan amanat kepada orang yang dipercaya agar para pengkhianat tidak menimbulkan kerusakab (mafsadat). Rasulullah juga berpesan agar kita tetap tidak berkhianat meskipun kepada dia sang pengkianat. 

Pesan Rasulullah tersebut senada dengan firman Allah, dimana Allah menyuruh kita untuk membalas setiap kejelekan dengan kebaikan. Sebab kebaikan tidak sama dengan kejelekan di mata Allah.

Tak jarang, seorang pemimpin menjadi cerminan siapa yang dipimpinnya. Menurut Rasulullah SAW, pemimpin yang tidak amanah disebut salah satu ciri kiamat segera terjadi. Seperti dalam sebuah hadits:

Dari Abu Hurairah r.a. berkata, tatkala Nabi SAW berada dalam suatu majelis, sedang berbicara dengan sahabat, maka datanglah orang Arab Badui dan berkata, “Kapan terjadi Kiamat?” Rasulullah SAW. terus melanjutkan pembicaraannya. Sebagian sahabat berkata, “Rasulullah SAW mendengar apa yang ditanyakan, tetapi tidak menyukai apa yang ditanyakannya . Berkata sebagian yang lain, “Rasulullah SAW tidak mendengar.” Setelah Rasulullah SAW menyelesaikan perkataannya, beliau bertanya, “Mana yang bertanya tentang Kiamat?” Berkata orang Badui itu, “Saya wahai Rasulullah SAW,“ Rasul saw. berkata, “Jika amanah disia-siakan, maka tunggulah Kiamat”. Bertanya (orang badui) “Bagaimana menyia-nyiakannya?” Rasulullah SAW menjawab, “Jika urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah Kiamat” (HR Bukhari). 

Selanjutnya Rasulullah SAW bersabda:

اذا كان اخر الزمان يرفع الله اربعة اشياء 

يرفع الله البركة من الارض ويرفع الله الرحمة من القلوب  ويرفع الله العدل من الحكام ويرفع الله الحياء من النساء  (رواه احمد.)

Tanda akhir zaman adalah empat, Allah akan mengangkat keberkahan dari bumi, mengangkat kasih sayang dari hati manusia, mengangkat keadilan dari para pemimpin dan mengangkat rasa malu dari wanita.(HR Achmad).

 

Pemimpin tak Amanah

Ada beberapa ciri pemimpin yang tidak amanah dan bisa mengancam kehidupan kaum yang dipimpinnya, di antaranya:

Pertama, tak memenuhi syarat sebagai seorang pemimpin. Menurut kesepakatan para ulama, syarat seorang pemimpin adalah: Islam, baligh dan berakal, lelaki, mampu (kafaah), dan sehat anggota badannya.

Kedua, pemimpin yang hanya mementingkan dirinya sendiri, keluarga, sahabat atau kelompoknya sendiri (ananiyah dan asobiyah) .

Ketiga, pemimpin yang berbuat  sewenang-wenang (khianat,  dzhalim). Ia memimpin hanya untuk meraih kekuasaan, uang, dan mendapat fasilitas dari negara. Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya akan datang di tengah-tengah kalian, para pemimpin sesudahku, mereka menasihati orang, di forum-forum dengan penuh hikmah, tetapi jika mereka turun dari mimbar mereka berlaku culas, hati mereka lebih busuk daripada bangkai. Barang siapa yang membenarkan kebohongan mereka, dan membantu kesewenang-wenangan mereka, maka aku ,bukan lagi golongan mereka, dan mereka bukan golonganku, dan tidak akan dapat masuk telagaku. Barang siapa yang tidak membenarkan kebohongan mereka, dan tidak membantu kesewenang-wenangan mereka, maka ia adalah termasuk golonganku, dan aku termasuk golongan mereka, dan mereka akan datang ke telagaku.” (HR. At-Thabrani).

Keempat,  pemimpin yang menyesatkan rakyat. Ini adalah tipe pemimpin yang paling dikhawatirkan Rasulullah SAW. Pemimpin seperti ini adalah pemimpin yang berbahaya, bahkan lebih berbahaya dari Dajjal laknatullah. Rasulullah SAW bersabda: “Selain Dajjal, ada yang lebih aku takuti atas umatku; yaitu para pemimpin yang sesat.” (HR Ahmad).

Kelima, pemimpin yang merusak tatanan sosial masyarakat. Seperti merajalelanya kemaksiatan, kejahatan, narkoba, perzinaan, dan tindakan kriminal lainnya, sehingga tampak kerusakan nyata,  tapi dibiarkan  atau ada "pembiaran" oleh penguasa.

Sebaliknya kepemimpinan yang amanah atas dasar iman dan taqwa dapat memberantas kemungkaran seperti disebut diatas.  Karena itu Allah memerintahkan dalam al-Qur'an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui (Qs. Al-Anfal 27).

Kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekadar kontrak sosial, antara pemimpin dengan rakyatnya, namun merupakan perjanjian antara pemimpin dengan Allah SWT. Bersumpah atas nama Tuhan Yang Maha Esa Allah SWT.  Karena itu tanggung jawab seorang pemimpin jauh lebih besar dari yang lainnya, karena tanggung jawab pemimpin adalah dunia akhirat. Berdasarkan al Qur'an surat  al 'araf 96:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ ٱلْقُرَىٰٓ ءَامَنُوا۟ وَٱتَّقَوْا۟ لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَٰتٍ مِّنَ ٱلسَّمَآءِ وَٱلْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا۟ فَأَخَذْنَٰهُم بِمَا كَانُوا۟ يَكْسِبُونَ   

Artinya: Jikalaug sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.

 

Pemimpin Amanah Berkah

Keberkahan bagi pemimpin dan yang dipimpin punya dimensi kepuasan spiritual  yang tidak bisa diukur oleh keunggulan material. Kemimpinan yang amanah merupakan jangkar (anchor)  bagi perjuangan untuk menegakkan keadilan dan kebenaran. Berani melawan arus untuk mekuruskan kemunkaran, kezaliman seperti yang dilakukan buya Hamka. Kerinduan kita kepa buya Hamka sangat kita rasakan ketika saat ini  mengahadapi kepemimpinan yang lemah,  karena belum mampu menegakkan keadilan dan memberantas kezalman. 

Sementara kesejahteraan  (prosperity) berbasis pada pemenuhan kepuasan material  degan segala ornamennya, sering membuat manusia terlena untuk memilikinya, sampai mengabaikan keadilan. 

Bahkan tak sedikit orang yang menggunakan cara yg tak terpuji demi menggapainya.

Berkolaborasi dgn kekuatan syaitanpun di lakukan dengan menghalalkan semua cara untuk memenuhi ambisi. Falsafah Michiavelli yg terkenal sebagai penyembah kekuasaan sering dijadikan jurus ampuh. Kita berlindung kepada allah dari perkataan itu (Naudzubilallah Min Dzalik). Semoga Allah SWT memberikan kekutaan dan kesehatan kepada kita sebagai pemimpin umat dan bangsa. Amin ya Allah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement