REPUBLIKA.CO.ID, oleh Muhammad Nursyamsi, Rahayu Subekti
Pandemi Covid-19 telah mengakibatkan 70 persen pesawat Garuda Indonesia harus berdiam di parkiran. Maskapai berpelat merah ini mengalami penurunan pendapatan drastis hingga 90 persen.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengatakan Garuda terdampak secara ekonomi lantaran belum normalnya operasional penerbangan. Irfan menyebut industri penerbangan di seluruh dunia sebenarnya juga mengalami hal serupa. Bahkan, Thai Airlines yang memiliki reputasi baik mengalami bangkrut akibat tak kuat menahan dampak pandemi.
Garuda, kata Irfan, terus mencari cara agar tetap mampu bertahan di situasi sulit saat ini. Dari sisi internal, Garuda mempercepat proses perjanjian kontrak terhadap 135 pilot dari 1.400 pilot dan co-pilot.
Kata Irfan, perusahaan tetap membayar gaji para pilot hingga akhir masa kontrak. Ia memastikan perusahaan memberikan hak yang kepada para pilot tersebut.
Selain itu, lanjut Irfan, Garuda juga melakukan penundaan dengan memotong gaji direksi, komisaris, sampai staf sejak April, tidak memberikan THR hingga ke anak usaha. Serta menawarkan para karyawan kontrak untuk dirumahkan sementara karena sepinya penerbangan saat ini.
"Oleh sebab itu, kita harus bereaksi. Manajemen Garuda sepakat PHK adalah opsi paling terakhir. Selama bisa dilakukan, ya kita lakukan segala macam agar itu bisa kita hindari. Kita banyak melakukan program internal untuk efisiensi," ujar Irfan saat konferensi video di Jakarta, Jumat (5/6).
Melihat sepinya angkutan penumpang komersial, Garuda beralih fokus pada penerbangan kargo saat ini. Selain kargo, ucap Irfan, Garuda juga melayani penerbangan repatriasi dari Indonesia ke negara lain maupun sebaliknya.
"Kemarin kita bawa pulang WNA Kolombia, dapat apresiasi setelah Garuda mendarat di Bogota. Sebelumnya ke Sao Paolo bawa lebih 300 warga Brasil yang ada di Indonesia," lanjut Irfan.
Irfan menyampaikan Garuda juga terus melakukan negosiasi perpanjangan sewa pesawat hingga negosiasi terhadap kewajiban utang yang telah jatuh tempo. Irfan berharap pemerintah memberikan relaksasi bagi Garuda.
"Kita harap setelah 7 Juni, Kemenhub dan Gugus Tugas ada kebijakan baru yang memungkinkan kita relaksasi dalam penerbangan ke depan. Relaksasi apa pun dari pemerintah, kita sebagai maskapai negeri akan sesuaikan dengan aturan tersebut," kata Irfan.
Keputusan pemerintah membatalkan pemberangkatan haji menambah daftar kerugian Garuda. Irfan menyebut pendapatan perusahaan dari penerbangan haji sekira 10 persen dari total pendapatan Garuda.
"Ini pukulan cukup besar buat Garuda karena dari tahun ke tahun, kami ini selalu menikmati di masa-masa seperti akhir tahun, Lebaran, dan haji," ujar Irfan.
Seperti masa Lebaran dan akhir tahun, lanjut Irfan, pada masa ibadah haji biasanya Garuda sangat sibuk dan selalu ada pelonjakan pendapatan yang cukup signifikan di masa-masa tersebut.
"Akibat kehilangan pendapatan tersebut, tentu saja kami mesti cari karena untung kami dari penerbangan jamaah haji itu tidak boleh banyak-banyak amat. Kami sepakat tidak boleh ambil untung dari aktivitas seperti itu. Didoakan sama jamaah yang naik Garuda jauh lebih penting dari pada untung gede," lanjut Irfan.
Kata Irfan, Garuda juga selalu diaudit oleh BPK sehingga perusahaan selalu berkomitmen melakukan pelayanan haji yang maksimal dan tidak mengambil untung terlalu besar.
"Kami masih berharap haji masih terbang, tapi ternyata tidak. Untung kami belum ada deal-deal yang mengeluarkan dana cukup besar untuk haji tahun ini. Semua kami pending habis corona," kata Irfan menambahkan.
Garuda pun menyambut positif rencana bantuan dana talangan pemerintah kepada maskapai pelat merah tersebut sebesar Rp 8,5 triliun akibat dampak pandemi Covid-19. Irfan Setiaputra mengaku sudah mendapat informasi perihal ini dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Irfan menerangkan dana talang merupakan pinjaman dan bukan bukan penanaman modal. "Kami gembira mendengar antusiasme Kemenkeu maupun BUMN dalam upaya memastikan dan membantu Garuda. Dalam kondisi Garuda hari ini yang penting pada dasarnya cash. Saya harap prosesnya bisa cepat karena situasi hari-demi hari sangat kritis," ujar Irfan.
Garuda, lanjut Irfan, akan berkoordinasi lebih lanjut dengan Kemenkeu dan Kementerian BUMN terkait detail bantuan dana talangan termasuk syarat, jangka waktu, hingga bunga. "Syaratnya pun ketat. Sinyal utama yang sudah disampaikan, ini tidak boleh diperuntukkan untuk membayar sukuk," ucap Irfan.
Irfan menyampaikan dana talangan rencananya ditujukan untuk modal kerja dan rencana efisiensi yang dilakukan Garuda. Ia mengaku sudah membeberkan sejumlah program dan rencana ke depan dari sisi penjualan dan pendapatan, maupun dari sisi efisiensi.
"Kami semua sepakat kalau pandemi ini lewat, dana ini turun, teman-teman di Kemenkeu dan Kementerian BUMN, Garuda bisa jauh lebih kompetitif, punya cost structure yang lebih sehat, dan punya manajemen yang lebih committed. Sudah sepakat, tapi urusan ini mesti ditandatangani," lanjut Irfan.
Ketua Umum Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiratmadja menilai saat ini industri penerbangan di Indonesia tengah memasuki masa yang sangat sulit. Maskapai bahkan terpaksa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) karena harus menghadapi kerugian.
Denon mengatakan untuk mengurangi kerugian yang derita, beberapa waktu belakangan ini, sejumlah maskapai penerbangan telah melakukan langkah antisipasi. Dia menjelaskan, saat ini dampak dari pandemi virus corona yang menyebarluas ke seluruh wilayah Indonesia membuat penurunan penumpang pesawat.
Denon mengatakan penurunan tersebut sudah terjadi sejak awal Maret 2020.
Berdasarkan hasil estimasi International Air Transport Association (IATA) dampak Covid-19 memang sangat bagi maskapai di Asia Pasifik. IATA menganalisa, pendapatan total global maskapai dunia akan melorot sebanyal 314 miliar dolar AS di tahun 2020. Angka tersebut merupakan penurunan 55 persen dibanding 2019.
Maskapai di Asia Pasifik diprediksi akan melihat penurunan paling signifikan hingga 113 miliar dolar AS di 2020. Estimasi yang dikeluarkan IATA pada bulan April itu didasarkan skenario jika pembatasan larangan terbang berlangsung ketat hingga tiga bulan, disusul pelonggaran perlahan di domestik, diikuti regional, dan interkontinental.
Regional Vice President, Asia-Pacific, IATA, Conrad Clifford, dikutip dari laman resmi IATA, mengidentifikasi Indonesia, India, Jepang, Malaysia, Filipina, Korea, Sri Lanka dan Thailand sebagai negara-negara yang maskapainya harus mengambil inisiatif untuk dapat keluar dari keterpurukan akibat pandemi. Indonesia diprediksi akan kehilangan 49 persen penumpang dibandingkan 2019.
IATA memprediksi Indonesia berpotensi kehilangan hingga 59 juta penumpang dan kehilangan pemasukan sebesar 8,225 juta dolar AS di tahun 2020. Sedangkan prediksi kemungkinan pekerjaan yang hilang di sektor penerbangan akibat Covid-19 bisa mencapai 2 juta orang.