REPUBLIKA.CO.ID, oleh Puti Almas, Adysha Citra Ramadhani, Febryan A, Wahyu Suryana
Selama vaksin Covid-19 belum tersedia, hidup dengan kewaspadaan dalam protokol kesehatan yang disiplin menjadi keharusan. Sosialisasi antaranggota masyarakat di era new normal otomatis akan berbeda.
Setiap negara memiliki ketentuan masing-masing mengenai jumlah orang yang diizinkan untuk bertemu di era new normal. Seperti Amerika Serikat (AS), negara dengan jumlah kasus Covid-19 terbesar di dunia yang sudah mengizinkan sosialisi antara warga kembali dilakukan.
Pada akhir Mei, pemerintah di dua negara bagian AS, New York dan New Jersey mengeluarkan perintah yang memungkinkan pertemuan terdiri dari 10 orang dilakukan. Kemudian sebagian negara bagian di Negeri Paman Sam dilaporkan berada dalam fase kedua pembukaan kembali yang memungkinkan individu untuk bertemu dengan lima orang setiap pekan.
Dilansir Today, seorang pakar kesehatan masyarakat sekaligus seorang dokter anak di bidang penyakit menular di Rumah Sakit Yale New Heaven, Dr Thomas Murray, mengatakan bahwa pertemuan antara orang-orang yang diizinkan kembali saat ini seharusnya tetap memiliki sejumlah batasan. Ia menekankan bahwa keamanan dalam berinteraksi tergantung dari jumlah penularan virus dalam sebuah komunitas dan tindakan pencegahan untuk mengurangi risiko infeksi.
Derek Chu, seorang sarjana kedokteran klinis di McMaster University di Ontario, Kanada, yang mempelajari cara paling efektif untuk mencegah Covid-19, mengatakan saat ini yang paling baik masih berupa mempertahankan interaksi kecil dengan teman dekat dan keluarga. Jika Anda mempertimbangkan untuk mengunjungi beberapa kelompok selama beberapa hari perlu diingat, semakin banyak orang yang Anda temui maka semakin tinggi risiko penularan infeksi virus.
Batasi kontak dekat yang berkepanjangan, terutama di area tertutup. Kenakan masker, terutama jika berada di dalam ruangan dan tidak dapat menjaga jarak setidaknya minimal 1,5 meter.
Meski di luar ruangan tetap jaga jarak fisik. "Makan malam di ruangan kecil dengan sejumlah orang di mana Anda tidak bisa mengenakan masker karena sedang makan, tentu saya akan berusaha menghindari (acara) ini," ujar Murray.
Berpelukan tetap menjadi satu hal yang harus dihindari. Meski beberapa orang, terutama sesama saudara atau keluarga dekat mungkin tak ingin melewatkannya. Jika tetap ingin berpelukan, cuci tangan sebelum dan sesudah, serta kenakan masker.
Murray merekomendasikan untuk menghubungi orang-orang yang menjadi peserta sebelum pertemuan. Jika pertemuan itu ada di rumah Anda, pertimbangkan untuk memberi tahu orang-orang sebelumnya tentang tindakan pencegahan yang Anda ingin mereka lakukan.
Sementara, saat memutuskan apakah akan hadir, pastikan Anda bersedia menghubungi semua orang di acara tersebut. Khususnya jika Anda mengalami gejala Covid-19 atau sakit setelahnya.
Salah satu bukti pentingnya berdisiplin dalam menerapkan protokol kesehatan adalah bukti adanya pasien-pasien sembuh Covid-19 yang kembali berstatus positif. Kejadian ini menunjukkan bahwa pasien sembuh Covid-19 mungkin saja masih memiliki virus meski sudah dipulangkan dari rumah sakit.
Hal ini diungkapkan oleh tim peneliti dari Affilated Hospital of Zunyi Medical University di China melalui sebuah studi yang dipublikasikan dalam JAMA. Melalui studi ini, tim peneliti mengumpulkan data klinis pasien-pasien yang sudah dinyatakan sembuh dari Covid-19 dan sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit rujukan Covid-19 di Porvinsi Guizhou, CHina.
Hasil studi mengungkapkan bahwa status positif Covid-19 bisa kembali muncul dalam rentang waktu 9 sampai 17 hari setelah pasien sembuh dipulangkan dari rumah sakit. Rentang waktu ini lebih lama dari periode 14 hari yang disebutkan dalam studi-studi sebelumnya.
Seperti dilansir Health24, fenomena kembali positifnya pasien Covid-19 yang sudah dinyatakan sembuh masih diinvestigasi oleh beberapa tim peneliti. Investigasi ini bertujuan untuk memastikan apakah status positif pada pasien-pasien tersebut disebabkan oleh infeksi baru atau kesalahan pada alat pengetesan.
Menurut Dr Oh Myoung Don dari Seoul National University Hospital, metode pengetesan RT-PCR yang digunakan saat ini tidak bisa membedakan material genetik aktif (RNA) dari virus dengan partikel virus mati yang tertinggal di tubuh pasien meski mereka sudah sehat kembali.
Dibutuhkan tes yang berbeda untuk menentukan apakah pasien-pasien yang kembali positif ini bisa menularkan penyakit. Menurut Korea Centers for Disease Control and Prevention, pasien-pasien sembuh di Korea Selatan yang kembali menunjukkan hasil positif memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menularkan virus.
Terlepas dari semua kemungkinan yang ada, saat ini data seputar kembali positifnya pasien-pasien Covid-19 yang sudah sembuh masih terbatas. Mengingat pasien yang kembali positif ini tidak mengalami gejala, dokter diharapkan tetap waspada mengenai kemungkinan pasien bisa kembali positif Covid-19 setelah dinyatakan sembuh.
Untuk masyarakat Tanah Air, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengingatkan tidak bereuforia dalam memasuki masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) fase transisi. Hal ini disampaikan karena sejumlah fasilitas publik sudah diizinkan beroperasi kembali.
"Perilaku yang euforia justru akan memicu kemunduran dari upaya pengendalian Covid-19 di Jakarta, yang sedikit banyak (sudah) mengalami penurunan," kata Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi dalam keterangannya yang telah dikonfirmasi Republika, Jumat (5/6).
Ia meminta masyarakat tetap disiplin melaksanakan protokol kesehatan. Jika tidak, kata dia, bisa saja terjadi gelombang kedua infeksi Covid-19 yang jumlah kasusnya jauh lebih banyak. "Jika hal ini yang terjadi ongkos sosial ekonominya akan sangat besar," ucap Tulus.
Ia menambahkan, perpanjangan PSBB ini boleh jadi adalah pil pahit bagi sektor usaha. Tetapi, lanjut dia, akan lebih pahit lagi jika pengendalian wabah Covid-19 ini gagal di tengah jalan.
Peneliti virus Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FKKMK) UGM, dr. Mohamad Saifudin Hakim, menegaskan pentingnya pemerintah tetap menerapkan aturan secara ketat di era new normal. Aturan memakai masker saat kegiatan di luar rumah, jaga jarak, menjaga kebersihan dengan cuci tangan, hindari kerumuman massa, dan membatasi aktivitas sosial adalah kunci kehidupan di saat vaksin Covid-19 belum ditemukan. "Melakukan isolasi dan karantina bagi yang terpapar virus dan lainnya," ujar Hakim.
Ia melihat, wacana pelonggaran PSBB dan penerapan new normal di Indonesia masih dipahami sebagian masyarakat sebagai strategi herd immunity secara bebas dan tidak terkontrol. Ia menjelaskan, strategi tersebut salah kaprah.
New normal yang dimaksudkan bukan berarti pemerintah membiarkan masyarakat beraktivitas layaknya tidak ada wabah. Konsep yang benar masyarakat mulai kembali menjalankan aktivitas secara biasa, tapi tetap menerapkan protokol kesehatan.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengumumkan perpanjangan PSBB pada Kamis (4/6). Namun, PSBB kali ini memperbolehkan sejumlah sektor publik untuk beroperasi kembali. Oleh karenanya, PSBB kali ini dinamakan PSBB transisi.
Pelonggaran dalam PBB transisi ini dilakukan secara bertahap. Pada pekan pertama (5-7 Juni 2020), fasilitas publik yang diizinkan beroperasi dengan kapasitas 50 persen di antaranya adalah rumah ibadah, fasilitas olahraga, dan mobilitas kendaraan pribadi serta kendaraan umum.
Pekan kedua (8-14 Juni), giliran perkantoran, rumah makan dan perpustakaan yang diizinkan beroperasi. Tapi tetap, kapasitasnya hanya 50 persen saja.
Pekan ketiga, sejumlah sektor yang akan dibuka di antaranya pusat perbelanjaan, kebun binatang, dan taman rekreasi dalam ruangan. Kapasitasnya juga 50 persen.