Jumat 05 Jun 2020 08:31 WIB

Pakar Hidrometalurgi ITB Dukung Program Hilirisasi Mineral

Program hilirisasi mineral dinilai dapat memberi manfaat besar bagi masyarakat.

Mineral Galena (ilustrasi)
Mineral Galena (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, KONAWE -- Rencana kedatangan 500 tenaga kerja asing (TKA) asal China menjadi polemik di tengah masyarakat karena mencuat di tengah pandemi Covid-19. Pemerintah melalui Juru Bicara Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi, Jodi Mahardi, menyatakan kedatangan 500 TKA tersebut bertujuan untuk mempercepat pembangunan smelter di kawasan Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI), Konawe, Sulawesi Tenggara. 

Saat ini, pengembangan industri hilir berbasis pengolahan dan pemurnian mineral seperti nikel menjadi salah satu sektor signifikan dalam skenario pemulihan ekonomi Indonesia pascapandemi. Program hilirisasi mineral ini diharapkan dapat memberi manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat Indonesia. 

Guru Besar Teknik Metalurgi ITB, Prof Zaki Mubarok, memberikan pandangannya terkait program hilirisasi mineral. "Sebagai seorang pengajar di Program Studi Teknik Metalurgi ITB, saya merupakan salah satu penggiat program hilirisasi mineral di Indonesia sejak lama bersama pemerintah dan berbagai stakeholders lainnya," ujarnya kemarin.

Menurut Prof Zaki, pada prinsipnya tujuan dari hilirisasi mineral ini adalah bagaimana mengubah keunggulan komparatif Indonesia dengan ketersediaan berbagai sumber daya mineral menjadi keunggulan kompetitif dengan tersedianya bahan baku untuk ketangguhan industri hilir di dalam negeri. Menurutnya, di sektor hulu peningkatan nilai tambah mineral yang ditambang dilakukan dengan kegiatan pengolahan dan pemurnian. 

"Pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian ini diharapkan dapat membuka lapangan pekerjaan baru, khususnya bagi masyarakat di daerah, pendapatan negara dalam bentuk pajak, dan memberikan multiplier effect (efek berganda) pada kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan industri tersebut," katanya.

Pemerintah sudah melarang ekspor bijih nikel per 1 Januari 2020, sebagai upaya untuk mendorong pengolahan dan pemurnian bijih nikel di dalam negeri. Sejak 2014 hingga kini sudah lebih dari 12 smelter nikel baru yang memproses bijih nikel laterit menjadi ferronickel dan nickel pig iron di Morowali, Konawe, dan Pulau Obi. 

Selain itu juga sudah dibangun dan beroperasi pabrik stainless steel di Morowali sebagai proses lebih lanjut dari ferronickel dan nikel pig iron.  Upaya Indonesia dalam menghentikan ekspor bijih nikel agar bisa diolah dan dimurnikan dulu di dalam negeri sebelum akhirnya diekspor ke luar negeri ini nantinya diproyeksikan untuk mengurangi defisit transaksi berjalan atau current account deficit (CAD) yang selama ini dialami Indonesia.

Menurut Prof Zaki, langkah pemerintah saat ini dengan terus mendorong pembangunan industri pengolahan dan pemurnian sudah tepat dan patut didukung. Terkait dengan pengolahan bijih nikel kadar rendah, Indonesia dapat memainkan peranan strategis ke depan dengan tumbuhnya industri mobil listrik yang diperkirakan meningkat pesat di dunia dalam 20 tahun ke depan.

Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyayangkan rencana kedatangan 500 TKA dari China ke Indonesia di tengah pandemi Covid-19. Presiden KSPI Said Iqbal menjelaskan, pada saat pandemi seperti sekarang ini, orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri.

"Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia," kata Iqbal melalui keterangan pers beberapa waktu lalu.

Dia mengatakan, alasan KSPI menolak masuknya TKA asal China untuk bekerja di perusahaan nikel di Kabupaten Konawe, adalah karena hal itu menyalahi status bencana yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi, yang seharusnya melarang kedatangan orang dari luar negeri, begitu juga sebaliknya.

Kemudian, alasan lainnya adalah karena rencana tersebut juga menyalahi Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. "Alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan,” ujar Iqbal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement