REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud Iwan Syahril mengatakan, pada era normal baru prioritas utama adalah keamanan, kesehatan, dan keselamatan siswa dan guru.
"Kalau daerahnya aman, tapi sekolah tidak aman, sekolah dilarang melaksanakan pembelajaran yang mengumpulkan massa. Begitu juga kalau komunitas sekolah menyampaikan tidak aman, tidak perlu dibuka," ujar Iwan dalam webinar di Jakarta, Kamis (4/6).
Menutup sekolah, katanya, bukan berarti pembelajaran tidak terjadi. Pilihannya bisa melaksanakan belajar dari rumah, baik secara daring, luring, atau blended. Yang terpenting orientasi pembelajarannya berdasar pada kebutuhan siswa.
Dia menambahkan jangan sampai penggunaan teknologi dalam pembelajaran jarak jauh, hanya memindahkan tatap muka ceramah di kelas. Siswa harus difasilitasi untuk aktif belajar, bukan berpusat pada guru.
"Sekarang tidak ada tuntutan yang kuat siswa harus ikut ujian. Ini menjadi kesempatan bagi guru dan kepala sekolah untuk membuat inovasi-inovasi yang relevan untuk kebutuhan belajar siswanya," ucapnya.
Dia menambahkan hal itu merupakan prinsip dari Merdeka Belajar yang didorong penerapannya dalam pembelajaran.
Kemendikbud saat ini juga tengah mengembangkan super aplikasi pendidikan yang dapat membantu siswa belajar lebih baik. Aplikasi itu jauh lebih canggih dan semudah penggunaannya seperti aplikasi gojek atau tokopedia.
“Dengan adanya pandemi ini, kita ingin mempercepat untuk mengakselerasi pemanfaatan aplikasi tersebut. Semoga bisa lebih cepat dari yang direncanakan,” kata Iwan.
Hasil survei Tanoto Foundation kepada guru, kepala sekolah, orangtua, dan siswa dari 454 sekolah dan madrasah mitra menunjukkan siswa lebih senang belajar dari rumah.
Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation, M Ari Widowati mengatakan 48,3 persen siswa senang dengan belajar di rumah karena gurunya membuat mereka belajar lebih menarik, bervariasi, dan bermakna.
"Praktik baik itu perlu disebarkan agar lebih banyak siswa yang belajar dengan baik walaupun di rumah. Karena masih ada 46,8 persen lagi siswa yang menyatakan belajar di rumah tidak menyenangkan, dengan alasan terbanyak adalah terlalu banyak tugas dari guru," kata Ari.
Pada masa pandemi, Tanoto Foundation tetap melatih dan mendampingi para guru, kepala sekolah, pengawas, dan dosen LPTK dan menyesuaikan materinya dengan konteks pembelajaran berbasis teknologi, daring, dan luring.
"Konsep pelatihan kami adalah pembelajaran dengan menerapkan unsur MIKiR atau mengalami, interaksi, komunikasi, dan refleksi, sehingga siswa bisa aktif dan mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam pembelajaran jarak jauh,” paparnya.