REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA--Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat (Jabar) belum menentukan sikap terkait aktivitas pendidikan umum memasuki fase kenormalan baru (new normal) atau adaptasi kebiasaan baru (AKB). Namun, pembahan soal proses pembelajaran di pondok pesantren (ponpes) akan segera dibahas."Kami belum membahas (pendidikan umum). Kita baru akan bahas soal pesantren, karena di wilayah kita banyak pesantren," kata Wakil Gubernur (Wagub) Jabar Uu Ruzhanul Ulum, di Kota Tasikmalaya, Kamis (4/6).
Pemprov Jabar berencana mengadakan pertemuan secara virtual dengan perwakilan pimpinan pondok pesantren di wilayah Jabar pada Jumat (5/6). Selain itu, pihaknya juga akan mengundang organisasi terkait untuk menentukan mekanisme pembelajaran di pondok pesantren pada masa pandemi Covid-19. Artinya, kebijakan yang akan diambil nanti menunggu masukan dari pihak terkait. Terkadang pemerintah tak memahami secara rinci seluk beluk proses pembelajaran di pesantren.
Uu mengatakan, berbagai hal yang akan dibahas pada pertemuan besok adalah soal sistem belajar, shalat berjamaah, dan makan bersama. "Karena pesantren itu ada dua jenis, salafi dan moderin. Itu berbeda kondisi penanganannya," kata dia.
Sebelumnya, Kantor Kementerian Agama (Kemenag) di beberapa daerah telah menentukan sikap untuk menyambut kedatangan santri, terutama yang berasal dari luar daerah. Kantor Kemenag Kabupaten Tasikmalaya misalnya, mengharuskan santri dari luar daerah yang akan kembali ke pesantren harus membawa surat keterangan sehat dari puskesmas.
Ketika santri datang, mereka akan diperiksa terlebih dahulu oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di pesantrennya masing-masing. Pemeriksaan itu antara lain mengecek surat-surat kesehatan dan suhu tubuh santri yang datang.
"Bila diketahui suhunya di luar normal, akan dilakukan rapid test. Kalau reaktif, akan dirujuk ke rumah sakit," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Kabupaten Tasikmalaya, Harun Harosid.