Rabu 03 Jun 2020 17:59 WIB

Memerinci Anggaran Bansos dan Suntikan Dana untuk BUMN

Pemerintah memperpanjang periode penyaluran bansos namun nilainya berkurang setengah.

Sejumlah petugas saat mendistribusikan Bantuan Sosial (Bansos) Presiden di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta. (ilustrasi)
Foto: republika/Putra M. Akbar
Sejumlah petugas saat mendistribusikan Bantuan Sosial (Bansos) Presiden di kawasan Kebon Jeruk, Jakarta. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Sapto Andika Candra

Pemerintah memutuskan untuk menambah sejumlah belanja dalam penanganan Covid-19. Penyaluran bantuan sosial (bansos) yang semula hanya akan diberikan sampai Juni 2020 diperpanjang hingga Desember, namun nilainya berkurang hingga separuhnya.

Baca Juga

Menteri Keuangan Sri Mulyani, Rabu (3/6), menerangkan, perpanjangan periode penyaluran ini berlaku untuk bansos sembako di Jabodetabek, bansos tunai untuk warga non-Jabodetabek, dan bansos dana desa. Untuk bansos sembako dan bansos tunai, akan diperpanjang sampai Desember 2020.

Jika sebelumnya penerima bansos mendapatkan Rp 600 ribu per bulan, nilai yang akan diterima pada periode Juli hingga Desember 2020 menjadi Rp 300 ribu per bulan. Perpanjangan dan penurunan jumlah bansos ini berlaku untuk bansos Jabodetabek dan non-Jabodetabek.

"Presiden juga memutuskan penyaluran bansos ini akan dilakukan secara tunai. Akan dilakukan transfer ke nama dan akun mereka sesuai dengan data Kemensos atau kerja sama dengan Pemda," ujar Menkeu usai rapat terbatas bersama Presiden Jokowi, Rabu (3/6).

Selanjutnya, bansos dana desa juga diperpanjang. Berbeda dengan bansos sembako untuk warga Jabodetabek dan bansos tunai untuk warga non-Jabodetanek, bansos dana desa hanya diperpanjang hingga September 2020. Nilai manfaatnya juga turun menjadi Rp 300 ribu per bulan untuk periode Juli-September.

Total alokasi bansos tunai untuk warga non-Jabodetabek sebesar Rp 32,4 triliun. Sementara, anggaran untuk bansos bagi warga Jabodetabek sebesar Rp 6,8 triliun.

Pemerintah mencatat, seluruh bansos ini mayoritas diterima oleh keluarga penerima manfaat (KPM) yang bekerja sebagai petani, peternak, dan pekebun dengan jumlah 18,4 juta orang. Sisanya, diterima oleh pedagang dan pekerja sektor swasta sebanyak 4,2 juta orang, pekerja bangunan 3,4 juta orang, pekerja pabrik 3,3 juta orang, dan pekerja komunikasi 1,3 juta orang. Lalu ada nelayan sebanyak 900 ribu orang yang juga menerima bansos.

"Ini sudah mencakup 40 persen masyarakat. Sebagai dukungan pemerintah untuk menahan daya beli agar tidak turun akibat Covid-19, terutama di level akar rumput," jelas Sri.

Selain, bansos untuk masyarakat terdampak Covid-19, pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk program pemulihan ekonomi yang menyasar Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menurut Sri Mulyani, ada 12 BUMN yang akan mendapat suntikan dana tambahan, baik berupa penyertaan modal negara (PMN), dana talangan, atau pembayaran kompensasi piutang oleh pemerintah.

BUMN pertama yang mendapat dana tambahan adalah PT PLN (persero), dengan suntikan dana Rp 45,4 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk subsidi diskon listrik yang diperpanjang sampai enam bulan, PMN, dan pembayaran kompensasi piutang pemerintah.

Selanjutnya ada PT Hutama Karya yang akan mendapat PMN Rp 11 triliun. Angka ini naik dari rencana awal, yakni Rp 3,5 triliun. Kenaikan PMN ini, menurut Sri, akan digunakan untuk menguatkan kemampuan PT Hutama Karya dalam merampungkan proyek strategis nasional (PSN) seperti pembangunan tol dan jalan di Sumatra.

BUMN ketiga adalah PT KAI (perser), yang akan mendapatkan dana talangan sebesar Rp 3,5 triliun. KAI dianggap layak mendapat suntikan dana karena operasionalnya terpukul akibat penerapan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah wilayah.

Keempat, PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) dengan PMN Rp 6 triliun dan PMN nontunai Rp 268 miliar. Bahana berperan menjamin kredit yang disalurkan PT Jamkrindo dan PT Askrindo. Seperti diketahui, pemerintah menugaskan Jamkrindo dan Askrindo untuk memberikan jaminan bagi kredit modal kerja yang diberikan oleh lembaga keuangan perbankan kepada UMKM di bawah Rp 10 miliar.

BUMN kelima yang mendapat suntikan dana adalah PT Perkebunan Nusantara. Angkanya belum diungkap oleh Sri Mulyani.

Keenam, PT Permodalan Nasional Madani (PNM) dengan nilai PMN Rp 2,5 triliun. Angka ini naik dari rencana awal, yakni Rp 1 triliun. PNM sendiri mendapat penugasan pemerintah untuk menambah kapasitas penyaluran kredit ultra mikro di bawah Rp 10 juta.

BUMN ketujuh dan kedelapan adalah PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) dan PT Krakatau Steel (KRAS). Sri tidak menyebutkan berapa jumlah suntikan dana yang akan diberikan kepada dua BUMN tersebut. Namun ia menyebut bahwa Menteri BUMN Erick Thohir sedang menyusun skema terbaik untuk memberi dukungan kepada Garuda dan Krakatau Steel.

BUMN kedelapan adalah Perum Perumnas yang akan mendapat tambahan dana Rp 650 miliar. "Untuk perumahan seperti yang kami sampaikan untuk mendukung demand side-nya, maupun kapasitas untuk menyerap rumah yang dibangun bagi masyarakat berpendapatan rendah," jelas Sri.

Selanjutnya ada PT Pertamina (persero) yang akan mendapat pembayaran biaya kompensasi. Menkeu sendiri tidak menyebutkan angkanya. Kendati begitu, Sri meminta Menteri BUMN melihat seluruh struktur neraca untuk memastikan perusahana juga melakukan efisiensi.

"Sehingga tetap terjaga neracanya sambil mereka terus melakukan tugas yang memang dimintakan pemerintah. Seperti menjaga stabilitas pasokan BBM di seluruh Indonesia," jelas Sri.

Dua BUMN terakhir yang mendapat suntikan modal adalah PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau ITDC dengan tambahan dana sebesar Rp 500 miliar dan Perum BUlog sebesar Rp 10,5 triliun.

Menkeu menjelaskan, ITDC mendapat suntikan dana karena sektor pariwisata memang menjadi fokus pemerintah dalam pemulihan ekonomi ke depan. Sementara, Bulog sendiri ikut terlibat dalam penyaluran bantuan sosial.

Menkeu menjelaskan, ke-12 BUMN tersebut diprioritaskan karena operasionalnya terdampak Covid-19 dan memiliki peran sentral dalam program pemulihan ekonomi ke depan.

"Dianggap memiliki pengaruh besar terhadap hajat hidup masyarakat, peranan dari sisi sovereign status-nya, memiliki exposure yang besar terhadap sistem keuangan, dan dimiliki pemerintah dengan aset total yang besar," ujar Menkeu.

Melebarnya defisit APBN

 

Sri Mulyani mengungkapkan, total anggaran yang disiapkan pemerintah khusus untuk pemulihan ekonomi mencapai Rp 589,65 triliun. Bila ditambah dengan anggaran kesehatan Rp 87,55 triliun, maka keseluruhan anggaran pemerintah untuk penanganan Covid-19 mencapai Rp 677,2 triliun.

Ia mengakui, bengkaknya biaya penanganan Covid-19 yang didalamnya juga ada alokasi anggaran untuk pemulihan ekonomi, mengakibatkan semakin melebarnya defisit APBN 2020. Defisit APBN tahun 2020 disebut melebar hingga Rp 1.039,2 triliun atau 6,34 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka ini lebih tinggi daripada perhitungan pemerintah yang dituangkan dalam Perpres 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN Tahun Anggaran 2020. Dalam aturan itu disebut bahwa defisit anggaran tahun ini sebesar 852,9 triliun atau 5,07 persen dari PDB.

"Kenaikan defisit ini akan tetap kita jaga dengan hati-hati seperti tadi instruksi presiden, dari sisi sustainibility dan pembiayaannya. Kami akan gunakan berbagai sumber pendanaan dengan risiko terkecil dan biaya paling rendah," ujar Sri.

Demi menutup defisit ini, pemerintah akan menggunakan sumber pembiayaan yang memungkinkan. Termasuk salah satunya adalah sumber internal pemerintah seperti saldo anggaran lebih, dana abadi, dan penarikan pinjaman program dengan bunga rendah. Selain itu, pemerintah juga akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) di pasar domestik dan global.

"BI juga mendukung dengan penurunan giro wajib minumum. BI juga bertindak sebagai standby buyer dalam pasar perdana. Serta dari sisi dukungan BI untuk berbagai program yang melibatkan pembiayaan below the line," ujar Menkeu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, program pemulihan ekonomi nasional (PEN) disiapkan demi menahan laju perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional. Seperti diketahui, pada kuartal I 2020 lalu ekonomi Indonesia hanya mampu tumbuh 2,97 persen. Angka ini juga diprediksi akan memburuk pada kuartal kedua ini.

"Pada kuartal kedua, ketiga, keempat, kita harus mampu menahan agar laju pertumbuhan ekonomi tidak merosot lebih dalam, tidak sampai minus, dan bahkan kita harapkan kita pelan-pelan mulai bisa rebound," jelas Presiden Jokowi dalam pembukaan rapat terbatas tentang program PEN, Rabu (3/6).

Presiden meminta seluruh program PEN yang sudah dirancang agar segera diberlakukan di lapangan. Sejumlah program pemulihan ekonomi yang disiapkan antara lain subsidi bunga UMKM, penempatan dana untuk bank-bank yang terdampak restrukturisasi, penjaminan kredit modal kerja, suntikan modal untuk BUMN, dan investasi pemerintah untuk modal kerja.

"Saya harapkan, saya minta, dan saya ingin pastikan segera oeprasional di lapangan," ujar Jokowi.

Selain menahan laju perlambatan ekonomi, program PEN juga diyakini mampu membantu industri padat karya untuk tetap bertahan. Dengan begitu, tenaga kerja tetap terserap karena pemutusan hubungan kerja (PHK) dapat dihindari.

"Sektor industri padat karya perlu menjadi perhatian. Karena sektor ini menampung naker sangat banyak sehingga guncangan sektor ini berdampak pada para pekerja dan ekonomi keluarganya," jelasnya.

photo
DKI dan pemerintah pusat silang pendapat soal penyaluran Bansos. - (Republika/Berbagai sumber diolah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement