REPUBLIKA.CO.ID, VATICAN CITY -- Paus Francis mengutuk segala bentuk rasisme dan kekerasan yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan sejumlah negara lainnya. Pernyataan Francis terkait dengan kematian George Floyd oleh seorang perwira polisi di Minneapolis, yang menimbulkan gelombang aksi protes di seluruh AS.
"Kita tidak bisa menutup mata dari rasisme dan pengucilan, namun kekerasan adalah bentuk merusak diri sendiri dan mengalahkan diri sendiri," ujar Francis.
Paus Francis berharap, pemerintah AS dapat melakukan rekonsiliasi dan perdamaian nasional. Dia menyebut bahwa kematian Floyd sangat tragis. Francis mengirimkan doa untuk Floyd dan orang-orang yang meninggal dunia karena rasisme.
Gelombang aksi protes atas kematian Floyd meluas di berbagai kota di AS dan dunia. Floyd ditangkap karena menggunakan uang 20 dolar AS palsu di sebuah toko. Dalam sebuah rekaman video, Floyd diborgol dan tidak memberontak dalam penangkapan tersebut. Namun, polisi mengklaim bahwa dia sempat melawan ketika ditangkap.
Seorang perwira polisi, Derek Chauvin menekan lututnya di bagian leher Floyd hingga dia tak bisa bernafas. Sementara, berdasarkan rekaman video, dua polisi lainnya menekan lutut mereka di bagian punggung Floyd. Dia dibawa ke rumah sakit, namun nyawanya tak tertolong.
Kematian Floyd adalah kasus terbaru dari kebrutalan polisi terhadap pria kulit hitam yang tertangkap dalam rekaman video. Hal ini memicu protes atas rasisme dalam penegakan hukum AS.
Insiden baru ini juga menghidupkan kembali ketegangan rasial di negeri Paman Sam. Kematian Floyd memiliki kemiripan dengan kematian Eric Garner, yang meninggal dalam sebuah penangkapan pada 2014 di New York. Ketika itu, Garner berulang kali mengatakan kepada polisi,"Saya tidak bisa bernapas."