Rabu 03 Jun 2020 14:03 WIB

Petani Penyangga Tatanan Negeri

Kebijakan pemerintah tidak memusuhi dan menelantarkan nasib petani nasional.

Darmawan Setyobudi, Kepala Subbagian Analisis Data, Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian.
Foto:

Ancaman krisis pangan terjadi di tengah pandemi Covid-19. Hal ini disebabkan adanya karantina wilayah (lockdown) di sejumlah negara menyebabkan distribusi terhambat. Selain itu faktor cuaca mempengaruhi produksi di dalam negeri.

Akibatnya, sebanyak 195 juta orang terancam kehilangan pekerjaan, 420 sampai 580 juta peningkatan orang miskin, perdagangan dunia menurun pada kisaran 13 hingga 32 persen, pun sebanyak 40,1 persen perjalanan turis dunia menurun (sumber; world economic outlook IMF, April 2020).

Dampak besar dari semua itu adalah terjadinya resesi ekonomi global sudah di depan mata. Krisis akibat pandemi Covid-19 ini turut dirasakan Indonesia.

Sejumlah lembaga memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia bakal merosot. Hal ini akan berimbas pada peningkatan jumlah orang miskin di tanah air. Perekonomian global pada tahun 2020 diprediksi tumbuh negatif atau mengalami resesi -3 persen.

Penyebab terjadinya masalah pangan dampak dari pandemi ini diantaranya ada pembatasan ekspor beras dari Vietnam, india dan Thailand. Kemudian, pada April dan Maret tahun ini terjadi pergeseran musim tanam dan distribusi sarana produksi antar wilayah menjadi masalah serius.

Namun demikian, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertanian telah menyiapkan beberapa skenario untuk mengatasi dampak pandemi ini. Di antaranya dengan melakukan relaksasi Pembiayaan Pertanian seperti KUR, melakukan Intensifikasi beberapa lahan yang sub optimal, melakukan ekstensifikasi pertanian dengan pembukaan lahan baru yang bekerjasama dengan Kementerian BUMN, subsidi logistik dari daerah surplus ke daerah defisit. Optimalisasi pasar mitra tani yang dipasok dari petani langsung, kerja sama dengan mitra jasa distribusi serta menggalakkan bertani dari lahan dan pekarangan sendiri.

Isu produksi dan distribusi pangan menjadi sangat menarik, suplay pangan sampai dengan agustus 2020 relatif aman, beras mengalami surplus 7,5 juta ton. Tetapi masih ada beberapa provinsi yang mengalami defisit. Hal ini karena distribusi yang tidak lancar, sehingga pemerintah melalui Kementerian Pertanian dan melibatkan beberapa stakeholder berupaya untuk mengurai masalah distribusi ini.

Dalam jangka pendek, pertama, kebijakan logistik dan rantai pasok pangan dengan melibatkan BUMN Pangan, koperasi dan swasta nasional dengan pendekatan inovasi 4.0 perlu didorong. Kedua, memperluas akses petani, peternak,nelayan dalam jaring pemasaran daring, kementerian pertanian telah menggandeng beberapa ecommerce dengan pendekatan jemput bola untuk mengurangi kesenjangan antara produsen dengan konsumen.

Ketiga, stimulus ekonomi bagi petani. Sebanyak 2,7 juta petani terdampak mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah dengan diberikan bantuan sarana produksi agar tetap bisa bangkit di tengah dampak pandemi ini. Ke empat, Kementerian pertanian melalui kegiatan Pekarangan Pangan Lestari dengan menambah jumlah rumah tangga yang akan menjadi sasaran kegiatan ini, dengan harapan memunculkan Gerakan Produksi Skala Rumah Tangga.

Berbagai kebijakan terobosan Kementerian Pertanian yang dikomandai Syahrul Yasin Limpo dalam menghadapi ancaman nyata pandemi virus corona tersebut patut didukung semua pihak. Petani tidak semata-mata dimanjakan dengan bantuan bersifat konsumtif, namun petani di arahkan untuk menjadi penyangga tatanan negeri karena menjadi agen utama membangun pertanian yang maju, mandiri dan modern.

Karena itu, marilah kita sadari bersama kelemahan pengisi kemerdekaan bangsa sekarang adalah empati dan menyatu dengan perasaan masyarakat petani. Ingatkah kita dengan istilah ‘Indonesia Menggugat’ yang menggambarkan penderitaan petani akibat sistem tanah paksa dan kebijakan agraria kolonial.

Intinya, pentingnya kedaulatan pangan dan menyadari pentingnya petani dan membuat pujian untuk kaum tani dengan membuat akronim Petani adalah Penyangga Tatanan Negara Indonesia. Kedekatan dengan petani mestinya tidak hanya berupa lisan, tetapi menjadi bagian dari kehidupan mereka sehingga roh kebijakan tidak artifisial dan benar benar bisa diimplementasikan dan dirasakan untuk petani kita.

Beberapa bantuan berupa sarana prasarana pertanian banyak digelontorkan kepada masyarakat, kita lupa bahwa sisi sosial/ psikologis petani tidak kita sentuh, tidak kita perhatikan. Apakah cukup dengan memberikan bantuan saja?

Regulasi kemandirian dan menumbuhkan jiwa sosial jiwa kekeluargaan antar sesama sangat dibutuhkan. Tidak hanya cukup dikasih bantuan, karena sejatinya kehadiran pemerintah dan beberapa stakeholder di tengah kehidupan petani akan lebih mengena dengan pendekatan ikatan emosional.

Tulisan ini hanyalah sebuah wacana dari beberapa literasi yang menarik untuk penulis improvisasi, dengan harapan bisa menjadikan cambuk kita semua untuk menyadari marwahnya petani yang sebenarnya jangan lah hanya menjadi objek semata untuk kepentingan individu para pencari keuntungan pribadi. Pakailah rasa dan pendetakan teposliro agar tahu yang sebenarnya terjadi, bukan berasal dari wacana media mainstream yang penuh intrik. Salam Petaniku.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement