Selasa 02 Jun 2020 15:26 WIB

KPU: Dana Pilkada dengan Protokol Covid Harus Dibiayai APBN

Penambahan anggaran untuk Pilkada dengan protokol Covid-19 harus lewat APBN

Rep: Mimi Kartika/ Red: Esthi Maharani
Komisioner KPU, Viryan Aziz
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Komisioner KPU, Viryan Aziz

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI sedang menyusun segala kebutuhan tambahan untuk pelaksanaan Pilkada 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan penanganan Covid-19. Komisioner KPU RI, Viryan Aziz mengatakan, tambahan anggaran ini sepenuhnya harus dibiayai pemerintah pusat melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN).

"Tentunya isu ini bukan lagi APBD, kami sampaikan pada kesempatan ini sudah clear, sepenuhnya penambahan anggaran harus lewat APBN," ujar Viryan dalam diskusi virtual, 'PSBB: Pilkada Serentak Berisiko Berat', Selasa (2/6).

Viryan menjelaskan, risiko keuangan dampak menyelenggarakan Pilkada pada 9 Desember nanti bukan semata-mata terkait pengadaan dana. Melainkan juga, pengelolaan, pencairan, sampai pertanggungjawaban anggaran, terlebih lagi, ada anggaran tambahan yang berasal APBN apabila disetujui pemerintah.

Menurut dia, kebutuhan anggaran sebagai implementasi protokol Covid-19 dalam setiap tahapan pemilihan harus dirinci secara detail. Penyelenggaraan Pilkada di tengah pandemi Covid-19 harus berjalan dengan penerapan protokol kesehatan secara ketat dan dipatuhi semua pihak.

Sehingga risiko terpapar virus corona saat pelaksanaan tahapan pemilihan hingga pemungutan suara pada 9 Desember 2020 dapat dihindari. Risiko pilkada jadi ajang penularan Covid-19 yang dikritisi sejumlah pegiat pemilu dan mereka mendesak penundaan pilkada hingga 2021.

Kemudian, lanjut Viryan, risiko hukum muncul terhadap potensi gugatan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pilkada. Perppu yang menjadi landasan hukum penundaan pilkada bahwa pemungutan suara Desember 2020, bergeser dari jadwal semula September 2020.

Perppu Pilkada juga menyebutkan, pilkada dapat ditunda dan dijadwalkan kembali apabila pemungutan suara serentak tidak dapat dilaksanakan Desember karena Covid-19 belum berakhir. Viryan mengatakan, pemungutan suara dipertegas ketika Indonesia tidak dalam status bencana nasional.

"Pemungutan suara dipertegas tidak dalam status bencana nasional maka merujuk pada keputusan presiden (kepres), apakah bila pada bulan Desember kepresnya belum dicabut, pemungutan suara bisa dilaksanakan atau tidak," kata Viryan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement