REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Petugas Karantina Pertanian Surabaya wilayah kerja Tanjung Perak menggagalkan pengiriman 218 ekor burung Punglor atau yang biasa dikenal burung Anis, dari Nusa Tenggara Timur (NTT). Burung-burung yang dikirim menggunakan kapal Niki Sejahtera tersebut dicegah masuk Surabaya lantaran tanpa disertai dokumen yang dipersyaratkan.
"Punglor dari NTT tergolong burung dengan harga tinggi. Selain NTT, Punglor juga dapat ditemui di Jawa, Kalimantan, dan Sumatera," kata Sumitro, petugas yang melakukan pemeriksaan di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Senin (1/6).
Sumitro menjelaskan, penggagalan masuknya 218 burung Punglor tersebut berkat infomasi dari masyarakat terkait pengiriman dari NTT ke Surabaya. Informasi tersebut pun segera ditindaklanjuti oleh petugas karantina dengan melakukan koordinasi bersama Kesatuan Pelaksanaan Pengamanan Pelabuhan (KP3) Tanjung Perak, Surabaya.
"Setelah dilakukan pemeriksaan di kapal Niki Sejahtera ternyata ditemukan ratusan burung tanpa dokumen tersebut,” ujar Sumitro.
Sumitro menjelaskan, modus yang digunakan para penjual burung adalah menitipkan burung kepada Anak Buah Kapal (ABK). Nantinya, burung diambil seseorang atau pembeli di Pelabuhan Tanjung Perak, tempat dimana kapal Niki Sejahtera tersebut bersandar.
"Selama periode Januari hingga Mei 2020, penggagalan kali ini merupakan yang ke-10. Namun merupakan yang pertamakalinya dari NTT,” kata Sumitro.
Punglor atau Anis merupakan burung yang cukup digemari di Indonesia. Jenis Punglor yang paling populer adalah Anis Kembang dan Anis Merah. Selain mempunyai karakter suara yang merdu, Punglor juga mudah beradaptasi dan dilatih. Burung ini juga disebut-sebut memiliki postur tubuh yang gagah serta memiliki warna bulu yang menarik. Hal inilah yang membuat burung tersebut digemari para kicau mania.
Permintaan Punglor yang cukup tinggi dan harga yang relatif mahal, membuat usaha jual beli burung ini menjadi mata pencaharian yang menjanjikan di Surabaya.