Ahad 31 May 2020 01:50 WIB

Belajar dari Jerman dalam Tangani Covid-19

Jerman tak meremehkan Covid-19 dan membuat kebijakan yang jelas dan mudah dimengerti.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Friska Yolandha
Warga menikmati cuaca cerah di pantai Laut Baltik di depan dermaga di Ahlbeck, Jerman, Sabtu (30/5).
Foto: Stefan Sauer/dpa via AP
Warga menikmati cuaca cerah di pantai Laut Baltik di depan dermaga di Ahlbeck, Jerman, Sabtu (30/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Duta Besar Indonesia untuk Jerman Arif Harvas Oegroseno meminta pemerintah Indonesia belajar dari Jerman saat menangani virus corona SARS-CoV2 (Covid-19) karena negara ini bisa menekan angka kematian hanya 4 persen. Negara beribu kota di Berlin itu menerapkan kebijakan penguatan infrastruktur bidang kesehatan hingga karantina wilayah (lockdown).

Arif menceritakan, tingkat fatalitas kematian di Jerman mencapai 8.450 orang atau sekitar 4 persen dari warga yang terinfeksi. "Angka 4 persen ini sangat rendah di Eropa dibandingkan Belgia yaitu 16 persen, Prancis 14 persen, Italia 13 persen, dan Spanyol 10 persen," ujarnya saat konferensi video BNPB, Sabtu (30/5).

Baca Juga

Hingga tanggal 28 Mei 2020, dia melanjutkan, tecatat 180 ribu warga Jerman yang terinfeksi virus ini dan 164 ribu orang di antaranya sembuh. Angka kesembuhan di negara ini mencapai 82 persen. 

Hingga saat ini, dia menyebutkan, total tes deteksi Covid-19 yang dilakukan di Jerman mencapai 4 juta di seluruh negara ini. Ia menambahkan, total tes si negara ini berada di peringkat ketiga terbesar di dunia setelah Amerika Serikat (AS) dan Rusia. 

Saat kasus pertama kali terjadi pada 27 Januari 2020 di Jerman, negara ini langsung membentuk corona crisis team. Artinya, negara ini tidak meremehkan Covid-19, berbeda halnya dengan negara lain yang menganggap ini hanya flu biasa dan tidak merasa khawatir padahal jumlah infeksinya lebih dari 100 ribu.

Kemudian, dia melanjutkan, Jerman juga dengan cepat membuat kebijakan lockdown. Dua pekan setelah lockdown, dia menyebutkan, jumlah warga Jerman yang terinfeksi virus corona mencapai 100 ribu orang. Namun pada 28 April, jumlahnya menurun 50 orang per 100 ribu dan Bundesliga di Jerman sudah berjalan sejak 16 Mei 2020. 

"Ini merupakan prestasi dan mendapatkan pandangan positif masyarakat internasional," katanya. Ia mengapresiasi kebijakan Jerman yang bersifat tegas, mulai dari membuat kebijakan hingga implementasinya di lapangan. 

Awalnya, kebijakan lockdown tidak langsung membuat masyarakat Jerman patuh. Bahkan ada orang yang membuat corona party karena pub ditutup dan membuat pesta di rumahnya. Kemudian, pemerintah Jerman membubarkan pesta itu.

Selain itu, ia menyebut kebijakan pemerintah Jerman yang jelas, tidak menggunakan bahasa yang rumit, mudah dimengerti, dan bisa diterapkan langsung oleh masyarakat. Hal ini membuat kedisiplinan masyarakat menjadi lebih tinggi. 

photo
Pemain sepak bola bermain di depan tribun kosong selama pertandingan Bundesliga antara SC Freiburg dan Bayer 04 Leverkusen di Freiburg, Jerman, Jumat (29/5). Karena wabah corona, semua pertandingan sepak bola Bundesliga digelar tanpa penonton. - (Ronald Wittek/Pool via AP)

"Memang banyak hoaks dan protes mengenai kebijakan yang tegas ini. Tetapi masyarakat Jerman juga memiliki disiplin yang tinggi dan menyadari bahwa ini demi kepentingan bersama," katanya.

Jerman sebagai negara federal memiliki mandat hierarki dari pusat ke daerah. Artinya, kebijakan pemerintah di daerah maupun pemerintah pusat sama-sama tinggi. Namun, ia mengapresiasi koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah yang dinilai sangat berjalan. Mereka memiliki mekanisme evaluasi setiap dua pekan. 

"Setelah review ada pengumuman yang dilakukan pemeritah dan itu terbuka serta jelas untuk menunjukkan langkah-langkah apa saja (yang akan dilakukan) di masa mendatang," ujarnya. Jadi, dia menambahkan, ada kesamaan dan konsistensi di pemerintah pusat Berlin dan negara-negara bagian. 

Yang juga tak kalah penting, dia menambahkan, adalah kesiapan infrastruktur kesehatan. Ia menyebutkan di Jerman ada sekitar 2 ribu rumah sakit (RS), selain itu negara ini memiliki intensive care unit (ICU) 28 ribu, dan memiliki ventilator 35 ribu. Banyaknya infrastruktur kesehatan ini disebut sangat tinggi dibandingkan negara-negara lain di Eropa.

"Jerman juga sempat dikritik (karena miliki banyak RS), tetapi jumlah yang banyak itu ternyata sangat membantu saat pandemi ini. Faktor infrastruktur kesehatan di Jerman memang sangat bagus," katanya.

Jerman sekarang bahkan membantu pasien-pasien dari negara tetangga antara lain seperti Italia dan Prancis. Bahkan, dia menambahkan, Jerman juga memiliki kebijakan memiliki dana riset vaksin. Dana itu mencapai 3,5 miliar euro.

photo
Wsatawan berjalan di jembatan suspensi yang kembali dibuka di Rappbode Dam di Elbingerode, Jerman, Jumat (26/5). - (Ronny Hartmann/dpa via AP)

Kini, Jerman tengah melakukan clinical trial test untuk Covid-19 terhadap manusia. Sudah ada 200 subjek dan awal Juni ini diharapkan sudah ada pengumuman dari perusahaan dan pemerintah Jerman yang terlibat dalam pembuatan vaksin virus covid-19. 

Ia menambahkan, kebijakan ini menjadi satu pelajaran yang sangat berharga bagi Indonesia atau negara lain di seluruh dunia. Negara bisa melakukan investasi di bidang infrastruktur kesehatan, pengembangan teknologi vaksin dan juga investasi di bidang lain apabila terjadi pandemi virus ini. 

Tak sekadar contoh bidang kesehatan, ia menyebutkan Jerman juga memiliki kebijakan ekonomi yang masif yaitu menyiapkan dana stabilisasi sebesar 600 miliar euro, bantuan untuk usaha kecil menengah (UKM) sebesar 165 miliar Euro. Bahkan beberapa

bank atas kebijakan pemerintah memberikan modal kerja hingga 1 miliar euro dengan tenor pengembalian sampai 10 tahun, sama halnya utang untuk start up juga sampai 1 miliar euro dengan tenor pengembalian 10 tahun.

"Semoga kebijakan-lebijakan pemerintah Jerman bisa menjadi referensi penanganan virus corona di Indonesia," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement