REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Civitas Akademika Universitas Islam Indonesia (UII) mengeluarkan pernyataan sikap atas teror yang menimpa Guru Besar UII. Mereka meminta tindakan intimidasi yang memberangus kebebasan mimbar akademik dihentikan.
Rektor UII, Prof Fathul Wahid, mengutuk keras tindakan intimidasi yang dilakukan oknum tertentu terhadap panitia penyelenggara dan narasumber dalam diskusi yang digelar kelompok studi mahasiswa Constitutional Law Society Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM).
Rektor UII meminta aparat penegak hukum memproses, menyelidiki dan melakukan tindakan hukum terhadap oknum pelaku pengintimidasi terhadap panitia penyelenggara dan narasumber diskusi dengan tegas dan adil. "Meminta aparat penegak hukum untuk memberikan perlindungan terhadap panitia penyelenggara dan narasumber, serta keluarga mereka dari tindakan intimidasi lanjutan dalam segala bentuknya, termasuk ancaman pembunuhan," kata Fathul di Ruang Sidang UII, Sabtu (30/5).
Fathul turut meminta Komnas HAM untuk melindungi segenap dan seluruh tumpah darah Indonesia. UII juga meminta pemerintah dalam hal ini Menteri Pendidikan dan Kebudayaan untuk memastikan terselenggaranya kebebasan akademik. Hal ini untuk menjamin Indonesia tetap dalam rel demokrasi.
Yakni, demokrasi yang menjunjung tinggi kebebasan berekspresi dan menyatakan pendapat di muka umum. Selain itu, Fathul menyerukan seluruh rakyat Indonesia untuk tetap menggunakan hak dan kebebasan berekspresi dan mengemukakan pendapat di muka umum.
"Sepanjang sesuai koridor peraturan perundang-undangan demi menjaga proses demokratisasi tetap berjalan dalam relnya," ujar Fathul.
Pernyataan sikap disampaikan dengan tetap menerapkan protokol pencegahan Covid-19. Turut hadir Wakil Rektor Kemahasiswaan, Keagamaan & Alumni Dr Rohidin, Dekan Fakultas Hukum Dr Abdul Jamil, dan Dosen Fakultas Hukum Dr Busyro Muqoddas.
Sebelumnya, Dekan Fakultas Hukum UII Yogyakarta, Abdul Djamil SH MH, mengaku salah satu dosen tata negaranya yakni Prof Dr Ni'matul Huda SH MHum mendapat teror karena akan memberikan materi dalam sebuah diskusi bertajuk "Meneruskan Persoalan Pemberhentian Presiden Ditinjau Dari Sistem Ketatanegaraan" di UGM. Dia diteror dengan cara didatangi serta rumahnya digedor sejak Kamis (27/5) malam hingga Jumat (29/5) pagi.
''Memang salah satu guru besar wanita hukum tata negara UII, Prof Ni'matul Huda diteror orang tak dikenal. Ini disebabkan karena beliau akan menghadiri diskusi dari mahasiswa FH UGM itu. Semenjak pukul 23.00 malam hingga pukul 09.00 pagi tadi rumahnya berulangkali digedor-gedor orang tak dikenal. Mereka datang bergantian,'' kata Abdul Jamil, ketika dihubungi Republika.co.id, Jumat (28/5) siang.
Menurut Jamil, dirinya menyarankan agar Prof Ni'matul Huda yang tinggal bersama beberapa orang saudaranya itu sementara mengungsi atau berpindah rumah dulu. ''Tapi sekitar 07.00 pagi tadi, tiba-tiba ada telepon yang masuk dari teman dan mahasiswa saya yang mengatakan Ibu Ni'mat tak bisa dihubungi. Saya kaget karena merasa khawatir akan keberadaan beliau. Maka saya kirim beberapa mahasiswa untuk pantau rumahnya. Untunglah meski belum bisa dihubungi lagi, laporan mahasiswa itu mengatakan Ibu Ni'mat tak apa-apa,'' tegas Abdul Jamil.
Menurut dia sebenarnya pada awalnya rencana adanya diskusi Ni'matul di UGM itu tidak mengundang masalah atau perhatian publik. Namun keadaan ini berubah ketika ada seorang dosen UGM melalui WA yang tersebar mengatakan bila ada rencana makar dalam diskusi itu. Seperti diketahui Prof Ni'matul Huda adalah salah satu guru besar Hukum Tata Negara UII.
Selain mengampu kuliah sesuai jurusannya dia juga menulis banyak buku tentang hukum tata negara seperti "Hukum tata negara Indonesia", "Teori Hukum dan Hukum Konstitusi", "Negara Hukum, Demokrasi dan Judicial Review, Hukum Pemerintahan Daerah", "Politik Ketatanegaraan Indonesia: Kajian Terhadap Dinamika Lerubahan UUD 1945", "Otonomi Daerah: Filosofi, Sejarah Perkembangan, dan Problematika", serta banyak buku mengenai persoalan hukum tata negara lainnya.