Jumat 29 May 2020 18:36 WIB

BPK: Rp 1,8 Triliun Bansos Mengendap di Bank

Salah satu penyebab dana mengendap adalah karena data tak valid.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Teguh Firmansyah
Bantuan sosial terdampak Covid-19 dari Pemprov Jateng, mulai disalurkan di Kabupaten Purbalingga. Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyebutkan, dalam dalam program Bansos Provinsi ini, Kabupaten Purbalingga mendapat kuota bantuan sebanyak 43.542 KK.
Foto: istimewa
Bantuan sosial terdampak Covid-19 dari Pemprov Jateng, mulai disalurkan di Kabupaten Purbalingga. Bupati Purbalingga Dyah Hayuning Pratiwi menyebutkan, dalam dalam program Bansos Provinsi ini, Kabupaten Purbalingga mendapat kuota bantuan sebanyak 43.542 KK.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyampaikan hasil temuan terkait pemeriksaan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) terhadap  kebijakan pemerintah dalam penanganan pandemi covid-19. Anggota III BPK Achsanul Qosasi Achsanul menyebut sebanyak Rp 1,8 Triliun mengendap di bank.

"BPK menemukan Rp 1,8 Triliun yang harus dikembalilan ke negara," kata Achsanul dalam rapat konsultasi bersama Tim Pengawas (Timwas) DPR Penanganan Covid-19 secara daring, Jumat (29/5).

Baca Juga

Dalam pemeriksaan, sebanyak Rp 300 miliar telah dikembalikan ke kas negara. Sehingga dana yang masih mengendap sebanyak Rp 1,5 Triliun. "Rp 1,5 Triliun itu terdiri dari BPNT (Bantuan Pangan Non Tunai) Rp 1,2 T,  PKH (Program Keluarga Harapan) Rp 300 M, itu yang kita minta agar itu dikembalikan kepada negara dalam waktu dekat," ujarnya.

Achsanul menyebut hal tersebut terjadi lantaran Kementerian Sosial (Kemensos) tidak melakukan pemutakhiran data penerima bansos. Yang kedua, tidak adanya perjanjian kerja sama yang detail antara Kemensos dengan pihak bank. "Mestinya apabila dia sudah tidak aktif, tidak bertransaksi, Kemensos harus tahu dan dia minta instruksikan kepada bank agar disetor ke kas negara," tuturnya.

BPK meminta agar timwas DPR manyampaikan kepada Kemensos agar segera melakukan penelitian terhadap bansos yang tidak tersalurkan. Dengan begitu diharapkan Kemensos memiliki daftar terhadap bantuan yang tidak tersalurkan.

"Pemeriksaan kami dia tidak tahu menahu berapa jumlah bansos yang  tidak tersalurkan dia nggak tahu, berapa dana yang sudah keluar dari kantong himbara (himpunan bank-bank milik negara) dia juga nggak tahu, berapa besar yang harus dikembaliakan ke negara kemensos juga tidak tahu," jelasnya.

Anggota Timwas Nanang Samodra menyoroti pernyataan Achsanul terkait ketidapahaman Kemensos terkait rincian dana yang dimiliki. Dirinya mengaku kaget mendengar hak tersebut. "Padahal di lapangan banyak sekali masyarakat yang membutuhkan tetapi karena sistem pendataannya agak terganggu," kata Nanang.

Ia menyambut baik gebrakan yang dilakukan BPK yang meminta agar Kemensos mendata kembali penerima bansos. Namun ia menyayangkan hal tersebut berulang tiap tahunnya.

Sementara itu politikus Partai Golkar Hamka B Kady menilai perintah Kemensos tidak dianggap oleh kepala daerah. Dia setuju agar pemutakhiran data penerima bansos terus dilakukan. "Saya juga terkejut kalau Kemensos tidak tahu masih ada dana yang mengendap itu luar biasa, bagaimana tata laksana keuangan di kementerian sosial itu menurut saya sangat buruk kalau itu yang terjadi," kata Hamka.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement