Jumat 29 May 2020 16:51 WIB

PWI Kecam Intimidasi dan Ancaman Pembunuhan Pekerja Media

Ancaman pembunuhan wartawan Detikcom yang menulis berita terkait Presiden Jokowi.

Rep: Ali Mansur / Red: Agus Yulianto
Ancaman pembunuhan dengan penodongan (ilustrasi)
Foto: oktavian.net
Ancaman pembunuhan dengan penodongan (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) mengimbau masyarakat agar sengketa pemberitaan dengan media massa dapat diselesaikan berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers untuk memperoleh hak jawab dan koreksi. Imbauan ini disampaikan usai doxing, intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan Detikcom yang menulis berita terkait Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Selasa 26 Mei 2020 lalu.

"Bukan hanya itu, Dewan Pers juga bisa mencarikan solusi melalui mediasi. Dewan Pers berhak memberikan penilaian atas kode etik jurnalistik serta dapat memberikan sanksi kepada media massa jika terbukti melakukan pelanggaran," tegas Ketua Bidang Advokasi/Pembelaan Wartawan PWI, Ocktap Riady saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (29/5).

Bahkan, menurut Ocktap, identitas pribadi jurnalis itu dibongkar dan dipublikasikan di media sosial, termasuk nomor telepon dan alamat rumahnya. Jejak digitalnya diumbar dan dicari-cari kesalahannya. Dia juga menerima ancaman pembunuhan melalui pesan WhatsApp. Serangan serupa ditujukan pada redaksi media Detikcom. 

"Rangkaian intimidasi dan ancaman terhadap wartawan itu jelas mencederai kemerdekaan pers sebagai pilar keempat demokrasi selain bertentangan dengan amanat Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," tegas Ocktap.

Untuk itu, lanjut Ocktap, Pengurus Pusat PWI menyatakan sikap terkait insiden tersebut. PWI mengecam keras aksi intimidasi dan ancaman pembunuhan terhadap wartawan detikcom. Mengingat, wartawan dalam menjalankan tugasnya dilindungi UU No 40/1999 tentang Pers.

"Setiap ancaman dan penghalangan terhadap wartawan bisa dikenakan hukuman penjara selama dua tahun dan denda Rp 500 juta," kecam Ocktap.

Selanjutnya, PWI juga meminta polisi segera menangkap pelaku intimidasi dan pengancaman pembunuhan tersebut. Kemudian, meminta masyarakat atau siapa saja yang merasa suatu pemberitaan tidak tepat dapat menggunakan sarana yang telah diatur dalam UU Pers mengenai hak jawab dan hak koreksi.

Menurut Ocktap, Kasus ini bermula Detikcom menurunkan berita tentang rencana Presiden Jokowi membuka mal di Bekasi, Jawa Barat, di tengah pandemi Covid-19. Informasi berdasarkan pernyataan Kasubbag Publikasi Eksternal Humas Setda Kota Bekasi. 

Namun, berita itu dikoreksi karena ada ralat dari Kabag Humas Pemkot Bekasi yang menyebut bahwa Jokowi hanya meninjau sarana publik dalam rangka persiapan new normal setelah PSBB. 

Setelah koreksi itu dipublikasikan, kekerasan terhadap jurnalis Detik.com mulai terjadi. Salah satunya adalah ancaman pembunuhan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement