Rabu 27 May 2020 14:19 WIB

Bahaya Penyebaran Covid-19 dari Berbicara

Semakin keras seseorang berbicara semakin kencang semburan dropletnya.

Warga menggunakan masker. Penggunaan masker kain di saat pandemi Covid-19 adalah langkah untuk melindungi orang lain dan diri sendiri. Studi menyebut berbicara tanpa masker berpotensi menularkan Covid-19 ke orang lain.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Warga menggunakan masker. Penggunaan masker kain di saat pandemi Covid-19 adalah langkah untuk melindungi orang lain dan diri sendiri. Studi menyebut berbicara tanpa masker berpotensi menularkan Covid-19 ke orang lain.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Desy Susilawati

Virus corona baru atau SARS CoV-2 memang benar menyebar terutama melalui kontak orang-ke-orang. Caranya melalui tetesan air atau droplet dari orang yang terinfeksi ketika mereka batuk, bersin, atau berbicara.

Baca Juga

Ketimbang batuk dan bersin yang jelas menunjukkan seseorang sakit, sekedar berbicara tampaknya tidak terlalu mencurigakan. Namun, secara sederhana berbicara bisa menyebarkan virus.

Dalam korespondensi baru New England Journal of Medicine, peneliti dari National Institutes of Health dan Perelman School of Medicine di University of Pennsylvania menulis, berbicara menghasilkan tetesan air atau droplet yang bervariasi dalam ukuran.

Droplet yang lebih besar menimbulkan risiko lebih kecil, karena jatuh dengan cepat ke tanah. Sementara droplet yang lebih kecil dapat mengalami dehidrasi dan bertahan di udara seperti aerosol.

"(Droplet kecil) ini memperluas jangkauan spasial partikel menular yang dipancarkan," kata para penulis seperti dilansir Health, Selasa (26/5).

Hanya saja, penelitian tidak secara khusus melacak tetesan yang terinfeksi Covid-19 dan seberapa jauh tetesan saat berbicara bergerak. Namun, penelitian menunjukkan banyak droplet dihasilkan melalui berbicara.

Matthew Meselson, PhD, seorang ahli genetika dan biologi molekuler di Universitas Harvard mengatakan, temuan ini menunjukkan pentingnya memakai masker setiap kali diperkirakan orang yang terinfeksi mungkin berada di dekat Anda. Aturan jarak sosial sejauh enam kaki atau dua meter juga melindungi terhadap tetesan yang keluar dari berbicara.

Lalu, bagaimana dengan berbicara dengan keras, apakah meningkatkan penyebaran Covid-19?

Ya. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC) secara khusus menyebut suara keras sebagai kemungkinan vektor untuk Covid-19.

Tapi ini bukan pertama kalinya berbicara dengan suara keras dihubungkan dengan lebih mudahnya penyebaran tetesan. Penelitian dari Prosiding National Academy of Sciences of the United States of America menemukan, ucapan keras bisa memancarkan ribuan tetesan cairan oral per detik.

Laporan yang diterbitkan 13 Mei 2020 itu mengonfirmasi total volume jumlah tetesan meningkat melalui suara yang keras saat berbicara.

Peneliti juga menemukan, tetesan itu sangat kecil sehingga bisa bertahan di udara hingga 14 menit. Kombinasi emisi tetesan kecil dan kemampuannya untuk tetap tersuspensi di udara dalam ruang tertutup selama waktu tertentu dapat menjelaskan bagaimana Covid-19 bisa dengan cepat menyebar di ruangan yang orang di dalamnya tidak menunjukkan gejala atau hanya gejala yang sangat ringan.

Kebijakan physical distancing termasuk penerapan lockdown serta kewajiban memakai masker wajah, telah didasarkan oleh fakta bahwa SARS-CoV-2 menyebar melalui dua jalan utama. Yakni batuk dan bersin dari orang yang terinfeksi dan melalui tangan yang menyentuh permukaan terkontaminasi.

Seperti dilansir laman Health 24, meskipun tidak semua hal tentang penularan aerosol melalui udara dari virus corona baru sudah terungkap, para peneliti menjelaskan bahwa perbedaan antara tetesan kecil dan besar dalam penularan penyakit menular (awalnya diamati pada 1930-an) tercermin dalam panduan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS, serta publikasi lainnya.

Sebuah rilis berita dari EurekAlert juga mencatat bahwa surat pada bulan April oleh National Academy of Sciences Committee on Emerging Infectious Diseases and 21st Century Health Threats menyimpulkan bahwa meskipun dilakukan secara khusus terbatas pada SARS-CoV-2, hasil penelitian yang ada konsisten dengan aerosolisasi virus dari pernapasan normal.

Para peneliti tersebut memfokuskan perhatiannya pada inhalasi aerosol. Mereka menggambarkan adanya penularan dari orang tanpa gejala (OTG) menunjukkan tetesan kecil dari embusan pernapasan normal dan saat mereka bicara kemudian menyebar ke udara. Mengingat percikannya sangat kecil, droplet memiliki kemampuan untuk berlama-lama di udara untuk waktu yang lama, yang memungkinkan mereka untuk menempuh jarak yang lebih jauh.

Eurekalert juga melaporkan bahwa penelitian laboratorium baru-baru ini menemukan bahwa virus dapat tetap hidup dan menular di aerosol selama berjam-jam dan di permukaan selama berhari-hari. Demikian pula, artikel HealthDay, yang diterbitkan pada bulan April, melaporkan penelitian yang menemukan bahwa orang yang terinfeksi virus dapat menyebarkan partikel virus aerosolis saat mereka batuk, bernapas, atau berbicara dalam radius empat meter.

Pakar gugus tugas percepatan penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan pentingnya memakai masker untuk melindungi orang lain. "Siapa tahu kita terinfeksi Covid-19 tapi tidak memiliki gejala. Jadi pakai masker supaya orang lain tidak tertular," kata Wiku, beberapa waktu lalu.

Syarat minimal masker kain yang direkomendasikan Wiku adalah berbahan katun, menggunakan tiga lapis kain, kemudian disesuaikan dengan bentuk wajah. "Yang penting adalah menutup dagu, mulut, sampai pipi" katanya.

photo
Standard Operational Procedure (SOP) Protokol Kesehatan di pasar rakyat dan ritel modern. - (Tim Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement