Selasa 26 May 2020 14:13 WIB

New Normal Diminta Merata dan tidak Tumpang-tindih

Kebijakan ini harusnya berlaku untuk semua kehidupan sosial, termasuk tempat ibadah.

Rep: Arif Satrio Nugroho/ Red: Mas Alamil Huda
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Panglima TNI Hadi Tjahjanto (kedua kiri) diperiksa suhunya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal di Stasiun MRT Bundaraan HI, Jakarta, Selasa (26/5).
Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Presiden Joko Widodo (kedua kanan) didampingi Panglima TNI Hadi Tjahjanto (kedua kiri) diperiksa suhunya saat meninjau kesiapan penerapan prosedur standar new normal di Stasiun MRT Bundaraan HI, Jakarta, Selasa (26/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana kembalinya rutinitas masyarakat di tengah pandemi Covid-19 dalam skema new normal dinilai memerlukan penerapan aturan yang konsisten dan merata. Selain itu, regulasi yang menyertainya juga tak boleh tumpang tindih. 

Sekretaris Fraksi PPP Achmad Baidowi mengatakan, kondisi new normal memadukan antara kesehatan dengan perekonomian. "Keduanya sama-sama penting dan didesain untuk jalan bersama-sama tidak saling menafikan," ujar Baidowi dalam pesan singkatnya, Selasa (26/5).

Dengan demikian, kebijakan tetap harus memperhatikan protokol kesehatan, seperti memakai masker, jaga jarak, dan sering cuci tangan. Baidowi berharap kebijakan new normal ini juga seharusnya berlaku untuk semua kehidupan sosial masyarakat termasuk tempat ibadah, kantor bekerja, dan tempat belajar. 

"Setelah mal dibuka, maka tempat ibadah pun seperti masjid, mushala seharusnya kembali buka dengan tetap mengikuti standar new normal, dengan demikian, maka new normal itu tidak pilih-pilih tempat dan berlalu umum sesuai standar," ujar dia. 

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX (Kesehatan) DPR RI dari Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh menyoroti Keputusan Menteri Kesehatan nomor HK.01.07/MENKES/328/2020 tentang Panduan Pencegahan dan Pengendalian Covid-19 di Tempat Kerja Perkantoran dan Industri. 

Ia mengakui, problem terbesar negara adalah belum mampu menopang 100 persen perekonomian Indonesia ini bila benar-benar total melakukan PSBB. Sehingga, kebijakan new normal ini muncul. 

"Mungkin pemerintah berpikir bahwa inilah saatnya untuk melakukan toleransi, satu sisi kita tetap waspada, kita tetap melakukan protokol covid, tapi satu sisi roda perekonomian juga tidak mati 100 persen," ujar dia. 

Nihayatul mengaku tidak tahu apakah kebijakan ini sudah dalam kajian yang cukup matang atau tidak. Namun, ia meyakini sudah ada kajian terhadap kebijakan tersebut. 

"Kita berharap peraturan ini tidak seperti peraturan-peraturan sebelumnya yang satu tumpang-tindih, yang kedua terkesan sering berubah-ubah," ujar politikus PKB ini menegaskan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement