REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Asrorun Niam Sholeh mengingatkan, sekarang masih masa pandemi virus corona atau Covid-19, umat Islam memiliki kewajiban untuk memutuskan mata rantai penularannya. Maka, aktivitas silaturrahim jangan sampai membuat penularan Covid-19 dan membuat tetangga ketakutan.
"Hari ini kita punya kewajiban dan tanggungjawab untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, karenanya silaturrahim itu harus tetap saling menjaga kesehatan dan keselamatan diri serta orang lain, itu kewajiban, silaturrahim tanpa harus mudik tetap asyik," kata KH Asrorun melalui pesan video kepada Republika, Ahad (24/5).
Ia mengatakan, jangan sampai aktivitas silaturrahim dilakukan dengan cara-cara yang menyebabkan orang lain ketakutan terjadi penyebaran atau penularan Covid-19. Jika silaturrahim yang membuat orang lain ketakutan tetap dilakukan, maka akan membuat kadar keimanannya menurun.
KH Asrorun menyampaikan hadist Rasulullah Nabi Muhammad SAW, "Demi Allah, tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.'' Ditanyakan kepada Rasulullah, "Siapa yang tidak beriman wahai Rasulullah?'" Rasulullah bersabda, "Yaitu, orang yang tetangganya tidak merasa aman dengan gangguannya.'' (HR Bukhari).
"Ada hadist Nabi (menjelaskan), tidak termasuk golongan orang beriman yang tetangganya tidak merasa aman dengan aktivitas dia, aktivitas dia yang tidak menjaga kesehatan, sehingga menyebabkan tetangganya ketakutan akan penularan Covid-19," ujarnya menjelaskan hadist tersebut.
KH Asrorun menjelaskan, silaturahim bagian dari ajaran agama Islam yang sangat dianjurkan. Bahkan itu menjadi salah satu penanda keimanan seorang Muslim. Dijelaskan bahwa orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka harus membangun tali kekerabatan.
Tetapi manifestasi dari makna silaturrahim itu beragam seiring dengan situasi, kondisi, tempat, dan adat istiadat. "Adakalanya halal bihalal, ada kalanya kita saling berkunjung, ada kalanya kita bertemu reuni, dan berbagai sarana silaturrahim lainnya, tetapi itu semua adalah alat sehingga sifatnya kondisional dan kontekstual," jelasnya.
Ia mengingatkan, karena umat Islam mempunyai tanggung jawab dan kewajiban memutuskan mata rantai penularan Covid-19. Maka, mari tetap tinggal di rumah sebagai bagian dari ibadah.
Tapi silaturrahim tetap bisa dilaksanakan melalui media digital dan platform media sosial yang tersedia sebagai produk teknologi informasi dan komunikasi. "Tanpa mudik, silaturrahim tetap asik," ujar KH Asrorun.