Ahad 24 May 2020 15:05 WIB

Perlindungan Perempuan dan Anak Harus Jadi Prioritas

Beberapa kendala di antaranya soal visum dan layanan rumah aman.

Rep: Ratna Ajeng Tejamukti/ Red: Bilal Ramadhan
Warga memeriksa kesehatan anaknya saat peluncuran Kampung Merdeka Cekal Corona di kawasan Cawang, Jakarta, Rabu (6/5). Dompet Dhuafa meluncurkan Kampung Merdeka Cekal Corona dengan memberikan program berupa posyandu door to door, pembagian hygiene kit, pemberian makanan tambahan, pemberian dan penyuluhan pola hidup bersih dan sehat, untuk mengantisipasi penularan virus Corona
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga memeriksa kesehatan anaknya saat peluncuran Kampung Merdeka Cekal Corona di kawasan Cawang, Jakarta, Rabu (6/5). Dompet Dhuafa meluncurkan Kampung Merdeka Cekal Corona dengan memberikan program berupa posyandu door to door, pembagian hygiene kit, pemberian makanan tambahan, pemberian dan penyuluhan pola hidup bersih dan sehat, untuk mengantisipasi penularan virus Corona

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak telah memprioritaskan agar terpenuhinya perlindungan terhadap kelompok rentan khususnya perempuan dan anak selama pandemi Covid-19.

"Hal ini sejalan Perpres Nomor 12 Tahun 2020 yang menetapkan Covid-19 sebagai bencana nasional non alam," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat  menjadi pembicara kunci dalam pembukaan Seri Diskusi “Keberpihakan Pelayanan Korban Dan Penegakan Hukum pada Kasus Perempuan dan Anak di Era Pandemi Covid-19” yang diselenggarakan Majelis Hukum dan HAM Pimpinan Pusat ’Aisyiyah secara virtual pada Kamis (21/5).

Bintang Puspayoga menyampaikan KEMENPPPA telah menginisiasi gerakan Berjarak (Bersama Jaga Keluarga Kita) dan membuka Layanan SEJIWA.  Dalam kesempatan acara ‘Aisyiyah Bintang Puspayoga mengapresiasi peran organisasi ‘Aisyiyah yang memiliki jejaring hingga akar rumput, teruji secara waktu.

Dia juga mengajak ‘Aisyiyah untuk bersama-sama memberdayakan perempuan dan melindungi anak Indonesia karena ‘Aisyiyah merupakan mitra strategis dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak di Indonesia.

Sebelumnya, Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Siti Noordjannah Djohantini menyampaikan bahwa ‘Aisyiyah baru saja menyelenggarakan Milad ‘Aisyiyah yang ke 106 yang mengambil tema ‘Ta’awun Sosial Peduli Dampak Covid-19’.

Sejak pandemi Covid-19 terjadi, ‘Aisyiyah sudah turun ke berbagai sektor dengan melibatkan seluruh amal usahanya, baik organisasi ‘Aisyiyah dari ranting, cabang, hingga pusat, sekolah, rumah sakit, Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA), hingga perguruan tinggi yang dimiliki ‘Aisyiyah. Termasuk dalam pelayanan bidang hukum, ‘Aisyiyah yang saat ini telah memiliki 24 posbakum di Indonesia juga terus berjalan.

Pembukaan seri diskusi dilanjutkan dengan seri diskusi pertama yang mengangkat tema “Efektivitas Layanan Pengaduan Perempuan dan Anak Selama Pandemi Covid-19”.

Wakil Ketua KPAI Rita Pranawati, menyampaikan apresiasinya terhadap empat protokol isu anak di era Covid-19 atas dukungan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

Dalam diskusi yang dihadiri oleh utusan Pimpinan Wilayah ‘Aisyiyah se Indonesia, pusat studi gender, dan para praktisi hukum, Rita menambahkan protokol ini masih harus terus dikuatkan utamanya sesuai dengan Undang-Undang Otonomi Daerah dimana urusan perempuan dan perlindungan anak menjadi urusan wajib pemerintah daerah.

"Beberapa kendala layanan pengaduan yang masuk ke KPAI di antaranya adalah soal visum dan layanan rumah aman yang membutuhkan surat bebas Covid-19,"ujar dia sesuai siaran pers yang diterima Republika, Jumat (22/5).

Komisioner Komnas Perempuan Maria Ulfah Anshor menyampaikan hal yang sama bahwa soal visum dan rumah aman menjadi kendala selama Covid-19. "Apalagi tidak ada puskesmas yang dapat diakses secara gratis 24 jam," ujar Maria.

Rita dan Maria sepakat ada pelambatan layanan pengaduan yang harus segera diselesaikan agar korban segera mendapatkan pendampingan dan layanan.

Ninik Rahayu dari Ombudsman Republik Indonesia menambahkan bahwa hasil studi tata kelola pengaduan khususnya uji responsitivitas yang dilakukan sebelum Covid-19 menyatakan bahwa sarana kontak layanan Instansi Penegak Hukum tidak sepenuhnya berfungsi dengan baik. Di antaranya tidak dapat dihubungi atau tidak bisa diakses, kontak layanan tidak aktif atau tidak merespon dengan baik.

Sedangkan selama Covid-19 menurut Ninik, penting memasukkan standar operasional pada masa darurat yang memberikan kemudahan pengaduan dibanding sebelum masa Covid-19 khususnya kecepatan waktu dan kemudahan pengaduan.

Ninik menyatakan dari studi PLAN didapatkan bahwa ada kendala pengaduan dari masyarakat mulai dari takut lapor, adanya pembatasan, dan tidak tahu kemana akan melapor. Ninik mengajak sinergitas semua lembaga layanan dengan Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak agar layanan korban kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat.

Akhirnya, semua lapisan masyarakat perlu memiliki kesadaran untuk saling menjaga kelompok rentan yaitu anak dan perempuan yang ada dilingkungannya. Upaya preventif harus terus diupayakan sebagai bentuk pencegahan yang maksimal.

Sehingga kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat dicegah sejak dini dan korban mendapatkan pertolongan layanan yang dibutuhkan sesegera mungkin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement