Jumat 22 May 2020 21:58 WIB

Fatwa Muhammadiyah: Shalat Id di Rumah Saja

Melakukan shalat idul fitri di rumah dapat dibenarkan meski Rasulullah tidak pernah

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Muhammad Akbar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Prof Syamsul Anwar mengajak untuk menjadi pejuang memutus rantai penyebaran Covid -19 dengan cara berada di rumah termasuk melakukan ibadah di rumah.

"Shalat Id di lapangan memang itu sebuah tradisi namun dalam hal ini kita perlu pertimbangkan ajaran agama kita. Ajaran agama diturunkan untuk menjadi rahmat seluruh manusia," jelas dia dalam siaran virtual, Jumat (22/5).

Artinya apa yang dilakukan harus dapat mewujudkan kemaslahatan bagi manusia. Dalam kaitan situasi darurat, ibadah seperti shalat idul fitri dilakukan di lapangan menurut tuntutan.

"Namun kalau dilakukan di lapangan menghimpun dan mengumpulkan banyak orang membuka peluang tersebarnya Covid-19 ke semua orang. Untuk menghindari itu kita tidak akan melakukannya sesuai fatwa Majlis tarjih dan tajdid dapat dilakukan di rumah,"ujar dia.

Melakukan shalat idul fitri di rumah dapat dibenarkan meskipun Rasulullah tidak pernah shalat hari raya di rumah. Tapi kita sedang hadapi keadaan darurat sehingga menimbulkan hukum tersendiri.

Berdasarkan hadist riwayat Bukhari, Rasulullah bersabda Ini adalah hari raya kita pemeluk agama Islam. Hadist tersebut menerangkan bahwa hari raya umat Islam dirayakan dengan ibadah shalat di lapangan dan tidak berdiam diri saja.

Umat Islam dianjurkan untuk merayakan hari raya dengan ibadah. Shalat itu sendiri hukumnya sunnah muakad.

Shalat yang sangat dianjurkan ini jika dilakukan di rumah tidak bertentangan dengan perintah Rasulullah.

"Rasulullah tidak melakukannya karena di masa beliau tidak menghadapi penyakit. Baik Idul Fitri maupun Idul Adha Rasul tidak pernah menghadapu wabah thaun," jelas dia.

Menurut Prof Syamsul sesuatu yang tidak dilakukan Rasulullah karena tidak mempunyai keperluan tetapi umatnya kemudian melakukannya bukanlah sesuatu yang terlarang. Sama halnya ketika ceramah atau azan menggunakan pengeras suara di masa kini, di masa Rasul tidak digunakan tetapi bukan berarti saat ini tidak boleh dilakukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement