Jumat 22 May 2020 13:11 WIB

Benarkah di RS Wisma Atlet Abaikan Physical Distancing?

Blok C2 adalah wisma karantina untuk repatriasi, bukan termasuk RSD Wisma Atlet.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Mas Alamil Huda
Warga melintas menggunakan sepeda dengan latar belakang Wisma Atlet Kemayoran yang difungsikan sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19.
Foto: Republika/Putra M. Akbar
Warga melintas menggunakan sepeda dengan latar belakang Wisma Atlet Kemayoran yang difungsikan sebagai Rumah Sakit Darurat Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mahasiswi doktoral Universitas Indonesia (UI) Meka Saima Perdani menjadi penghuni Wisma Atlet Gedung C2, Kemayoran, pada Senin (18/5) setelah tiba dari urusan studi di Jepang. Selama di sana, Meka menyaksikan berbagai masalah yang diderita penghuni yang belum tentu terjangkit corona.

Meka menceritakan kejanggalan ketika pembagian kamar. Kamar diberikan satu ruangan berjumlah 2-3 orang secara acak. Meka tak tahu rekam jejak rekan sekamarnya. Hanya yang berpergian bersama keluarga yang dikumpulkan dalam satu kamar. 

Meka hanya diberikan nomor kamar tanpa kuncinya pada formulir pengantar swab test. Nomor ini seolah jadi petunjuk kamar mana yang mesti ditempati. Meka kedapatan kamar di lantai 17 dimana demi ke sana harus berdesakan dan adu bahu di lift.

"Kamar yang didapatkan ini tanpa kunci. Berarti setiap orang bebas keluar dan masuk tanpa tahu dia steril atau tidak," kata Meka dalam tulisannya yang dikonfirmasi Republika pada Jumat (22/5).

Meka harus mengandalkan tas dan koper sebagai pengganjal pintu agar tak sembarang orang bisa masuk ke kamar. Selain itu, Meka menduga kamar yang ditempatinya sudah pernah ditinggali penghuni lain. Sebab, sprei kasur tidak tertata dan lantai kamar penuh jejak kaki. Meka khawatir karena tak tahu rekam jejak kesehatan penghuni kamar sebelumnya. 

Masalah penghuni diperparah dengan kacaunya distribusi air minum dan makanan. Penghuni kamar saling sikut untuk mendapat jatah makanan. Lagi-lagi, menurut Meka, prinsip physical distancing terabaikan di Wisma Atlet.

Meka mengambil inisiatif agar mengurangi kemungkinan terlibat adegan rebut-rebutan makan. Meka mengambil jatah makan siang untuk berbuka puasa dan jatah makan malam untuk sahur. Beruntung hasil swab Meka sudah keluar hari ini. Meka sudah diizinkan pulang karena hasilnya menunjukkan negatif Covid-19.

Keluhan sebelumnya juga diungkapkan oleh Kunaifi, seorang kandidat doktor Universitas Twente, Belanda, yang terpaksa pulang ke Indonesia di tengah pandemi bersama istri dan dua anak karena visa dan beasiswanya yang hampir habis. Kunaifi menyampaikan kondisi saat masuk ke Gedung C2 Wisma Atlet pada Sabtu (16/5), tentang physical distancing yang tidak terlaksana sama sekali. Plus adanya antrean untuk mengambil makan karena porsi makan sedikit, antrean di lift, dan kurangnya kejelasan mengenai penerapan aturan atau protokol kesehatan.

Kebijakan yang ditetapkan pemerintah dalam penanganan Covid-19, seluruh WNI yang baru tiba dari luar negeri harus menjalani masa karantina. Salah satu tempat yang ditunjuk untuk karantina tersebut adalah Rumah Sakit Darurat (RSD) Wisma Atlet, Kemayoran, Jakarta Pusat. 

Merespon keluhan penghuni RSD Wisma Atlet, Wakil Panglima Komando Tugas Gabungan Terpadu (Kogasgabpad) Brigjen Muhammad Saleh Mustafa, menjelaskan, jika Kunaifi beserta keluarganya masuk dalam rombongan gelombang pertama ke Tower 9 Wisma Atlet Pademangan, yang kondisinya baru awal dibuka. “Kami perlu jelaskan bahwa Tower 9 atau Blok C2 ini adalah wisma karantina untuk repatriasi, jadi bukan termasuk RS Darurat Wisma Atlet,” kata Saleh.

Saleh mengatakan, saat kondisi awal Tower 9 Wisma Atlet baru dibuka, memang kesiapannya belum maksimal. Saat itu kondisi gedung dan fasilitasnya belum siap 100 persen, petugas dari TNI, Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) maupun dari instansi terkait pun masih sangat terbatas.

"Tower 9 baru disiapkan dua hari sebelumnya, yaitu tanggal 14 Mei 2020 atas hasil keputusan presiden pada rapat terbatas repatriasi WNI. Namun pada saat itu jumlah WNI repatriasi yang masuk jumlahnya sangat banyak, bahkan pada satu hari itu saja yang masuk mencapai lebih dari 1.000 orang,” kata Saleh yang sehari-hari menjabat kepala staf Kodam Jaya.

Menurut Saleh, Tower 9 Wisma Atlet memang menjadi salah satu tempat yang disiapkan pemerintah untuk menampung para WNI repatriasi yang baru kembali dari luar negeri, baik berstatus anak buah kapal (ABK), pekerja migran Indonesia (PMI), dan juga mahasiswa yang mendarat di Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Belum sampai sepekan dioperasionalkan, menurut dia, setidaknya sudah terdapat 2.158 warga yang sudah masuk dan sedang menjalani karantina di Tower 9 Wisma Atlet.

Namun, seiring dengan berjalannya waktu, menurut Saleh, sambil menangani warga yang sedang menjalani karantina, upaya perbaikan terus dilakukan. Untuk kondisi sekarang, sambung dia, banyak fasilitas yang secara bertahap sudah dipenuhi sehingga menunjang perbaikan sistem dan manajemen.

Dia pun mengeklaim, kondisi sekarang sudah jauh berbeda alias lebih baik. "Sejak diterima saat pendaftaran, saat pemeriksaan, menjalani masa karantina sampai sembuh dan dinyatakan bisa meninggalkan Wisma Atlet, sudah dapat berjalan dengan baik," ucap Saleh.

Atas tulisan keluhan penghuni Wisma Atlet, Saleh tetap menyampaikan apresiasi dan ucapan terima kasih. Dia juga meminta kerja sama dari para WNI repatriasi yang baru masuk ke dalam Tower 9 Wisma Atlet agar dengan penuh kesadaran mematuhi aturan protokol kesehatan.

"Saya mengimbau walaupun tanpa ada tulisan atau pengawasan petugas, siapa pun sadar untuk menerapkan protokol kesehatan seperti menggunakan masker, menjaga jarak, mencuci tangan dan menjaga kebersihan,” ucap mantan komandan Korem 132/Tadulako tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement