Kamis 21 May 2020 20:40 WIB

Menteri PPN: Protokol Diperketat Saat PSBB Dilonggarkan

Protokol kesehatan diwajibkan ketat bagi daerah yang melonggarkan PSBB.

Red: Nur Aini
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa
Foto: Antara/Wahyu Putro A
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Suharso Monoarfa menegaskan bahwa protokol kesehatan pencegahan penyebaran virus Covid-19 wajib diperketat jika ingin menerapkan pelonggaran kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Suharso dalam keterangannya pada telekonferensi mengenai protokol masyarakat pada saat penyesuaian pembatasan sosial di Jakarta, Kamis (21/5), menerangkan penerapan protokol kesehatan yang sangat ketat bisa mengendalikan penyebaran virus di masyarakat walaupun aktivitas sosial dan ekonomi kembali diperbolehkan. Dia menyebut salah satu syarat wilayah melonggarkan kebijakan PSBB adalah pertumbuhan kasus virus yang menurun diukur dari tingkat reproduksi kasus efektif (Rt) di bawah 1,0 selama 14 hari. Tingkat Rt di bawah 1,0 menunjukkan penurunan kasus sementara Rt di atas 1,0 menandakan masih meningkatnya jumlah kasus per hari.

Baca Juga

Suharso mengungkapkan DKI Jakarta sudah berada tingkat pertumbuhan virus yang sedang menuju rendah dengan Rt sedikit di bawah 1,0 sejak 18 Mei 2020. Angka Rt di bawah 1,0 ini harus dipertahankan oleh Provinsi DKI Jakarta selama 14 hari ke depan.

"Untuk memelihara Rt di bawah 1,0, kita harus sekali lagi saya bold, underline kita harus mematuhi protokol kesehatan pencegahan Covid-19. Itu wajib," kata Suharso.

Menurutnya, protokol kesehatan pencegahan Covid-19 harus menjadi perilaku yang biasa diterapkan oleh masyarakat dalam menjaga kesehatan dan keselamatan. Protokol "new normal" yang harus dilakukan oleh publik, antara lain penggunaan masker, mencuci tangan pakai sabun atau hand sanitizer, menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di manapun, pembatasan fisik atau jaga jarak, pelaporan kasus secara mandiri, serta penguatan peran komunitas.

Sementara protokol yang wajib dipatuhi oleh pelaku usaha dan bisnis dalam membuka kembali kegiatan ekonominya antara lain pembentukan tim kebersihan khusus, panduan bekerja dari rumah dan pembatasan di tempat kerja, pemberlakuan pelacakan riwayat perjalanan dan kesehatan, pemeriksaan suhu tubuh, termasuk penyediaan tempat cuci tangan atau hand sanitizer di area publik. Suharso menegaskan bahwa tidak ada toleransi terhadap protokol kesehatan. Dia juga mempertimbangkan adanya pemberian denda maupun sanksi bagi siapa saja yang melanggar protokol "new normal" tersebut.

Contoh negara yang menerapkan sanksi berupa denda terhadap pelanggaran protokol kesehatan adalah Singapura. Negara tersebut memberikan denda sebesar 300 dolar Singapura bagi pelanggaran pertama, 1.000 dolar Singapura pada pelanggaran kedua, dan sanksi yang akan dibawa ke persidangan pada pelanggaran ketiga.

"Semua harus tetap disiplin dan ketat. Tidak ada toleransi terhadap protokol kesehatan," kata Suharso.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement