REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Kantor Regional 2 Jawa Barat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan sebanyak 1,18 juta debitur di wilayah Jawa Barat (Jabar) diperkirakan terdampak pandemi Covid-19. Total nominal outstanding pokok pinjaman 1,18 juta debitur ini sebesar Rp 61,5 triliun.
"Dari jumlah tersebut, telah disetujui restrukturisasinya sebanyak 665 ribu debitur dengan nominal outstanding pokok pinjaman sebesar Rp29,52 triliun atau sekitar 48 persen dari nominal outstanding debitur yang terdampak. Sedangkan sisanya masih dalam proses asesmen atau evaluasi oleh perbankan atau lembaga pembiayaan," kata Kepala OJK Regional 2 Jawa Barat Triana Gunawan dalam siaran persnya, Rabu (20/5).
Triana mengatakam OJK akan terus memantau dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian global dan domestik serta mengantisipasi melalui berbagai kebijakan yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan menjaga perekonomian nasional.
Selain itu, Kantor Regional 2 Jawa Barat OJK terus mencermati kinerja dan kondisi sektor jasa keuangan Jawa Barat di tengah pandemi Covid-19, yang tercatat masih dalam kondisi terjaga.
Hal ini ditunjukkan dengan intermediasi sektor jasa keuangan yang membukukan kinerja positif dan profil risiko industri jasa keuangan yang tetap terkendali.
Menurut dia data perekonomian menunjukkan bahwa pandemi Covid-19 telah menyebabkan tekanan yang signifikan terhadap perekonomian global.
IMF pada World Economic Outlook April 2020 memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia akan terkontraksi sebesar tiga persen dengan pertumbuhan emerging markets diproyeksikan juga terkontraksi sebesar satu persen.
Oleh karena itu, OJK mengeluarkan sejumlah kebijakan untuk mengantisipasi pelemahan ekonomi sebagai dampak pandemi Covid-19, yang terdiri dari meredam volatilitas di pasar keuangan melalui berbagai kebijakan dalam menjaga kepercayaan investor dan stablisasi pasar.
Kemudian memberi nafas bagi sektor riil dan informal untuk bertahan di masa pandemi Covid-19 melalui relaksasi restrukturisasi kredit/pembiayaan, memberikan relaksasi bagi industri jasa keuangan agar tidak perlu membentuk tambahan cadangan kerugian kredit macet akibat dampak COVID-19 yang dapat menekan permodalan.
Dan resolusi pengawasan yang lebih efektif dan cepat melalui berbagai alternatif supervisory actions/resolutions, diantaranya memperkuat kewenangan melakukan perintah tertulis penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi untuk pencegahan dan penanganan krisis atau kondisi darurat.
Sementara itu, lanjut dia, kinerja intermediasi lembaga jasa keuangan Jawa Barat per Maret 2020 bertumbuh positif. Kredit perbankan tumbuh sebesar 5,48 persen (yoy) dan piutang perusahaan pembiayaan tercatat tumbuh sebesar 1,4 persen (yoy). Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan tumbuh sebesar 10,40 persen (yoy).
Dari pasar modal, sepanjang 2020 terdapat dua emiten baru dengan total emisi sebesar Rp263,62 miliar.
Profil risiko lembaga jasa keuangan Jawa Barat pada Maret 2020 juga masih terjaga pada level yang terkendali dengan rasio kredit bermasalah (NPL) perbankan tercatat sebesar 3,03 persen dan Rasio NPF perusahaan pembiayaan sebesar 2,89 persen.
Likuiditas perbankan tercatat berada pada level yang memadai dengan LDR terpantau di 89,09 persen dan kondisi ini juga didukung dengan adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang dimulai sejak Maret sehingga tidak membebani permodalan bank mengingat kredit yang direstrukturisasi dikategorikan lancar.
Lebih lanjut ia mengatakan industri jasa keuangan baik perbankan dan lembaga pembiayaan telah mendukung kebijakan yang dikeluarkan oleh OJK. Dukungan itu diwujudkan dengan telah direstrukturisasinya debitur yang terdampak Covid-19 di Jawa Barat.