Rabu 20 May 2020 12:28 WIB

Tenaga Kesehatan di Surabaya Diusulkan Dapat Insentif

Insentif tenaga kesehatan selama ini hanya menyentuh rumah sakit rujukan saja.

Walikota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) bersama jajaran dokter mengamati salah satu ruang operasi disela-sela peresmian renovasi dan pengembangan RSUD dr M. Soewandhi Surabaya, Jawa Timur, Jumat (13/1).
Foto: Antara/M Risyal Hidayat
Walikota Surabaya Tri Rismaharini (kedua kiri) bersama jajaran dokter mengamati salah satu ruang operasi disela-sela peresmian renovasi dan pengembangan RSUD dr M. Soewandhi Surabaya, Jawa Timur, Jumat (13/1).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tenaga kesehatan di semua puskesmas di Kota Surabaya, Jawa Timur, diusulkan mendapatkan tambahan penghasilan atau insentif karena selama ini juga bertugas memutus rantai penularan virus corona jenis baru atau Covid-19.

"Insentif tenaga kesehatan selama ini hanya sampai di rumah sakit rujukan saja, tetapi tidak menyentuh tenaga kesehatan di puskesmas," kata Sekretaris Komisi D Bidang Kesra DPRD Kota Surabaya Akmarawita Kadir di Surabaya, Rabu (20/5).

Tentunya, lanjut dia, hal itu perlu dipantau dan diperhatikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam hal ini Dinas Kesehatan (Dinkes) Surabaya mulai dari alat pelindung diri (APD) lengkap sampai kepada insentifnya.

Selain itu, lanjut dia, pihaknya meminta Pemkot Surabaya terus berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Surabaya khususnya dalam hal mencari dan melatih relawan-relawan tenaga medis.

Tidak hanya itu, kata dia, koordinasi juga terkait antisipasi rumah sakit rujukan Covid-19 di Surabaya yang overload atau kelebihan kapasitas dengan menambah ruang perawatan yang dibutuhkan tenaga medis. "Jadi pelayanan kesehatan bisa dioptimalkan," ujarnya.

Akmarawita juga meminta pemkot membuat dan mempersiapkan segera klasterisasi rumah sakit, mempersiapkan rumah sakit darurat minimal satu di masing-masing wilayah Surabaya dan juga mempersiapkan rumah sakit non Covid-19.

"Kalau ini bisa berkoordinasi dengan Pemprov Jatim," katanya.

Adapun keuntungan dari koordinasi ini, kata dia, pasien bisa ditangani dengan optimal, ada alur yang standar di setiap puskesmas dan rumah sakit, kesiapan APD bisa tertangani karena selalu berkoordinasi secara terintegrasi.

Pemkot Surabaya juga diminta kerja sama dengan semua rumah sakit di Surabaya untuk membuat skema pembiayaan yang jelas bagi warga berstatus orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).

"Ini akan memberikan layanan maksimal kepada warga kota surabaya, khususnya kepada warga yang tidak mampu," katanya.

Selain itu, kata dia, Pemkot Surabaya diminta tetap menerapkan dan memantau protokol kesehatan apabila Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya tidak diperpanjang. Pantauan tersebut bisa melalui patroli jaga Covid-19 terutama di tempat-tempat pelanggaran jaga jarak fisik seperti pasar, pabrik, mal, pembagian bansos, warung/kafe dan lainnya.

"Jadi perlu ketegasan dan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan," ujarnya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement