Ahad 17 May 2020 19:33 WIB

Ketum APPSI: Saatnya Prioritaskan Ekonomi Rakyat

Ada dua unsur terpenting dalam pembangunan ekonomi nasional.

Pedagang berjualan di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Ahad (17/5).
Foto: Republika/Bayu Adji P
Pedagang berjualan di Pasar Cikurubuk, Kota Tasikmalaya, Ahad (17/5).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Umum Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ferry Juliantono, menyoroti ragam kebijakan yang di matanya belum memrioritaskan ekonomi rakyat. Menurut dia, ada dua unsur terpenting dalam pembangunan ekonomi nasional. Pertama, membangun kekuatan produksi dan kedua, penciptaan kekuatan distribusi di tengah rakyat. 

Namun, sosok yang juga menjadi Ketua Umum Induk Koperasi Pedagang Pasar (Inkoppas), ini menilai, saat ini upaya mewujudkan kedua hal tersebut menemui banyak rintangan.

"Bagaimana tidak, kekuatan produksi bangsa kita justru digantikan lewat impor barang industri, bahkan kekuatan produksi pertanian pun dihancurkan lewat impor komoditas pertanian," ujar Ferry di Jakarta, Ahad (17/5).

Ferry mengatakan, di sektor distribusi berbasis tenaga rakyat pun ada kendala. Padahal, ada lebih 10 ribu pasar dengan sekitar 12 juta pedagang pasar di Indonesia. Hanya saja karena, menurut dia, karena tidak diurus secara serius, tidak sedikit pasar-pasar tradisional ikut tergerus oleh usaha retail moderen.

"Kita tahu bahwa retail modern memiliki akses kepada kalangan pabrikan karena bermodal besar, sehingga bisa mendapat harga khusus pabrikan. Sementara pasar tradisional bisa mendapat barang seperti komoditas gula setelah melewati empat atau bahkan lima rantai distribusi. Dengan begitu, pastilah mereka tidak bisa bersaing harga dengan peritail moderen. Akhirnya, secara perlahan pasar tradisional atau pasar rakyat gulung tikar dan menimbulkan kemiskinan baru," ujar dia. 

Ferry melihat akibat fenomena tersebut, pada tingkat selanjutnya, ajaran Trisakti Bung Karno dalam bidang ekonomi, yang seharusnya bisa berdiri di atas kaki sendiri alias berdikari belum terlaksana.

Dia menilai, dengan kata lain, rakyat seperti bisa terbiarkan menjadj homo homini lupus yaitu manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. Mereka yang kuat dan kaya, kata dai, tambah kuat sedangkan yang lemah sekaligus miskin semakin lemah dan tambah miskin.

"Termasuk pedagang pasar yang lebih dari 12 juta orang itu. Yang disayangkan, saat ini kekuatan rakyat dalam distribusi itu sebenarnya sudah memberdayakan dirinya dengan koperasi atau juga organisasi, yaitu Koperasi Pedagang Pasar dan Asosiasi Pedagang Pasar, namun faktanya pemerintah seperti 'alergi' untuk memberdayakan mereka, dan sebaliknya  menganakemaskan kekuatan retail moderen," ujar Ferry. 

Dalam menghadapi wabah Covid-19 ini pula, para pedagang pasar perlu mendapat perhatian dan pemberdayaan. Apalagi, kata dia, diketahui dalam penyebaran wabah ini yang paling banyak terpukul justru sektor usaha kecil dan menengah.

Menurut dia, langkah menggelontorkan permodalan kepada usaha kecil, menengah dan koperasi harus dilakukan. Ini juga perlu diberikan kepada induk-induk koperasi agar bisa mendapat akses komoditas kepada pabrikan. 

Sehingga, kata dia, persolannya bukan mampu atau tidak mampu, tapi mau atau tidak membantu permodalan rakyat. Menurut Ferryy, andai pemerintah tidak mau, maka semua perlahan menyaksikan rakyat pedagang pasar semakin miskin dan produsen dalam negeri terus berguguran. 

"Di lain pihak para pemuja rente akan semakin kaya raya dengan margin keuntungan yang besar. Bila ini terus dibiarkan, inilah sejatinya yang disebut pengkhianatan terhadap nasib rakyatnya sendiri," ujar Wakil Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin) ini.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement