Ahad 17 May 2020 12:22 WIB

Catatan Program Penempatan Dana Pemerintah di Perbankan

Pembentukan bank jangkar memiliki dampak positif tapi juga risiko-risiko.

Andi Rahmat
Foto:

Ketiga, saya tidak yakin ada bank yang menolak menjadi bank Jangkar. Kalaupun ada, pasti bank-bank lain, terutama Bank BUMN, akan memilih menjadi Bank Peserta. 

Penempatan dana pemerintah ini merupakan berkah bagi bank-bank yang menjadi Bank Peserta. Selain memperkuat struktur neracanya, suku bunganya pun dipastikan tidak akan memberatkan perbankan. Apalagi di masa sulit seperti ini. 

Baru-baru ini saja kita membaca kalau Bank Rakyat Indonesia (BRI) memperoleh pinjaman senilai US$1 miliar dengan suku bunga 2% dari beberapa institusi keuangan asing. 

Tentunya, pinjaman ini adalah suntikan likuiditas baru bagi BRI dan akan memperkuat neraca BRI dimasa krisis ini. 

Keempat,  beleid ini bukan merupakan beleid untuk menangani bank-bank yang mengalami insolvensi. Adapun bank yang mengalami insolvensi telah memiliki mekanisme penanganan tersendiri yang berada di luar kewenangan langsung pemerintah. 

Ringkasnya, penempatan dana pemerintah melalui mekanisme bank Jangkar, dalam hemat penulis, bukanlah pengambil alihan fungsi Lender of Last Resort BI, melainkan menjadi suplemen tambahan bagi ketahanan sistem perbankan. 

Dan bagi Bank Peserta, karena juga telah memperoleh manfaat besar, patutlah juga melakukan upaya tambahan untuk menjaga amanah publik yang terkandung didalam dana yang ditempatkan itu. Dan karena itu, tidak akan “overlap” dengan fungsi pengawasan dan pembinaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Tinggallah dua hal yang mesti ditindak lanjuti oleh pemerintah sebagai buah dari dua  kritik sebelumnya. Pertama,  15 bank beraset paling besar itu tidak serta merta dapat dijadikan sebagai Bank Peserta. 

Sekalipun itu adalah salah satu syarat didalam PP 23/2020. Menteri Keuangan dan OJK hendaknya memastikan bahwa bank yang akan menjadi peserta itu memang sehat dan dapat melalui stress test dalam menghadapi krisis. Ini syarat yang tidak terdapat didalam PP 23/2020, tapi vital dalam memastikan kelaikan bank tersebut.

Selain itu, karakteristik dan profile dari bank yang akan menjadi Bank Peserta  juga penting untuk diperhatikan.  Bank itu selayaknya memiliki profile sebagai bank yang systemically important bank (bank yang memiliki karakteristik sistemik) dalam pengertian positif. 

Bank ini pada dasarnya sudah memiliki sifat sebagai “bank jangkar” dalam hubungan antar bank, seperti dalam pasar uang antar bank (PUAB). Dan juga dalam profile debiturnya, mencerminkan keragaman yang menunjukkan bahwa bank itu memang merupakan bank Jangkar.

Dan yang tidak kalah pentingnya. Penentuan bank menjadi Bank Peserta harus objektif dan menghindari preferensi politik. Apalagi jika dikait-kaitkan dengan kemungkinan “conflict of interest” pemilik bank. 

Sedikit saja ini tercium oleh publik, akan merugikan tujuan baik dari kebijakan ini. Apa yang terjadi pada Program Kartu Prakerja yang bertujuan baik dan mulia, namun terbebani oleh kontroversi program pelatihannya bisa jadi pelajaran berharga bagi pengambil kebijakan. Wallahu ‘alam...

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement