Kamis 14 May 2020 22:59 WIB

Pandemi Corona, Target Penurunan Stunting Nasional Terancam

Kebijakan ‘di rumah saja’ menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu.

Mengawasi pertumbuhan anak di posyandu merupakan cara pencegahan stunting.
Foto: Istimewa
Mengawasi pertumbuhan anak di posyandu merupakan cara pencegahan stunting.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Upaya pencegahan penyebaran virus Covid-19 di Indonesia dilakukan dengan berbagai imbauan kesehatan seperti tetap di rumah, memakai masker, mencuci tangan, hingga menjaga jarak. Namun, situasi tersebut juga dapat berdampak pada tidak terlaksananya kegiatan pemantauan tumbuh kembang anak di awal kehidupan.

Dalam diskusi yang digelar oleh Habibie Institute for Public Policy and Governance (HIPPG) pada Rabu (13/5), para ahli setuju bahwa nutrisi yang dikonsumsi anak memiliki peran penting dalam pencegahan stunting dan proteksi daya tahan tubuhnya. Media Octarina selaku mantan Asisten Deputi Ketahanan Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak, dan Kesehatan Lingkungan Kemenko PMK selaku moderator menuturkan, Pada 2024, stunting ditargetkan untuk turun 14 persen.

Dengan kondisi seperti saat ini, timbul kekhawatiran apakah target ini bisa tercapai. Terlebih, mengingat Posyandu tidak lagi beroperasi dan tenaga kesehatan di Puskesmas juga tidak luput dari dampak Covid-19.

Agar target penurunan angka stunting nasional yang merupakan program prioritas nasional dapat tetap tercapai, dibutuhkan modifikasi strategi kebijakan yang dapat diimplementasikan di tingkat daerah. "Sehingga, kita tetap bisa mencegah terjadinya malnutrisi dan menyelamatkan masa depan anak-anak Indonesia di tengah pandemi ini," kata Media.

Dalam mencegah terjadinya malnutrisi, deteksi dini seperti pemantauan pertumbuhan rutin di fasilitas kesehatan memiliki peran krusial. Guru Besar FKUI Prof. Dr. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Sp.A(K) menuturkan, kebijakan ‘di rumah saja’  dan ‘jaga jarak fisik’ menyulitkan pemantauan pertumbuhan balita di posyandu. "Apabila tidak cepat dideteksi melalui pengukuran berat badan, panjang badan, hingga lingkar kepala, anak-anak bisa menderita malnutrisi kronis hingga menjadi stunting," kata Damayanti dalam rilisnya, Kamis (14/5).

Menurut Prof. Damayanti, selain mempengaruhi otak, nutrisi pada awal kehidupan seperti protein hewani, asam amino, zat besi, maupun zinc, juga berpengaruh kepada daya tahan tubuh seorang anak. Asupan yang tidak cukup dapat berpengaruh pada penurunan berat badan, weight faltering (kenaikan berat badan yang tidak sesuai kurva), kesulitan nafsu makan, hingga malnutrisi.

Tumbuh kembang yang tidak sesuai usianya juga dapat menjadi salah satu pertanda bahwa telah terjadi penurunan daya tahan tubuh pada anak yang membuatnya lebih rentan terhadap infeksi, termasuk pathogen seperti virus.

“Bahayanya, infeksi berulang akan mengganggu saluran cerna, malabsorpsi nutrisi, risiko malnutrisi, hingga mengganggu hormon pertumbuhan pada anak, yang dapat berujung pada stunting akibat malnutrisi kronis yang dibiarkan tidak terdeteksi," ujar dia.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Rr. Dhian Probhoyekti, SKM, MA, Direktur Gizi Masyarakat Kementerian Kesehatan menjelaskan, memang ada risiko peningkatan masalah gizi akut dan kronis yang disebabkan oleh menurunnya akses dan daya beli masyarakat terhadap pangan bergizi akibat pandemi Covid-19.

“Imbas PSBB, kami meminimalisir kunjungan masyarakat ke fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) dan mengutamakannya untuk yang bersifat mendesak dan gawat darurat. Kami menyeimbangkannya dengan rencana modifikasi pelayanan seperti kunjungan rumah bagi sasaran berisiko, konseling virtual, edukasi masyarakat, hingga komunikasi melalui grup di media sosial,” ujar Dr. Dhian.

Pelayanan yang diatur oleh Kementerian Kesehatan tersebut dilakukan untuk balita gizi kurang, balita gizi buruk, ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK), ibu hamil dengan anemia, hingga remaja putri dengan anemia.

Masih menurut Dr. Dhian, pemantauan status gizi balita di Posyandu kini ditunda. Namun, masyarakat diharapkan tetap memberikan ASI pada bayi, makanan sesuai pedoman gizi seimbang pada anak, cuci tangan dan PHBS, hingga melakukan aktivitas fisik.

Selain itu, masyarakat diimbau untuk segera menghubungi kader atau fasyankes apabila anak mengalami  penurunan nafsu makan, penurunan berat badan, maupun gangguan kesehatan lainnya.

Sedangkan Dokter Spesialis Anak Dr. dr.Tb. Rachmat Sentika SpA. MARS menuturkan bahwa penderita gizi buruk dan gizi kurang dapat berisiko terutama dalam 3 bulan masa PSBB ini.

“Petugas kesehatan dimanapun berada harus mengutamakan preventif, jangan sampai yang sehat menjadi jatuh sakit. Salah satu caranya adalah pemberian PMT seperti anjuran Permenkes nomor 29 bagi balita gizi kurang dan gizi buruk di bawah pengawasan tenaga medis," kata Rachmat.

Terdapat 4 hal yang dikhawatirkan oleh pemerhati gizi anak di Indonesia terutama pada masa pandemi Covid-19. Dalam kejadian pandemi ini, dikhawatirkan program nasional penurunan stunting dan penanggulangan gizi buruk tidak dapat terlaksana dengan baik.

Kedua, isu program refocusing dana yang dapat membuat berkurangnya dana untuk implementasi program nasional stunting di daerah. Ketiga, kami ingin menekankan pentingnya peranan makronutrien dan asam amino esensial dari 2 tahun pertama kehidupan.

"Keempat, mengimbau penggunaan media digital untuk pencegahan stunting, contohnya penggunaan teknologi digital untuk memantau status gizi anak di rumah,” lanjutnya.

Berkaitan dengan strategi khusus pencegahan stunting selama masa pandemi, Prof Damayanti menuturkan bahwa kuncinya adalah pada pemberian gizi yang baik, pemantauan tumbuh kembang rutin untuk deteksi dini, serta sistem rujukan berjenjang.

“Misalnya, apabila balita yang diukur di Puskesmas menunjukkan tanda gizi buruk, gizi kurang, tumbuh tidak sesuai kurva, ia wajib didiagnosa dan diberlakukan tata laksana malnutrisi oleh dokter di Puskesmas. Namun, apabila sudah stunting, balita harus dirujuk ke RSUD untuk ditangani dan diberlakukan tata laksana stunting oleh Dokter Spesialis Anak," kata dia.

Direktur Eksekutif HIPPG Dr. Widya Leksmanawati Habibie, MM menutup diskusi sembari kembali menekankan pentingnya protein hewani dan nutrisi yang cukup untuk menjaga gizi anak selama masa pandemi. Diskusi Kesiapan Daerah dalam Penaganan Pandemi Covid-19 dan Prioritas Penurunan Stunting akan terus diadakan tiap Rabu dan Jumat.

"Diskusi ini untuk memfasilitasi sesi sharing maupun koordinasi antarlembaga yang terus berperan aktif dalam menjaga kesehatan anak-anak Indonesia," kata Widya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement