REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menegaskan sikapnya menerima revisi Rancangan Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 Pertambangan Minyak dan Batubara (Minerba). Sebelumnya, PKS menarik kembali pandangan mini fraksi pada rapat pengambilan keputusan tingkat I, Senin (11/5).
Anggota Komisi VII Fraksi PKS Mulyanto mengaku, fraksinya menerima RUU Minerba untuk dibahas pada pengambilan keputusan tingkat II di rapat paripurna Selasa (12/5) siang ini dengan catatan. "Menerima dengan catatan kritis," kata Mulyanto kepada Republika.co.id, Selasa (12/5).
Ia menjelaskan, salah satu catatan kritis fraksi PKS diantaranya tidak semua kewenangan pemerintah daerah dalam pengelolaan pertambangan minerba bisa ditarik ke pusat. Menurutnya, beberapa kewenangan yang bersifat lokal dalam UU Minerba seperti pemberian Izin Pertambangan Rakyat (IPR) dan Surat Izin Pertambangan Batuan (SIPB) harus tetap ada di Pemerintah Daerah.
"Begitu juga kegiatan pembinaan dan pengawasan, pemberdayaan masyarakat, dan urusan-urusan lainnya yang terkait erat dengan kepentingan daerah masing-masing," ujarnya.
Fraksi PKS juga berpendapat bahwa peran BUMN dan BUMD perlu diperkuat dalam RUU Minerba. Tujuannya agar pengelolaan tambang minerba bisa lebih menghasilkan manfaat yang besar bagi negara. Salah satunya diwujudkan dengan pemberian prioritas kepada BUMN dan BUMD dalam penawaran WIUP/WIUPK yang baru maupun WIUP/WIUPK yang habis masa kontraknya, termasuk juga untuk wilayah eks KK dan PKP2B yang habis masa kontraknya.
Selain itu, penguatan BUMN dan BUMD harus dilakukan melalui divestasi saham 51% secara langsung dan berjenjang dari pemegang IUP/IUPK yang sahamnya dimiliki oleh asing. Proses divestasi ini dilakukan dengan cara yang tepat agar tidak menimbulkan kerugian bagi negara. "Kami sesalkan pasal terkait dengan perpanjangan masa kontrak karya yang sudah habis masa berlakunya (pasal 169 A) dapat memperoleh IUPK masih berlaku. Padahal sejatinya bisa dilelang dan diprioritaskan untuk BUMN," jelasnya.
Mulyanto menjelaskan, insentif berupa perpanjangan jangka waktu IUP/IUPK memang diperlukan bagi pelaku usaha pertambangan minerba yang terintegrasi dengan fasilitas pemurnian dan pengolahan (smelter). Akan tetapi, insentif tersebut harus tetap dibatasi jangka waktunya. Bukan malah diberikan tanpa ada batasan yang jelas kapan berakhirnya sebagaimana Pasal 47,83, dan 169A RUU Minerba hasil pembahasan Panja. Artinya, bahwa sumber daya minerba tersebut akan dikuasai selamanya oleh pemegang IUP/IUPK selama bisa berproduksi.
PKS berpendapat RUU Minerba harus mengatur penguatan peran masyarakat dalam kegiatan pertambangan di daerahnya. "Selain melalui kewajiban penggunaan sumber daya lokal, masyarakat juga harus memperoleh ganti rugi yang layak apabila terjadi kesalahan dalam pengusahaan kegiatan pertambangan," ujar legislator asal Banten tersebut.
Sebelumnya pada pengambilan keputusan tingkat I pada rapat kerja antara Komisi VII dengan pemerintah, Fraksi PKS sempat menyetujui agar RUU Minerba dibawa ke paripurna hari ini. Akan tetapi seiring terjadinya dinamika di forum rapat, yaitu dicoretnya kata "secara langsung" pada pasal 112 ayat 1, PKS kemudian memutuskan untuk menarik kembali draft pandangan mini fraksi yang sebelumnya sudah diserahkan.