REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mengingatkan tentang kewajiban pemberian hak Tunjangan Hari Raya (THR) kepada para pekerja menjelang Idul Fitri 2020. Menaker Ida Fauziyah mengingatkan agar pembayaran THR tepat waktu, atau paling lambat H-7 lebaran.
"THR Keagamaan merupakan pendapatan nonupah yang wajib dibayarkan oleh pengusaha kepada pekerja dan buruh," kata Ida yang dikutip dari laman resmi Kemnaker, Jakarta, Senin (11/5).
Ida mengingatkan gaji ke-13 para kelas pekerja itu, di masa pandemi corona yang berbarengan dengan situasi menjelang Idul Fitri 2020. THR Keagamaan hukumnya wajib dikeluarkan oleh pengusaha. Ketentuan itu ada dalam Peraturan Menaker 6/2016.
Isinya tentang hak tunjangan Hari Raya Keagamaan bagi pekerja dan buruh di perusahaan. Aturan lain tentang hak tahunan para pekerja itu, juga ada dalam Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang pengupahan. Ida menjelaskan, pengusahan yang terlambat membayar THR ada sanksinya. Dari mulai hukuman denda, sampai dengan hukuman administratif.
"Penguasaha yang terlambat membayar THR dikenai denda. Sedangkan pengusaha yang tidak membayar THR, dikenai sanksi administratif, dan penghentian kegiatan usahanya," ujarnya.
Pemerintah, kata Ida mengakui kondisi penanganan virus corona di masa menjelang Idul Fitri kali ini, membuat THR menjadi persoalan yang dihadapi para pengusahan. Aktivitas produksi yang menurun, otomatis berdampak pada pemasukan kas perusahaan yang dapat mengancam hak tunjangan para pekerja dan buruh.
Karena itu, Ida menjelaskan ia pun telah mengantisipasi situasi tersebut dengan menerbitkan Surat Edaran (SE) M/6/HI.00.01/V/2020. Surat tersebut, mengenai pelaksanaan pemberiaan THR Idul Fitri 2020 di masa pandemi Covid-19 saat ini. SE THR itu, isinya memerintahkan kepada seluruh gubernur, memastikan para pengusaha di wilayah masing-masing menjamin pemberian THR kepada pekerja dan buruh.
Namun SE tersebut, memberikan sejumlah toleransi bagi para pengusaha, pun perusahaan yang terdampak corona. Ida menerangkan, perusahaan yang telat membayar THR, didenda 5 persen. Namun keterlambatan pembayaran THR tersebut, tak menghapuskan kewajiban pelunasan THR yang menjadi hak pekerja maupun buruh.
Perusahaan, pun kata dia, bisa saja mengalami ketidakmampuan memberikan THR. Namun, kata Ida perusahaan diharuskan memberikan solusi kepada para pekerjanya untuk sepakat kapan pemberian THR tersebut dilakukan. "Semangat dari Surat Edaran itu, memang mendorong terjadinya dialog untuk mencapai kesepakatan antara pengusaha dan pekerja," ujarnya.
Ida pun mengingatkan tentang tiga kesimpulan dialog yang harus menjadi kesepakatan antara buruh pekerja, dan pengusaha terkait THR 2020. Pertama kata dia, perusahaan yang tak mampu membayar THR penuh pada waktu yang sudah ditentukan, memberi peluang pemenuhan gaji ke-13 para pekerja dan buruh itu, dengan cara bertahap.
Kedua, dalam kondisi perusahaan sama sekali tak mampu memberikan THR pada waktu yang ditentukan, dapat melakukan penundaan dengan memberikan jaminan waktu pelunasan yang disepakati. Ketiga terkait dengan cara pelunasan denda dari keterlambatan pemberian tunjangan hari raya tersebut.