REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Wahyu Suryana
SLEMAN -- Selama dunia ini masih diizinkan berjalan oleh Tuhan, setiap peristiwa itu pasti memiliki teori konspirasi. Bahkan, bagi penggemar anime, manga atau kartun-kartun serial Jepang, teori konspirasi itu seperti camilan.
Yang paling seru itu saat siapapun penemu teori konspirasi memberi penjelasan soal bukti-bukti materiil dan bukti-bukti petunjuk yang didapatkan. Biasanya, imajinasi kita bisa luar biasa liar ketika bukti-bukti tersebut dipaparkan.
Tapi, saat yang sama, otak kita biasanya mulai kritis tentang argumen-argumen mana yang dirasa kurang relevan. Tidak jarang, mendengarkan teori-teori yang disampaikan orang lain justru merangsang otak kita melahirkan teori sendiri.
Penggemar Naruto, misal, tentu memiliki teori masing-masing tentang asal usul Yondaime Hokage, Minato Namikaze. Penggemar One Piece, contoh lain, tentu ada teori masing-masing tentang kemampuan Gol D Roger atau makna dari Will of D.
Bagai sayur kurang garam. Ya, rasa-rasanya kalimat itu cocok menggambarkan hubungan gelap suatu peristiwa dunia dengan teori konspirasi. Hingga kini, banyak teori-teori konspirasi atas peristiwa dunia yang belum terjelaskan.
Siapa yang masih belum terpuaskan penasarannya soal pendaratan Neil Armstrong di bulan? Saya yakin, banyak. Terlebih, semasa hidup Neil kerap menolak untuk membicarakannya, dan menolak permintaan bersumpah di atas Bible terkait itu.
Terkait Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) yang banyak dibicarakan sejak Januari 2020, terdapat dua teori konspirasi yang cukup populer dibahas warga global. Pertama, tentang tentara AS yang diduga menyebarkan virus tersebut.
Tentara AS itu datang ke Kota Wuhan untuk mengikuti Pertandingan Militer Dunia pada Oktober 2019. Dugaan ini banyak dibicarakan di media sosial, bersamaan dengan tersebar luasnya video-video tentara itu selama di Cina.
Bahkan, beberapa video cukup jelas menunjukkan tingkah aneh tentara itu yang tampak seperti menempelkan air liurnya di sejumlah transportasi umum. Kerap tutupi mulut saat batuk, kondisi tentara itu sendiri seperti kurang sehat.
Lalu, menguat setelah Juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina, Zhao Lijian, secara terang-terangan mengucapkan tudingan tersebut ke media-media massa. Teori ini banyak dibicarakan warganet beberapa negara di Asia, Eropa dan AS.
Teori konspirasi kedua mengatakan jika virus ini dimiliki dan disebarluaskan tiga negara besar. Ada AS yang menyebarkan ke sekitaran Amerika, Cina yang menyebarkan ke sekitaran Asia dan Israel yang menyebarkan ke sekitar Eropa.
Dugaan ini seperti dikuatkan omongan Pendiri Microsoft, Bill Gates, yang memprediksi waktu tersedianya vaksin corona untuk publik. Bahkan, beberapa kali tampak sangat percaya diri mengatakan vaksinnya mampu sembuhkan corona.
Walaupun belum terlalu kuat, keduanya bisa dibilang menjadi teori konspirasi yang paling banyak dibicarakan. Sekaligus, menjadi dua teori konspirasi yang memiliki petunjuk-petunjuk dasar paling kuat dibanding teori Covid-19 lain.
Kehadiran teori-teori itu sedikit banyak memang membuat pola pikir menjadi sedikit lebih kritis. Tapi, sedikit mengetahui tidak menjadikan kita ahli, jadi kendalikan diri untuk tidak merasa kita lebih baik dari orang lain.
Jika memang berniat mencegah Indonesia terjebak konspirasi, seharusnya semua itu disampaikan kepada pemerintah yang merupakan pembuat kebijakan. Itu jauh lebih tepat sasaran dibanding memaksanakan pemikiran ke sesama warga negara.
Toh, saat pemerintah membeli banyak Rapid Diagnostic Test (RDT) hampir tidak ada protes menggema. Padahal, kala itu Indonesia membutuhkan Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk tes dengan metode swab atau menggunakan sampel lendir.
Bahkan, orang-orang yang sayup menyuarakan kritikan tentang kekeliruan negara banyak dihujani kritik-kritik menggelitik. Maka itu, sangat penting bagi kita saling mengingatkan agar tidak mengulangi kesombongan menghadapi cobaan ini.
Teringat pesan Muhammad SAW, musuh terberat manusia tidak lain diri mereka sendiri. Karenanya, mengendalikan pikiran dan perasaan, apalagi masih bulan suci Ramadhan, menjadi tantangan tersendiri yang perlu kita semua taklukan.
Ingatlah segala sesuatu yang cukup sesuai akal sehat kita belum tentu mutlak merupakan fakta, belum tentu mutlak merupakan kebenaran. Jadi, tidak perlulah fanatik terhadap pandangan yang kita yakini, apalagi mencela pandangan lain.
Terpenting, sadari orang lain memiliki hak yang sama besar dengan kita untuk kemukakan pandangan. Lalu, jangan lupa kita miliki kewajiban yang sama besar untuk menghargai pandangan orang lain, termasuk kepada yang tidak sepandang.