Senin 11 May 2020 15:53 WIB

Legislator Nilai PSBB Surabaya Raya Gagal

Legislator menilai pelaksanaan PSBB di wilayah Surabaya Raya telah gagal.

Rep: Dadang Kurnia/ Red: Bayu Hermawan
Petugas memeriksa dokumen kependudukan warga yang akan masuk ke Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif
Foto: ANTARA/Umarul Faruq
Petugas memeriksa dokumen kependudukan warga yang akan masuk ke Surabaya di Bundaran Waru, Surabaya, Jawa Timur, Ahad (10/5/2020). Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) Surabaya Raya yang meliputi, Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Gresik diperpanjang sampai 25 Mei 2020 karena penyebaran virus Corona di Surabaya Raya dinilai masih massif

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Anggota Komisi B DPRD Jawa Timur, Agatha Retnosari menilai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik pada 27 April hingga 11 Mei 2020 gagal. Kegagalan tersebut menurutnya karena Pemprov Jatim setengah hati melaksanakan protokol-protokol yang tertuang dalam peraturan gubernur (Pergub).

"Saya melihat Pemprov Jatim setengah hati melaksanakan Pergub," ucap Agatha di Surabaya, Senin (11/5).

Baca Juga

Agatha mencontohkan saat dirinya mengurus pembayaran pajak lima tahunan di Samsat Manyar. Di Samsat yang kebetulan satu komplek dengan kantor Bapenda Jatim itu, diakuinya protokol penanganan Covid-19 tidak dijalankan.

"Sejak saya masuk pintu parkir, tidak ada protokol Covid-19 yang dijalankan. Memang ada tempat cuci tangan, tapi tidak ada pengaturan jarak. Pengukuran suhu tubuh hanya di pintu utama. Itu terjadi di semua layanan, mulai pengambilan formulir hingga saat antre bayar pajak," ujarnya.

Kondisi serupa, lanjut Agatha, juga terlihat di Bank Jatim di Jalan Rajawali, Surabaya. Masyarakat yang menunggu antrean, kata dia, tetap bergerombol dan tidak memerhatikan soal imbauan jaga jarak. "Waktu saya mau ambil uang pensiun di Bank Jatim Jalan Rajawali, protokol Covid-19 juga tidak dilaksanakan. Saya miris, kok protokol Covid-19 tidak dijalankan," katanya.

Agatha juga mempermasalahkan tidak adanya penjagaan di titik-titik perbatasan kabupaten/ kota di Jatim. Selain itu, menurutnya masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak ada hubungannya dengan logistik atau kebutuhan pokok dan kesehatan, yang masih buka. Seharusnya, jika dilaksanakan PSBB secara sungguh-sungguh, protokol-protokol pencegahan Covid-19 bisa dijalankan dengan baik.

"Kalau Pemprov Jatim mau memperpanjang PSBB, maka pelaksanaan operasional di lapangan harus dijalankan dengan baik. Jangan hanya Pemkot dan Pemkab yang disuruh memberikan perhatian, tapi Pemprov juga melakukan hal yang sama. Kalau tidak, perpanjangan PSBB akan sia-sia," jelasnya.

Agatha menegaskan, Pemprov Jatim tidak bisa menyalahkan masyarakat atas gagalnya PSBB di Surabaya Raya. Sebab, kata dia, Pemprov tidak melakukan evaluasi secara menyeluruh terkait operasional pelaksanaan di lapangan. Evaluasi yang dilakukan menurutnya hanya seputar penambahan korban meninggal dan penambahan pasien positif Covid-19.

Sebelumnya, Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak tidak sepakat jika PSBB di Surabaya Raya dikatakan gagal. Emil pun mengingatkan pentingnya peran serta masyarakat untuk lebih disiplin melakukan physical distancing hingga menggunakan masker, sehingga kurva penularan Covid-19 akan menurun.

"Karena pencegahan dari proses penularan ada yang disebut time lapse, artinya ada jeda antara upaya melakukan pembatasan fisik dengan dampak epidemiologi. Jadi mohon maaf untuk mengatakan gagal saya rasa parameternya belum bisa dibuktikan secara ilmiah," kata Emil.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement