REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Kota Yogyakarta meminta warga kota tersebut yang sempat berbelanja di Indogrosir, salah satu supermarket di Kabupaten Sleman, DIY, untuk mengikuti rapid test. Hal itu usai ditemukannya kasus positif di supermarket tersebut disusul puluhan hasil rapid test karyawan yang dinyatakan reaktif.
“Kami akan melakukan rapid test di Puskesmas terdekat dari tempat tinggal warga,” kata Ketua Harian Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Jumat (8/5).
Menurut dia, Pemerintah Kota Yogyakarta akan melakukan rapid test terhadap 700 warga. Selain untuk memeriksa kondisi kesehatan warga khususnya konsumen yang pernah berbelanja di supermarket tersebut, rapid test juga digunakan untuk mendeteksi potensi sebaran atau penularan virus secara lebih luas.
“Dengan melakukan tracing, maka dimungkinkan akan ada sebaran-sebaran baru. Makanya, harus segera diantisipasi supaya sebarannya tidak semakin luas,” katanya.
Warga Kota Yogyakarta yang pernah berada atau berbelanja di supermarket tersebut pada 12-14 April bisa mendaftar dengan mengisi berbagai data dan menjawab pertanyaan melalui aplikasi “corona monitoring system” (CMS) di laman corona.jogjakota.go.id.
“Seluruh pertanyaan harus diisi lengkap, dijawab dengan lugas dan apa adanya kemudian menunggu panggilan dari puskesmas terdekat untuk rapid test,” katanya.
Warga yang sempat berbelanja di supermarket tersebut diharapkan dapat mengurangi mobilitas dengan melakukan isolasi mandiri hingga mengikuti rapid test. Selain menggelar rapid test, Heroe menambahkan akan melakukan penelusuran terhadap titik-titik pertemuan yang memiliki potensi sebagai titik sebaran.
“Hasil rapid test tersebut akan dikonsultasikan dengan Pemerintah DIY, khususnya untuk antisipasinya jika memang nanti temuan kasus positif Covid-19 menjadi semakin banyak, khususnya untuk ketersediaan kamar isolasi,” katanya.
Hingga Jumat (8/5), jumlah pasien positif Covid-19 di Yogyakarta yang masih menjalani perawatan tercatat sebanyak 11 orang. Sebagian besar berasal dari kluster gereja yang sempat melakukan pertemuan di Bogor. Sedangkan, jumlah pasien dalam pengawasan sebanyak 20 orang.