Selasa 05 May 2020 20:44 WIB

Klaim Penurunan Laju Covid-19 yang Dinilai Ahli Terlalu Dini

Tren penurunan pandemi seperti Covid-19 harus diperkuat dengan fakta surveilans.

Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/5/2020). Tes swab yang dilakukan secara random untuk 300 penumpang dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus COVID-19 di transportasi umum.
Foto: Antara/Fakhri Hermansyah
Petugas medis mengambil sampel penumpang KRL Commuter Line saat tes swab di Stasiun Bekasi, Jawa Barat, Selasa (5/5/2020). Tes swab yang dilakukan secara random untuk 300 penumpang dengan mengumpulkan cairan atau sampel dari bagian belakang hidung dan tenggorokan sebagai salah satu metode untuk mendeteksi dan mencegah penyebaran virus COVID-19 di transportasi umum.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizkyan Adiyudha, Sapto Andika Candra

Klaim pemerintah Indonesia soal terjadinya penurunan laju penambahan kasus baru Covid-19 sebesar 11 persen dinilai terlalu dini oleh ahli. Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith, Dicky Budiman menyarankan, pemerintah semestinya memprioritaskan tes massal sebelum mengungkapkan penurunan jumlah kasus ke publik.

Baca Juga

"Melihat jumlah penduduk dan juga fakta bahwa mayoritas kasus Covid adalah asymptomatic (tak bergejala) maka testing menjadi faktor kunci," kata Dicky Budiman kepada Republika di Jakarta, Selasa (5/5).

Lebih lanjut, dia mengatakan, tren penurunan suatu kasus pandemi seperti Covid-19 harus diperkuat dengan fakta surveilans ISPA dan Influenza-like Illness (penyakit setara flu) (ILI). Menurutnya, pemerintah saat ini belum mempertimbangkan data dan fakta secara komprehensif.

"Klaim keberhasilan pengendalian pandemi atau epidemi harus didukung kajian data yang valid dan juga relevan," kata Dicky lagi.

Dia menerangkan bahwa ada beberapa fakta ilmiah yang menyebutkan kalau pandemi Covid-19 di dunia dan Indonesia masih akan berlangsung lama. Dia mengatakan, hal itu mengacu pada reproduksi kasus yang masih berada di atas 1 secara global.

Secara hitung-hitungan, penekanan penyebaran virus bergantung pada angka reproduksi menyusul belum adanya vaksin virus tersebut. Angka reroduksi 2 artinya satu orang terebut akan menularkan dua individu lainnya. Jika angka repoduksi menyentuh angka 3 maka satu orang dapat menularkan tiga warga lainnya.

"Indonesia saya prediksi diantara 2 hingga 3," kata Dicky terkait angka reproduksi penyebaran virus corona.

Fakta lainnya, dia melanjutkan, adalah temuan Organiasai Kesehatan Dunia (WHO) yang menyatakan baru sekitar tiga persen populasi dunia yang memiliki imunitas terhadap virus Covid. Dia megnatakan, artinya virus tersebut masih leluasa menyebar karena belum adanya kekebalan yang cukup bagi populasi masyarakat.

Dia meneruskan, hal utama lainnya adalah fakta bahwa Indonesia belum masuk fase puncak kurva pandemi corona. Dia mengatakan, setiap kepulauan akan mengalami masa puncak kurva yang berbeda-beda.

"DKI kemungkinan besar akan mengalami puncak duluan, di awal atau pertengahan Juni," katanya.

Meski demikian, dia mengapresiasi langkah pemerintah untuk meningkatkan jumlah tes Covid-19 terhadap masyarakat. Dia menegaskan bahwa tes, begitu juga dengan pelacakan serta isolasi merupakan langkah penting yang harus dilakukan dalam mengendalikan penyebaran virus saat ini.

Namun sayangnya, seperti yang diungkapkan oleh Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo, pada Senin (4/5), jumlah tes harian Covid-19 belum sesuai dengan target Presiden Jokowi sebanyak 10 ribu tes perhari. Doni mengakui, masalah untuk meningkatkan tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) terdapat pada jumlah sumber daya manusia yang terbatas.

Dari target 10 ribu tes PCR, saat ini Indonesia baru mampu pada kisaran 6.000 sampai 7.000 spesimen per hari. Jika pada 1 Mei, angka tes PCR bisa mencapai 7.706 tes per hari, jumlahnya terus menurun hingga 3.896 tes pada Senin (5/5).

"Petugas laboratorium jumlahnya terbatas, mereka diharapkan bisa kerja 24 jam tapi saat ini cuma bisa 8 jam saja, kalau bisa tingkatkan sumber daya manusia di laboratorium melalui bantuan IDI (Ikatan Dokter Indonesia) di daerah-daerah kita harapkan lab bisa bekerja selama 16 jam," kata Doni.

Menurut Doni faktor tidak tercapainya target tes PCR harian bukan pada ketersidaan reagen-nya. Doni menambahkan, pemerintah telah mendatangkan 420 ribu reagen tes spesimen secara PCR dan 500 ribu VTM (viral transport medium) atau media penyimpanan spesimen.

Dengan jumlah reagen sebanyak itu, Doni yakin sebenarnya Indonesia mampu menjalankan tes PCR Covid-19 sebanyak 10 ribu kali dalam sehari. Syaratnya, sumber daya manusia (SDM) mencukupi.

"Dengan demikian instruksi presiden untuk melakukan testing masif dengan memanfaatkan 59 laboratorium bisa kita lakukan lebih optimal, sejauh ini kendalanya adalah sumber daya di tiap lab belum optimal masih terbatasnya tenaga personel," jelas Doni.

Pada Selasa (5/5), terjadi penambahan pasien terkonfirmasi positif sebanyak 484 orang dalam 24 jam terakhir. Angka ini merupakan penambahan terbanyak sejak kasus positif Covid-19 di Indonesia diumumkan pertama kali pada awal Maret lalu. Artinya sampai saat ini jumlah kasus positif Covid-19 di Tanah Air sebanyak 12.071 orang.

Selain itu, jumlah pasien sembuh juga bertambah 243 orang dalam satu hari terakhir sehingga total pasien sembuh dari Covid-19 sebanyak 2.197 orang. Pasien dinyatakan sembuh setelah dinyatakan dua kali negatif Covid-19 dana dua pemeriksaan PCR secara berurutan.

Sementara itu, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia juga bertambah sebanyak 8 orang sejak Senin (4/5) sampai Selasa (5/5) ini. Sampai saat ini, jumlah pasien Covid-19 yang meninggal dunia sebanyak 872 orang. Rasio kematian terhadap jumlah keseluruhan kasus positif Covid-19 di Indonesia sebesar 7,22 persen.

Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto menambahkan, pemerintah telah memeriksa 121.547 spesimen dari 88.924 pasien terduga atau pasien positif Covid-19. Perlu diketahui, seorang pasien terduga atau pasien positif bisa saja menjalani lebih dari satu kali pemeriksaan spesimen untuk memastikan kondisi kesehatannya.

Pemerintah juga merilis perkembangan terkini jumlah orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) di Indonesia. Per Selasa (5/5) ini, jumlah ODP diketahui sebanyak 239.226 orang dan jumlah PDP 26.408 orang.

"Hampir 200 ribu ODP sudah selesai dipantau dan dinyatakan sehat. Sebagian besar PDP di seluruh provinsi juga sudah didapat selesai dipantau dan beberapa ada yang konfirmasi positif," jelas Yurianto.

Untuk kasus sembuh, DKI Jakarta mencatatkan diri sebagai provinsi dengan jumlah kasus sembuh terbanyak yakni 704 pasien. Menyusul Sulawesi Selatan dengan 228 pasien sembuh, Jawa Timur dengan 180 pasien, Jawa Barat 167 pasien, dan Bali 160 pasien yang dinyatakan sembuh.

photo
Gejala terbaru Covid-19 menurut CDC AS. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement