Selasa 05 May 2020 17:16 WIB

Harapan Pemerintah Kondisi Kembali Normal pada Agustus

Pemerintah menginginkan laju kasus Covid-19 bisa dikendalikan pada Juni dan Juli.

Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. (ilustrasi)
Foto: ANTARA/Dhemas Reviyanto
Juru bicara pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fauziah Mursid, Rizkyan Adiyudha, Febrian Fachri

Pemerintah optimistis situasi Tanah Air bisa segera kembali normal dari pandemi Covid-19. Syaratnya, semua pihak patuh dan disiplin menjalankan peraturan dan protokol kesehatan pencegahan virus Covid-19.

Baca Juga

"Kalau kita menginginkan pada bulan Juni, Juli kasus ini bisa kita kendalikan, kasus ini sudah mulai bisa kita kendalikan dan kehidupan kita sudah mulai menjadi lebih baik lagi, pembatasan-pembatasan sudah bisa dikurangi, kuncinya tinggal satu, kepatuhan, dislipin yang kuat," ujar Juru Bicara Pemerintah untuk penanganan Covid-19 Achmad Yurianto di Graha BNPB, Jakarta, Selasa (5/5).

Yurianto menjelaskan, saat ini sudah banyak peraturan yang diterbitkan Pemerintah mulai dari imbauan, pembatasan-pembatasan sosial, lalu diikuti jejaring pengaman sosial. Ia menilai, semua kebijakan itu tidak akan berarti, jika tidak dilaksanakan oleh semua pihak.

"Ini tidak bisa dilaksanakan oleh sebagian sekelompok, tetapi harus dikerjakan oleh semua secara bersama-sama, bergotong-royong. Karena karena itu kita berharap di bulan Agustus kita sudah bisa menjalankan kehidupan menjadi lebih baik lagi sudah bisa menjadi kondisi normal yang baru," ujarnya.

Yurianto menjelaskan, kondisi yang normal nantinya juga harus tetap diikuti dengan disiplin yang kuat untuk mencuci tangan, menjalankan pola hidup bersih dan sehat. Ia meyakini dengan pola hidup itu akan menyelamatkan diri sendiri, orang lain, lingkungan sekitar serta seluruh bangsa.

"Kita yakini kita bisa melakukan itu, kuncinya adalah adalah kita harus gotong royong," ujar Yurianto.

Hingga hari ini ada terdapat 243 pasien sembuh bertambah selama 24 jam terakhir, sehingga total pasien yang dinyatakan sembuh per Selasa (5/5) berjumlah 2.197 orang. Jumlah pasien sembuh tersebar di seluruh daerah Indonesia, dengan rincian DKI Jakarta 704, Sulawesi Selatan 228, Jawa Timur 180, Jawa Barat 167 dan Bali 160 orang.

Meski jumlah pasien sembuh bertambah, jumlah konfirmasi positif saat ini juga masih bertambah. Ia mengungkap pada hari ini terdapat 484 tambahan pasien positif Covid-19 sehingga total keseluruhan kasus Covid-19 di Indonesia berjumlah 12.071. Sedangkan kasus meninggal bertambah delapan orang sehingga total menjadi 872.

Lalu jumlah orang dalam pemantauan (ODP) akumulasi dari semua provinsi di seluruh Indonesia sebanyak 239.226, hampir 200 ribu sudah selesai dipantau dan dinyatakan sehat,

"Kemudian pasien dalam pengawasan sebanyak 26.408 orang, ini tersebar dari seluruh Indonesia, sebagian besar provinsi sudah kita dapatkan berapa yang sudah selesai dipantau dan kemudian ada beberapa yang kemudian ternyata konfirmasi menjadi positif," ujarnya.

Adapun jumlah spesimen hingga hari ini berjumlah 121.547 spesimen dari 88.924 orang yang diperiksa.

Partisipasi masyarakat

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman menilai bahwa penerapan Pembatasan Sosial Skala Besar (PSBB) belum maksimal dan perlu segera dievaluasi. Ia menilai, tingkat partisipasi masyarakat dalam PSBB masih rendah.

"Kondisi saat ini pun PSBB belum berdampak karena rendahnya partisipasi aktif masyarakat dan juga belum komprehensifnya program dukungan pemda," kata Dicky Budiman kepada Republika di Jakarta, Selasa (5/5).

Dicky menilai, pemerintah kurang melakukan sosialisasi guna mendapatkan dukungan dari masyarakat lapisan bawah terkait pelaksanaan PSBB. Ahli pandemi ini mengatakan, PSBB bukanlah solusi untuk menangani pandemi Covid-19.

Dicky mengatakan, PSBB akan berjalan baik dengan dukungan penuh dari pemerintah daerah. Dia mengungkapkan, Indonesia merupakan negara kepulauan sehingga pengeololaan pandemi nasional terbilang cukup kompleks.

Dia mengatakan, setiap daerah memiliki pembobotan strategi yang bisa berbeda. Kendati, sambung dia, semua itu idealnya ada dalam program besar pemerintah pusat dan daerah yang memiliki strategi jangka pendek, menengah dan panjang.

Dicky meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menunjuk orang-orang yang memahami betul dalam menangani strategi penanganan pandemi. Dia menyarankan, presiden melalui satuan tugas yang telah dibentuk untuk melibatkan para ahli epidemiologi atau penyakit menular.

"Jangan lupa libatkan para ahli terkait lainnya, seperti ekonomi dan sosiolog, juga psikolog," katanya.

Ahli Epidemiologi Universitas Andalas (Unand) Padang Defriman Djafri mengatakan, PSBB tidak hanya untuk menekan dan memutus mata rantai penularan virus corona. Lebih dari itu, menurut Defriman, PSBB juga dapat dijadikan momentum mengubah perilaku masyarakat agar lebih peduli dengan kesehatan dan kebersihan.

"Makna paling besar PSBB mengedukasi dan membentuk karakter masyarakat menjadi sebuah budaya yang juga menjadi kebiasaan ke depan. Jadi bila terjadi pandemi corona gelombang kedua atau pandemi lainnya, masyarakat kita sudah lebih siap," kata Defriman pada sebuah diskusi daring via aplikasi Zoom yang difasiltasi IJTI Sumbar, Senin (4/5).

Defriman menggolongkan empat kelompok masyarakat ketika menghadapi pandemi Covid-19. Yakni kelompok aman, kelompok yang panik, kelompok yang menganggap enteng dan sok tahu dan terakhir kelompok yang tidak terjangkau.

Kelompok yang aman menurut Defriman adalah kelompok yang punya pengetahuan dan pemahaman cukup baik mengenani virus corona. Kelompok ini mengambil tindakan tetap di rumah, menjaga kebersihan, menjaga pola hidup sehat dan tetap tenang.

Kelompok kedua kelompok panik menurut Defriman adalah orang-orang yang punya tingkat kepedulian yang tinggi terhadap virus corona. Hanya saja tidak dibarengi dengan pemahaman yang baik. Sehingga kerap terjebak oleh informasi hoaks, mengucilkan orang-orang yang ia curigai dan menolak kehadiran orang-orang yang ia curigai.

Ketiga adalah kelompok yang cuek dan sok tahu. Defriman mengatakan, kelompok ini rentan tertular karena tidak punya pengetahuan yang baik dan kepedulian yang rendah.

"Kepala daerah saja masih ada yang menganggap enteng penyebaran Corona dan masuk kelompok yang panik. Seharusnya mereka masuk kelompok aman dan sangat peduli. Jangan ada kepentingan di dalam melakukan pengendalian Covid-19," ucap Defriman.

photo
Gejala terbaru Covid-19 menurut CDC AS. - (Republika)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement