REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Sejumlah warga menggunakan jasa angkutan ilegal atau travel gelap untuk mudik saat pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
Seorang warga Iis (25) di Pekanbaru, Selasa, di Pekanbaru mengaku bisa mudik ke Kabupaten Kepulauan Meranti menggunakan travel gelap hingga Pelabuhan Buton di Kabupaten Siak, dan meneruskan perjalanan dengan kapal ke Meranti.
Padahal, sejak PSBB diberlakukan pada 17 April 2020, layanan transportasi seperti terminal, bandara dan pelabuhan di Pekanbaru dihentikan sementara untuk penumpang yang pergi maupun datang ke kota tersebut.
Namun, kebijakan itu tidak berlaku bagi daerah lainnya yang tidak menerapkan PSBB. Karena itu, warga yang ingin mudik lewat jalur air dari Pekanbaru menggunakan travel gelap ke pelabuhan terdekat, yakni Pelabuhan Buton di Kabupaten Siak.
Keberadaan travel gelap selama ini ilegal, namun relatif sulit dideteksi karena menggunakan kendaraan pelat hitam seperti mobil pribadi. Tarif yang dikutip ke warga hingga Pelabuhan Buton sekitar Rp 200 ribu hingga Rp250 ribu per orang. Bahkan, travel gelap rela menjemput ke rumah calon penumpang. "Saya buru-buru pulang karena ini adalah kapal terakhir dari Pelabuhan Buton, besok-besok belum tentu ada lagi," kata Iis.
Warga Pekanbaru lainnya, Riana Handayani mengatakan asisten rumah tangga (ART)-nya termasuk yang nekat menggunakan travel gelap untuk mudik. Padahal, sudah ada kebijakan dari pemerintah melarang mudik Lebaran karena berpotensi menyebarkan wabah Covid-19.
Namun, ia mengatakan ART-nya tetap nekad mudik bahkan rela kehilangan pekerjaan. "Saya sudah bilang kalau mudik jangan kembali lagi ke Pekanbaru, dan dia tetap mau pulang. Ya sudah, mau bagaimana lagi karena kalau dia balik lagi ke sini, maka harus karantina 14 hari saya juga yang harus menanggung," katanya.
Ia mengaku harus membiasakan tanpa ART ketimbang harus mencari yang baru di masa ketidakpastian saat wabah COVID-19. "Pemerintah KotaPekanbaru juga kurang tegas menerapkan PSBB, banyak celah jadi orang tetap leluasa berkeliaran dan mudik," demikian Riana Handayani.