Selasa 05 May 2020 04:11 WIB

Perajin Peti Mati Malah Ketiban Rezeki Selama Pandemi

Menurut Sulaiman, Pemprov DKI memesan sekitar 15-30 peti untuk dua pekan.

Perajin peti mati di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Foto: Ratih Widihastuti Ayu Hanifah
Perajin peti mati di TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ratih Widihastuti Ayu Hanifah

Sulaiman (45 tahun), sibuk dengan kuas cat peliturnya dalam tahapan akhir pembuatan peti di halaman rumah yang berlokasi berdempetan dengan Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pondok Kelapa, Jakarta Timur (Jaktim). Pada saat pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, Sulaiman yang mengenakan kaus hitam, celana jin sobek-sobek, dan bertopi, malah makin sibuk dengan pekerjaannya membuat peti mati dibandingkan hari biasanya.

Sulaiman menuturkan, pada hari biasa ketika pesanan sedikit, ia hanya membuat satu sampai dua peti setiap hari. Kini, ketika pesanan meningkat dratis, ia sanggup menyelesaikan pembuatan tiga peti dalam tempo waktu dua sampai tiga jam. Hal itu lantaran bengkel tempat kerjanya menjadi salah satu rekanan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk menguburkan jenazah dengan protokol Covid-19.

Dia menyebut, Pemprov DKI memesan sekitar 15-30 peti dengan tenggat pekerjaan dua pekan. Itu pun ia masih harus mengerjakan order dari individu yang masih terus berdatangan. “Iya memang kerja sama, sistem pembayaran belakangan kalau pemda. Kalau uang sudah turun, untung banyak semenjak corona,” ujarnya lugas saat ditemui Republika di tempat kerjanya, beberapa waktu lalu.

Sulaiman menjelaskan, pada hari biasa sebelum wabah virus corona masuk ke Indonesia, khususnya Jakarta, dulu paling banter pesanan hanya satu atau dua peti per hari. Kini, berdasarkan rata-rata penghitungannya, pesanan yang masuk mencapai 10-30 peti per pekan. Karena itu, ia harus bekerja ekstra cepat untuk menuntaskan pesanan peti. "Ya allhamdullilah naik, dulu mah boro-boro kayak gini paling 10 peti aja paling banyak (per pekan)," ujar Sulaiman sambil mengelap cucuran keringat yang menempel di mukanya.

Dia menuturkan, sebenarnya muncul rasa keprihatinan saat melihat wabah virus corona menyerang masyarakat. Pasalnya, masa pandemi Covid-19 saat ini membuat tingkat kematian di masyarakat meningkat. Sambil terus mengelas kayu peti, Sulaiman merasa mendapatkan hikmah pada Ramadhan kali ini. Sulaiman mengaku mengikuti pemberitaan tentang banyak usaha kecil menengah (UKM) yang gulung tikar dan karyawan diberhentikan dari tempatnya bekerja, ia malah kebanjiran pesanan dalam dua bulan terakhir.

Setiap hari, Sulaiman mendapatkan upah harian Rp 200 ribu dan tambahan intensif Rp 50 ribu ketika bisa menyelesaikan pesanan peti sesuai standar waktu yang ditentukan. Hanya saja, ia kerap mengeluh tenaganya terkuras habis lantaran harus bekerja sendirian. Dia pun berharap kehidupan masyarakat kembali normal dan virus corona cepat berlalu. 

Sulaiman juga menyinggung tentang perbedaan peti untuk kaum Muslim dan agama lain. Dia menuturkan, peti untuk jenazah Muslim dibuat polos tanpa ornamen dan penjamuan, seperti laiknya untuk kalangan Kristiani. Dalam membuat peti, ia memiliki kepedulian kalau memang digunakan untuk jenazah dengan protokol Covid-19.

“Saya buat ini selama orderan karena turut prihatin sama orang Islam yang dikuburin pakai peti mati, enggak sesuai ajaran Islam. Makanya saya bedain kalau Islam mah gak pakai penjamuan aja, dan kita sediain (kain) kafannya," ucap Sulaiman.

Andi (33), relawan kesehatan RSUD Duren Sawit, Jaktim, saat itu sedang mengambil pesanan peti ke Sulaiman. Selain bertugas mengambil peti, Andi yang datang menggunakan mobil ambulans juga sekaligus ikut mengantarkan jenazah pasien Covid-19 untuk dikubur di TPU Pondok Kelapa. "Pemerintah memang kerja sama ke sini, pesannya 10-15 peti itu pun karena harganya terjangkau dan sesuai prosedur."

Menurut Andi, pemesanan peti baru dilakukan sehari sebelumnya. Menurut Andi, sekarang cukup susah mencari perajin peti yang dapat memenuhi pesanan dalam jumlah banyak dengan tempo singkat lantaran semua rumah sakit rujukan membutuhkan peti. Lantaran ada pasien Covid-19 yang harus dimakamkan, ia pun kebagian tugas mengambil peti pesanan ke Sulaiman. "Ini cepetan order. Ya memang semua rumah sakit nih protokol harus pakai peti kita diarahin ke Pondok Kelapa," ucap Andi.

Pemilik toko peti mati, Ikhram (35) menuturkan, bisnis yang digelutinya ini dimulai sekitar enam tahun lalu. Laki-laki asal Pemalang, Jawa Tengah, ini sengaja mengajak Sulaiman, selaku kerabatnya yang memiliki keahlian membuat peti. Ikhram pun tidak menyangka, ketika pesanan naik drastis, Sulaiman bisa memproduksi peti sekitar 10-15 unit dalam sehari.

Dia mengungkapkan, pernah ada petugas rumah sakit yang datang kepadanya, dan memesan 100 peti dalam sehari. Namun, ia tidak bisa memenuhinya lantaran keterbatasan pekerja yang memerlukan keahlian khusus. Ikhram mengakui, bisnis peti pada masa pandemi Covid-19 sangat menggiurkan.

Dia menjelaskan, peti untuk jenazah Covid-19, terbuat dari aluminium foil dengan harga Rp 900 ribu untuk ukuran dewasa dengan panjang sekitar 100-200 sentimeter (cm). Adapun peti untuk anak-anak dijual Rp 500 ribu dengan ukuran 35-45 cm, atau disesuaikan dengan tinggi badan jenazah.

Ikhram menjelaskan, desain peti mati khusus yang beragama Islam dan agama lain dibuat berbeda. Untuk jenazah Muslim, kata dia, sengaja dibuat tanpa ukiran dan tidak digembok agar jenazah saat dikubur bisa menyatu dengan tanah. Sedangkan untuk jezanah non-Muslim diberi ornamen, ditempeli stiker, dan penjamuan pemakaman.

Khusus untuk peti jenazah non-Muslim, biasanya merupakan pesanan khusus dengan harga lebih mahal mencapai Rp 5 juta-Rp 10 juta per unit. Dia menyebut, kalau dirata-rata, omzet bisnis yang ditekuninya bisa mencapai Rp 13,5 juta per hari selama pandemi Covid-19. “Alhamdullilah, ya naik terus. Semenjak adanya korona kerja sama dengan orang pemda. Sebelumnya, lebih sering kerja sama dengan rumah sakit dan gereja," ucap Ikhram.

Dia menerangkan, dalam membuat peti harus patuh pada aturan yang ditetapkan Pemprov DKI. Karena itu, peti yang dikirim dilapisi plastik double wrap, yaitu menggunakan bahan antiair. Pun bantal di dalam peti juga dilapisi plastik. Tujuannya agar virus corona tidak menulari petugas pemakaman yang wajib memakai alat pelindung diri (APD) lengkap. "Kita juga ngelakuin itu karena ikutin permintaan standar pemerintah, ya lama-lama jadi paham,” kata Ikhram. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement