REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Salah satu ormas Islam di Indonesia, Persatuan Islam (Persis) mengkritik kebijakan pemerintah dalam menyikapi kondisi Covid-19, khususnya yang tertuang dalam Perppu No 1 tahun 2020. Ketua Dewan Tafkir PP Persis, Muslim Mufti mengatakan, Persis memandang adanya persoalan keumatan yang sangat krusial yang harus diselesaikan di tengah krisis Covid-19.
“Persoalan krusial itu bukan terletak pada hadirnya covid-19 di Indoensia, namun justru terletak pada kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menyikapi kondisi darurat ini, salah satunya adalah kebijakan Pemerintah dalam Perppu No 1 tahun 2020,” ujar Mufti dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Jumat (1/5).
Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) telah dikeluarkan oleh pemerintah sejak 31 Maret 2020.
Karena itu, Persis melalui Dewan Tafkir meninjau secara komprehensif Perppu tersebut melalui diskusi publik yang diselenggarakan via daring pada Kamis (30/4) lalu. Diskusi tersebut menghadirkan beberapa pemenatik dan dihadiri oleh Wakil Ketua Umum PP Persis, Ustaz Jeje Zainudin.
Berdasarkan diskusi tersebut, menurut Mufti, Persis memandang bahwa Perpu No 1 tahun 2020 telah menciderai hak-hak konstitusional rakyat Indonesia dan telah menggeser Indonesia dari Negara Hukum (Recthstaat) menjadi Negara Kekuasaan (Macthstaat).
“Dalam pasal 27 ayat 3 Perpu tersebut secara jelas dan nyata telah mematikan fungsi kekuasan yudikatif sebagai lembaga yang memiliki fungsi memeriksa dan mengadili suatu pelanggaran terhadap undang-undang,” ucapnya.
Selain itu, Persis juga memandang bahwa Perppu No 1 tahun 2020 sangat berpotensi membuka ruang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Karena, menurut Mufti, biaya negara yang dikeluarkan dan digunakan oleh Pemerintah berdasarkan Perpu ini tidak dapat dinilai sebagai kerugian negara.
“Maka sekalipun nanti ditemukan kasus Tindak Pidana Korupsi, mereka akan bebas dengan dalih tidak terbukti adanya kerugian negara atau perekonomian negara atas perbuatannya,” ujarnya.
Mufti mengatakan, Perppu No 1 tahun 2020 tersebut juga terlalu banyak mengatur persoalan ekonomi, dan tidak menjadikan keselamatan hidup rakyat sebagai kebijakan prioritas. Apalagi kebijakan-kebijakan ekonomi itu bertumpu pada pasal 2 sebagai kebijakan fundamental dalam Perpu tersebut, sehingga Persis memandang Perppu ini akan membawa Negara Indonesia kejurang hutang yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Pada akhirnya hutang itu akan selamanya menjadi beban rakyat melalui pajak, maka setelah bangsa kita melalui pandemic covid-19 sangat mungkin rakyat akan jatuh pada bencana berikutnya yaitu bencana kenaikan nilai pajak,” katanya.
Selanjutnya, Persis memandang bahwa Perppu No 1 tahun 2020 saat ini berada dalam status quo karena keberadaannya telah dipersengketakan di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu Persis mendesak pemerintah agar tidak menjadikan Perpu tersebut sebagai dasar hukum dalam mengambil kebijakan, sampai adanya putusan dari MK.
Mufti menambahkan, Persis sepenuhnya mendukung langkah para tokoh nasional yang saat ini tengah menguji Perppu No 1 tahun 2020 di Mahkamah Konstitusi. Persis juga mendukung Independensi para hakim konstitusi di bawah sumpah pada Tuhan Yang Maha Esa.
“Persis mengajak kepada seluruh elemen masyarakat khususnya ormas-ormas Islam untuk sama-sama berjuang melindungi kepentingan umat, kepentingan bangsa, dan kepentingan negara,” ujarnya.