REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Lukman Hakim menyatakan Pemerintah harus menindak kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan secara sepihak oleh perusahaan. "Terutama PHK massal secara sepihak yang dialami oleh buruh tanpa memberikan uang pesangon yang sesuai dengan UU Ketenagakerjaan," kata Lukman Hakim, di Solo, Kamis (30/4).
Ia mengatakan, jika PHK dilakukan secara sepihak maka perusahaan tersebut tidak dalam kondisi yang baik karena PHK harus ada alurnya. Ia menyebutkan prosedur PHK sudah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
"Misalnya di Solo ada yang dibayar separuh dulu. Pengusaha ada komitmen membayar tetapi tidak bisa membayar langsung. Jadi, kalau ada perusahaan langsung PHK, tugas Pemerintah untuk menertibkannya, kalau perlu memanggil dan menjatuhkan sanksi," katanya pula.
Ia mengatakan Pemerintah juga harus melakukan pendataan khusus kepada kelompok masyarakat rentan yang ekonominya terdampak akibat perusahaannya melakukan PHK, dirumahkan tanpa pesangon, maupun hilang pendapatannya karena tidak bisa bekerja. "Terutama jika kelompok masyarakat tersebut belum terdata dalam Program Keluarga Harapan (PKH) maupun bantuan sosial lainnya," katanya.
Menurutnya, resesi ekonomi yang dialami Indonesia saat ini memang sangat berdampak bagi sejumlah sektor ekonomi, baik yang berskala besar maupun kecil.
Karena itu, menurut dia, peran dan keseriusan Pemerintah dalam menangani dampak pandemi Covid-19 harus dibuktikan secara nyata khususnya di bidang ekonomi. "Seharusnya dalam kondisi darurat seperti ini, Pemerintah benar-benar serius dan membuat masyarakat tenang, sehingga masyarakat percaya terhadap peran Pemerintah menangani Covid-19, termasuk menindak tegas perusahaan yang melakukan PHK tanpa berlandaskan UU Ketenagakerjaan," katanya lagi.