REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pembangunan Fase 2 Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta yang menghubungkan Bundaran HI menuju Kota yang seharusnya dimulai pada awal Maret lalu terpaksa mundur karena pandemi Covid-19. Pembangunan Fase 2 MRT Jakarta baru bisa dimulai pada awal Juni mendatang.
Direktur Utama PT MRT Jakarta (Perseroda) William Sabandar dalam konferensi video di Jakarta, Rabu (29/4), menjelaskan paket kontrak CP201 yang merupakan pembangunan terowongan dan jalur MRT bawah tanah yang menghubungkan Bundaran HI-Harmoni mengalami penundaan selama tiga bulan.
"CP201 karena COCID-19, kami tunda tiga bulan, yang tadinya awal Maret kontraktor mulai bekerja setelah tanda tangan kontrak pada Februari lalu, itu akan dimulai Juni karena situasi Covid-19 tidak memungkinkan bagi kontraktor untuk memulai pekerjaan, sebagian tenaga kerja juga dari Jepang karena expert juga dari Jepang," terangnya.
William menjelaskan mundurnya pembangunan paket CP201 juga dilakukan agar tidak ada pembengkakan anggaran. Pasalnya, jika konstruksi tetap dilakukan di masa krisis seperti saat ini, biaya konstruksi akan meningkat.
"Dengan demikian, komitmen untuk menyelesaikan CP201 di (Desember) 2024 tidak bisa kita wujudkan karena mundur,operational stage menjadi 30 Maret 2025," ujarnya.
Karena pembangunan CP201 mundur, William memastikan paket kontrak CP202 hingga CP207 juga akan mengalami perlambatan lantaran proses lelang yang juga mundur.
"Kami juga antisipasi peningkatan pembiayaan pada saat proses pelelangan dilakukan di fase ini dan ini memungkinkan operational stage, atau penyelesaian MRT dari Harmoni ke Kota baru bisa diselesaikan Maret 2026," katanya.
Paket kontrak CP201, CP202, CP203, CP204, CP205, CP206 dan CP207 masuk dalam Fase 2A Bundaran HI-Kota.
Sementara itu Fase 2B Kota-Ancol Barat tengah proses persetujuan track, di mana paket kontrak untuk fase tersebut telah selesai dikerjakan. Pembangunan Fase 2A dan 2B menggunakan pinjaman JICA sebesar Rp 22,5 triliun.
Namun, William mengharapkan ada penambahan dana untuk penyelesaian target keseluruhan. Ia pun mengaku telah mengajukan dana tambahan sebesar Rp 7,3 triliun kepada JICA.
"Itu pakai rate sebelum Covid-19, kalau pakai rate sekarang mungkin angkanya berubah. Maka kami juga belum berani transaksi hari ini karena takut depresiasi rupiah membuat biaya konstruksi melambung," katanya.